"Biarkan sejenak aku bersandar padamu dalam hujan badai dan mati lampu ini. Aku tidak tahu apa yang ada dalam hatiku, aku hanya ingin memelukmu ..."
Kata-kata itu masih terngiang dalam ingatan. Bagaimana bisa, seorang Tuan Muda Arogan dan sombong memberikan hatinya untuk seorang pelayan rendah seperti dirinya? Namun takdirnya adalah melahirkan pewarisnya, meskipun cintanya penuh rintangan dan cobaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susi Ana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Lou Amnesia
Sang Kakek menyuruh Lou untuk menggerakkan kepalanya. Ramuan yang ada di tangannya, belum sepenuhnya diminum oleh Lou. Saat Lou menggerakkan kepalanya sedikit, dia menjerit kesakitan. Helena pun kaget dan terhenyak dari duduknya. Dengan refleks, Helena menyentuh tangan Lou.
Bagai sengatan listrik, mengalir di tangannya. Saat tangan lembut nan halus Helena menyentuh tangan Lou. Helena tak mengerti dengan getaran aneh itu. Karena dia merasa kasihan dan ingin sekali menenangkan pemuda tersebut. Helena menatap lekat-lekat ke wajah kakeknya dan langsung melepaskan tangannya.
"Apa yang terjadi, Kakek?" Tanyanya kebingungan.
Helena berusaha menyembunyikan getaran aneh dalam tubuhnya. Dadanya berdegup kencang. Jantungnya deg-degan. Ada rasa yang sangat asing menguasai dirinya. Usianya baru menginjak Delapan belas tahun. Dan dia, hidup seorang diri bersama kakeknya. Selama hidupnya, dia belum pernah bertemu dengan seorang pemuda setampan Lou.
"Oh Tuhanku....." Rintih Sang Kakek pelan, tapi Helena masih mendengarnya.
"Kenapa kek? Ada apa? Katakan padaku, Kakek!!"
Rajuk Helena dengan serius. Tiba-tiba ada rasa was-was yang sangat mendalam yang ia rasakan. Sementara Lou, tetap memegangi kepalanya. Dia nggak berani menggerakkan kepalanya lagi. Kepalanya nyut-nyutan seperti mau pecah. Kakek langsung menyodorkan ramuan tadi.
"Kumohon, jangan kau muntah kan lagi! Minumlah sampai habis, semoga kepalamu masih bisa tertolong!"
Ucapan tegas Sang Kakek terdengar sangat cemas. Beliau berharap, Lou jangan sampai kehilangan ingatan nya. Dengan meminum ramuan itu, setidaknya darah yang menggumpal sedikit mencair. Lou menatap sedih, ingin menolak pun nggak bisa. Karena Lou melihat rasa cemas pada wajah tua itu.
"Baiklah, Kek," jawabnya pelan karena tenaganya langsung habis saat dia menjerit kesakitan tadi.
Dengan dibantu Helena, Lou meminum ramuan itu. Tangan putih nan lembut milik Helena, mampu memberi kekuatan pada Lou untuk menahan rasa pahit ramuan itu dan menghabiskan nya dengan cepat. Saat hendak muntah, Lou mati-matian menahannya. Agar tangan putih nan cantik itu tidak dikotori nya.
"Ada manisan jahe, agar lidahmu nggak merasakan pahit lagi."
Kakek pun menyodorkan sesendok manisan jahe ke mulut Lou, begitu cangkir ramuan itu dibawa oleh cucunya ke dapur. Lou merasa nyaman setelah mengunyah manisan jahe itu. Sang Kakek pun tersenyum. Ternyata, Lou begitu menghargai perjuangan seorang gadis yang membantunya.
Lou ingin menoleh ke kiri, mencari gadis cantik yang tadi membantunya. Dia ingin sekali mengucapkan terima kasih pada gadis itu. Berkat tangannya, dia mampu menahan rasa pahit.
"Cukup!! Jangan banyak bergerak!! Istirahat lah, agar peredaran darah ke otak sedikit lancar...."
Sang Kakek langsung mencegah Lou yang hendak menggerakkan kepalanya. Beliau membantu Lou berbaring kembali. Lou ingin sekali menemui gadis tadi. Tapi, dia harus menuruti semua ucapan penolong hidupnya. Meskipun keduanya belum saling kenal.
"I...iya kek, a...duh..." Jawab Lou sambil merintih, saat merasakan luka-luka di sekujur tubuhnya terasa ngilu.
"Masa kalah sama perempuan? Minum ramuan segitu saja, wajahmu sudah berantakan begitu. Ah tidak!! Dari awal tubuhmu dan wajahmu sudah berantakan penuh luka!"
Goda Sang Kakek agar Lou melupakan rasa sakit yang sangat parah pada tubuhnya. Reaksi ramuan yang sudah diminumnya, akan membuat badannya sakit dan terasa terbakar. Hal itu, agar pori-pori nya kembali normal dan membuat peredaran darah nya sedikit lancar. Lou pun tersenyum, meskipun ada rasa nyeri di bibirnya. Karena bibir sebelah kanannya agak memar. Mungkin tukang pukul Tuan Vengsier Eiger itulah yang membuat luka tersebut.
"Te....terima kasih , Kakek...." Ucapnya pelan dengan susah payah. Namun pendengaran Kakek masih normal dan baik-baik saja.
Sang Kakek hanya tersenyum sambil mengambil kursi yang agak jauh dari ranjang bambu itu. Kakek menyeret kursi itu di dekat ranjang dan menduduki nya. Dengan santai, Kakek melihat ke arah Lou. Sepertinya, Sang Kakek mulai mengintrogasi nya.
"Kamu habis berantem, ya? Anak muda jaman sekarang memang nggak sayang pada nyawa. Kalau nggak berantem tangannya pada gatal semua. Untung saja aku dan cucuku menemukan mu segera, di semak-semak ilalang di dekat pekarangan ku! Kalau tidak, entah apa jadinya!! Kau tak sadarkan diri hampir seharian!!"
Sang Kakek mulai menceritakan semuanya. Bagaimana Lou sampai berada di gubuk itu dan selamat dari maut. Lou menatap Kakek dengan wajah berkaca-kaca karena haru. Lou bersyukur pada Tuhan. Doanya dikabulkan. Lou mengumpulkan semua energi nya, agar dia bisa bicara dan meluruskan kesalah pahaman ini.
Lou menarik nafas perlahan, lalu menatap ke langit-langit kamar yang terbuat anyaman bambu. Lou sesekali mendesah pelan, untuk meredakan rasa sakit yang masih dia rasakan. Luka-lukanya masih ngilu dan perih, tapi dia sangat bersyukur setidaknya dia masih hidup. Dia masih bisa memulihkan kondisinya bila bisa kembali lagi ke kota nya. Sang Kakek terus memperhatikan mimik Lou dengan seksama. Kakek pun mengetahui nya, Lou menahan rasa sakit itu.
"Teri... terima kasih atas pertolongan nya, kek. Sebenarnya....saya tidak berantem. Saya tidak pandai berkelahi. Hanya nasib sial saja sedang menimpa diriku, Kek. Ingin hati menyelamatkan teman, malah dapat imbalan seperti ini."
Akhirnya, Lou berhasil menghimpun energinya untuk bicara. Sang Kakek menatapnya tenang, dan Beliau langsung tahu bahwa anggapannya sudah salah. Pemuda yang diselamatkan nya ini adalah pemuda baik. Bukan perampok maupun berandalan. Kakek pun tersenyum ramah dan memegang lembut kepala Lou.
"Bagaimana kepala mu? Masih sakit?" Tanya Beliau dengan nada sabar.
"Sudah agak mendingan, kek. Apakah Kakek seorang Tabib??"
Lou pun tersenyum, dan menganggukkan sedikit kepalanya. Dia baru sadar, sudah beberapa jam belum berkenalan. Padahal mungkin, Kakek ini sudah merawat dan menjaganya seharian. Lou merasa bersalah dan nggak enak hati. Kakek tahu hal itu, dan menepuk lengan Lou pelan untuk menenangkan nya supaya nggak banyak berpikir.
"Bukan....Kakek hanya orang biasa. Tempat mu jatuh itu adalah tempat ku berkebun. Orang pedalaman sepertiku, hidupnya adalah bertani. Siapa namamu? Dan berasal dari mana?"
Tanya Kakek dengan hati-hati, untuk mengetes daya ingat Lou. Apakah pemuda yang sudah sadar ini masih ingat masa lalu nya atau ingatan nya hilang. Kakek agak berdebar-debar menunggu reaksi Lou.
"Ng....."
Lou terlihat berpikir sejenak, saat itulah tiba-tiba rasa sakit di kepalanya muncul lagi. Dia meringis kesakitan. Tangannya terus menekan kepalanya. Agar rasa sakit itu mereda. Lou berusaha keras meredakan sakitnya. Tapi dia juga ingin berpikir menemukan siapa dirinya. Kakek pun agak cemas. Takut, jika prediksi nya benar.
"Ja... jangan-jangan, kau amnesia!?"
Kakek pun langsung berdiri dari duduknya. Beliau berjalan mondar-mandir mencari solusi. Beliau mencari cucunya. Rasa khawatirnya begitu memuncak, saat mendapati cucunya nggak ada di mana pun. Sang Kakek mencoba mencari di sekitar rumah dan meninggalkan Lou sendirian dengan rasa sakit di kepalanya.
Kakek berusaha memanggil-manggil nama cucunya. Namun, yang dipanggil tidak ada jejaknya. Rasa cemas pun sangat besar. Kakek tidak ingin cucunya berbuat nekat. Kakek sadar, sudah terlalu keras menekan perasaan cucunya itu. Kakek sadar, bahwa cinta bisa tumbuh di hati siapa pun. Nggak peduli, akan berakhir bahagia maupun berakhir sedih. Kemanakah Helena??