Yessi Tidak menduga ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikannya.
Pria yang datang di tengah malam. Pria yang berhasil membuat Yessi menyukainya dan jatuh cinta begitu dalam.
Tapi, bagaimana jika pacar dari masa lalu sang pria datang membawa gadis kecil hasil hubungan pria tersebut dengan wanita itu di saat Yessi sudah ternodai dan pria tersebut siap bertanggung jawab?
Manakah yang akan di pilih? Yessi atau Putrinya yang menginginkan keluarga utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Belum sempat Sean berbalik, tinjuan keras mendarat di belakang kepalanya membuat Sean hampir menindih sempurna Yessi, tapi Regan menariknya kuat lalu menghempas Sean kasar kelantai dan menginjak-injak tubuh Sean bagai kesetanan.
"Mati kau, bajingan!"
Yessi yang terkejut berusaha berdiri. Kakinya hampir tidak mampu menahan bobot tubuhnya sendiri.
Beruntung, punggung Regan tergapai oleh Yessi. Seketika di dekap erat Yessi dari belakang.
"Mas, mas, berhenti!"
"Tidak! Sebelum dia mati!" jawab Regan sarkas.
"Uhuk!" Sean terbatuk.
Regan menginjak tepat di ulu hatinya meski Sean sudah menghalangi dengan tangan. Napas Sean seketika sesak bukan main.
"Mas, udah!"
Mendengar isak tangis di belakangnya, Regan seketika berhenti. Sebelum menjauh, Regan menendang lengan Sean membuat pria itu mengumpat kasar.
"Ini belum selesai," ucap Regan tajam lalu meraih tubuh Yessi dalam dekapannya.
Yessi tidak menolak dengan mata terpejam melingkarkan tangannya di leher Regan.
"Kita pulang."
Yessi mengangguk. Ia tidak kuat menahan rasa aneh di tubuhnya. Bahkan Yessi, sekuat tenaga untuk tidak melihat Regan atau ia akan lepas kendali.
Para maid, melihat tuan mudanya menuruni tangga membawa wanita yang tadi, mereka lihat datang bersama Sean, segera membungkuk.
Regan berhenti sebentar. "Kalian! Jangan ada yang mengobati Sean!"
"Kenapa, son?"
Richard tiba di ambang pintu bersama Veni. Wanita dengan wajah sembab itu, berada dalam rangkulan ayahnya.
Yessi membuka mata namun tidak bisa melihat sempurna siapa di depan sana. Karena semua berbayang-bayang dimatanya.
Regan mengeratkan gigi. Gara-gara ide konyol ayahnya, gadisnya hampir di perkosa.
"Harusnya aku yang bertanya, apa maksud anda mencampur minuman Yessi dengan serbuk laknat itu?!"
Richard menyeringai. Veni menggerakkan lengan ayahnya supaya tidak menjawab balik Regan dengan emosi. Apalagi, ada Yessi. Meski gadis itu terlihat, tidak fokus.
'Yessi, maafkan tante, sayang. Tidak bisa melindungi mu,' batin Veni bersedih.
"Regan, jangan bersandiwara. Papa memberimu jalan mudah. Dengan begini, bukannya bagus. Kau bisa melakukan apa yang kau mau pada Yessi tanpa perlu bersembunyi. Dan tentu saja, itu akan membuat kalian bersatu."
"Cih!" Regan berdecak sinis, alih-alih mengucapkan terimakasih.
"Aku tidak butuh bantuan siapapun. Karena selamanya, dia milikku. Jadi, berhenti ikut campur! Terutama bodyguard tidak berguna anda itu! Atau aku akan mengorok lehernya," ancam Regan lalu pergi dengan menabrak bahu ayahnya.
Suara mobil Regan menjauh bersamaan dengan Richard yang menjatuhkan tubuh di sofa. Regan benar-benar susah di atur. Padahal hanya Regan, harapan Richard untuk meneruskan bisnisnya. Tapi lihat lah, belum apa-apa, Regan sudah menunjukan taringnya.
"Pa ...." Veni duduk di samping Richard lalu memeluknya erat. "Jangan memaksa Regan. Biarkan dulu, dia dengan pilihannya. Veni juga akan memberi Bima pengertian."
Richard mengelus rambut Veni. Pikirannya menerawang jauh.
"Tapi, wanita itu akan kembali, Veni. Papa takut, Regan hanya mempermainkan Yessi. Sebab itu, papa ingin keduanya terikat agar Regan tidak bisa meninggalkan Yessi."
Sontak, perkataan Richard membuat Veni duduk dengan tegak. Wajahnya menyiratkan sebuah tanda tanya besar. Setelah bertahun-tahun pergi, wanita dari masa lalu adiknya itu akan kembali. Penyebab utama Regan menggila.
Veni entah mengapa, merasakan firasat buruk.
"Tunggu, papa kenapa bisa tahu?"
Richard menghela napas. Sepertinya, saat ini harus berkata jujur pada Veni.
"Kau ingat perjalanan bisnis papa ke London?"
Veni mengangguk. Itu bertepatan ulang tahun Regan. Veni bermalam bersama Bima dan Bimo di mansion, tujuannya menyiapkan kue ulang tahun untuk Regan yang dirayakan kecil-kecilan.
Sedang suaminya, Ferdi ikut bersama Richard. Sayangnya, hingga pagi Regan tidak pulang.
"Papa tidak sengaja bertemu wanita itu, Veni. Dia melarikan diri dengan seorang gadis kecil dan hampir tertabrak mobil papa. Tapi, keterkejutan tidak sampai disitu. Wajah gadis kecil itu mirip Regan. Ya, Regan versi wanita."
"Apa?" airmata Veni terjatuh kembali.
Fakta ini, sulit ia terima dengan akal sehat.
Pandangan Richard tak kalah sendu. Jauh di dalam lubuk hatinya, merasa Yessi lebih cocok bersama Regan. Meski terbilang berusia muda.
Sebab itu, Richard menempatkan Sean. Berjaga-jaga takutnya, Regan lepas kendali lalu melukai Yessi.
"Tunggu disini."
Richard beranjak dari duduknya. Berjalan menuju kamarnya. Selang lima menit, ia kembali dengan amplop putih di tangan. Richard menyodorkan pada Veni.
"Apa isinya, Pa?" Veni membolak-balik amplop tersebut. Raut wajahnya berubah membaca alamat tertera di sana.
"Rumah sakit? Papa sakit?"
Richard menggeleng. "Itu hasil tes DNA, Veni. Yang papa lakukan diam-diam antara Regan dan Renesme."
"Renesme?" ulang Veni tak mengerti.
Kali ini, Richard mengangguk. "Dia anak kandung, Regan."
"Benar-benar fakta mengejutkan," gumam Sean menguping dalam lift yang terbuka.
Kartu as Regan sudah di tangannya. Tinggal mencari tahu, dimana anak bernama Renesme itu sekarang berada.
"Dan Yessi, akan jadi milik seorang Sean Dewangga," lanjut Sean menyeringai.
Di dalam mobil.
Regan terpaksa berkendara dengan pelan. Karena Yessi beberapa kali menganggu konsentrasinya menyetir. Satu tangan Regan, memegang kedua tangan Yessi.
"Mas! Panas, mas! Tolong!" rintih Yessi sudah tidak bisa menahan diri. Tubuhnya menggeliat tak beraturan.
"Tahan, sebentar lagi kita sampai," ujar Regan menatap Yessi lalu jalanan sepi di depan.
'Ya ampun, ini benar-benar tidak enak,' pikir Yessi.
Karena butuh pelampiasan, Yessi mengigit tangan Regan. Gigi putihnya menancap sempurna diantara daging dan kulit Regan.
Pria itu mengeram menahan perih. Merasa bau amis dan cairan mengalir, Yessi menghentikan aksinya.
Melihat Yessi mulai tenang, Regan melepas cengkeramannya. Regan tidak marah, masalah darah dan luka itu sudah biasa untuknya.
Tanpa di duga, Yessi melompat ke atas pangkuan Regan lalu menyerang lehernya. Jelas saja, Regan mengerem mendadak.
"Yessi, jangan seperti ini. Kembali ke kursi mu!"
Percayalah, Regan sedang berperang dengan pikiran jahatnya. Satu sisi ingin membalas Yessi dan sisi lain ingin melindungi Yessi dari dirinya sendiri.
"Mas ... Bantu saya. Saya benar-benar gak kuat!" beritahu Yessi dengan isak tangis serta bibir mungil nya memberi kecupan-kecupan lembut di leher putih Regan.
"Shit!" umpat Regan memukul setir. "Di apartemen, saya akan berikan penawarnya."
Setelah berkata begitu, Regan melesat secepat mungkin dengan Yessi masih di posisinya. Regan mengusap lembut punggung Yessi menggunakan salah satu tangan.
Tiba di apartemen.
Regan membaringkan Yessi di ranjang. Pria itu membuka jas dan melempar kemejanya kelantai sembarangan. Kedua pipi Yessi sudah memerah seperti tomat. Gadis itu setengah sadar dan tidak. Matanya sayu menuntut sesuatu.
"Are you sure about this?"
Regan bertanya, saat wajah keduanya sangat dekat. Napas hangat Yessi terdengar tidak beraturan. Regan menyelami mata indah milik gadisnya itu.
"Do itu," ucap Yessi melemah.
Airmata berderai di sudut matanya. Yessi sadar apa yang di inginkan tubuhnya. Saat ini, hanya Regan yang bisa menolongnya.
"As u wish."
Yessi menutup mata hingga cairan bening menetes di pipinya saat Regan melumat bibirnya kasar.
"Jangan menyesal esok pagi," pesan Regan lalu melanjutkan aktivitasnya dan Yessi tidak ingin melihat apa yang Regan lakukan.