Di tengah kekalutannya, Ayuna malah dipertemukan dengan seorang wanita bernama Lara yang ternyata tidak bisa mengandung karena penyakit yang tengah dideritanya saat ini.
Siapa sangka wanita yang telah ia tolong itu ternyata adalah penyelamat hidupnya sehingga Ayuna rela melakukan apapun demi sang malaikat penolong. Apapun, termasuk menjadi Ibu pengganti bagi Lara dan juga suaminya.
Ayuna pikir Lara dan Ibra sudah nenyetujui tentang hal ini, tapi ternyata tidak sama sekali. Ayuna justru mendapatkan kecaman dari Ibra yang tidak suka dengan kehadirannya di antara dirinya dan sang istri, ditambah lagi dengan kenyataan kalau ia akan memiliki buah hati bersama dengan Ayuna.
Ketidak akuran antara Ayuna dan Ibra membuat Lara risau karena takut kalau rencananya akan gagal total, sehingga membuat wanita itu rela melakukan apapun agar keinginannya bisa tercapai.
Lantas akankah rencana yang Lara kerahkan selama ini berhasil? Bisakah Ibra menerima kehadiran Ayuna sebagai Ibu pengganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 12
Suasana di ruang makan sana nampak begitu sepi dan hanya ada Lara saja duduk sendirian sembari sibuk dengan beberapa lembar kertas yang ada di tangannya. Apalagi yang dirinya lakukan sepagi ini kalau bukan mengecek laporan perusahaannya sendiri.
Lara juga beberapa kali mendapatkan salam dari para pelayan yang datang hanya sekedar untuk membersihkan meja dan kursi yang akan dipakai oleh sang tuan rumah.
Mulanya mereka merasa segan dengan keberadaan Lara, namun lambat laun malah terbiasa dengan itu semua. Toh Lara sendiri yang mengatakan tidak apa-apa jika mereka ingin membersihkan ruangan ini saat dirinya juga sedang berada di ruangan yang sama.
Sesekali Lara akan menyesap teh hangat miliknya sembari membalikkan lembar demi lembaran yang telah selesai ia baca dan periksa dengan teliti.
"Good morning, sayang." Tenang saja, kali ini Lara tidak terkejut sama sekali karena ia juga sudah menyadari kedatangan Ibra.
"Pagi-pagi tuh sarapan, bukannya kerja." Dengusan pelan Lara berikan saat Ibra merampas kertas-kertas yang sedang diperiksanya itu.
"Kaya yang bilang nggak pernah ngelakuin hal yang sama." Memang sih Ibra juga sering kali sudah disibukkan dengan pekerjaan saat hari masih pagi, tapi suaminya itu tidak pernah bekerja di atas meja makan seperti ini.
"Beda dong, aku kan nggak pernah kerja di meja makan." Ya ya, terserah apa kata Ibra saja, Lara sedang tidak ingin berdebat soalnya.
Tak lama setelah Ibra mendaratkan bokongnya di atas permukaan kursi yang empuk, beberapa pelayan datang bersama dengan kereta dorong yang membawa beberapa jenis makanan.
Sepertinya sebelum masuk tadi, Ibra memberikan perintah pada salah seorang pelayan untuk segera menyajikan sarapan. Pria itu tahu kalau saat ini Lara pasti sedang menunggu dirinya di ruang makan sana dan ia tidak akan mulai makan sebelum melihat suami tampannya itu.
"Ayuna udah turun?" Yang mendapatkan pertanyaan barusan adalah salah satu pelayan yang sedang menata piring makan milik Lara.
"Sepertinya belum, Nyonya." Anggukan pelan Lara berikan. Kalau dipikir-pikir ini masih terlalu pagi sih, jadi rasanya wajar saja kalau Ayuna belum menampakkan batang hidungnya.
"Panjang umur anaknya! Ayu, sini!" Selalu saja seperti ini, Lara pasti akan langsung tersenyum dengan sangat lebar jika dihadapkan langsung dengan sosok Ayuna. Sampai-sampai Ibra keheranan sendiri dibuatnya.
"Mba, aku berangkat dulu ya." Kerutan tercetak jelas dikening Lara saat mendapati kalau ternyata Ayuna malah ingin berpamitan padanya.
"Sarapan dulu, Ayu." Gadis berlesung pipi itu lantas menggelengkan kepalanya dengan pelan bermaksud ingin menolak tawaran tersebut.
"Aku sarapannya di jalan aja nanti, Mba." Karena tidak ingin kembali mendapatkan penolakan, Lara lantas menarik pergelangan tangan Ayuna. Tidak kuat sama sekali karena Lara memang tidak memiliki tenaga yang besar saat ini.
"Mulai hari ini kamu sarapannya di rumah ya. Inget loh apa yang dibilang sama dokter kemarin, makanan kamu harus dipantau. Kalau kamu makannya di luar kan bisa aja itu bukan makanan yang sehat." Bagaimana ini? Haruskah Ayuna mengatakan yang sebenarnya kalau dirinya memang tidak terbiasa untuk sarapan?
Kalaupun sarapan, biasanya Ayuna hanya akan memakan satu bungkus roti yang ia beli di perjalanan menuju halte bus. Ayuna jadi ragu apakah perutnya akan bisa menerima sarapan yang normal seperti ini atau tidak.
"Kamu nggak akan terlambat cuma karena sarapan, Ayu." Memang, Ayuna tidak akan pernah terlambat karena ia selalu datang lebih awal.
Senyuman Lara kembali tersungging karena pada akhirnya Ayuna mau menuruti keinginannya dan mulai duduk di kursi yang berhadapan langsung dengannya.
Di sisi satunya Ibra justru hanya diam sembari memperhatikan interaksi yang terjadi di antara kedua wanita itu, dan jujur saja Ibra tidak suka melihatnya.
Bisa-bisanya Lara malah bersikap sangat baik seperti ini pada wanita yang menjadi penyusup di rumah tangga mereka. Apakah Lara tidak takut kalau misalnya Ayuna malah berkhianat?
"Mas? Kok malah melamun sih, ayo sarapan dulu. Ntar kamunya malah telat loh." Semua pikiran buruk tentang Ayuna buyar begitu saja berkat suara Lara yang memasuki kedua rungunya.
Lima belas menit kemudian, suara alat makan yang saling beradu sudah tak lagi terdengar. Itu artinya semua penghuni yang ada di ruang makan sana sudah selesai dengan kegiatan sarapan bersama ini.
"Ayu, ini bekal makan siang buat kamu. Enggak usah jajan di luar, di dalam tas ini juga ada beberapa snack yang enak kok. Semoga kamunya suka ya." Kiranya Lara hanya akan mengajak Ayuna untuk sarapan bersama, tapi ternyata wanita ini juga memberikannya bekal. Betapa baik hatinya Lara ini.
Ibra sendiri tidak mau ambil pusing, ia lantas bangkit dari kursinya lalu mendekat ke arah Lara bermaksud untuk berpamitan pada istri yang amat ia cintai.
"Aku berangkat dulu ya, sayang. Kalau butuh apa-apa langsung kabarin aku, ya? Jangan lupa obatnya juga diminum." Di sana masih ada Ayuna, tapi sepertinya Ibra tidak peduli sama sekali.
Buktinya pria itu malah tengah sibuk membubuhi sekujur wajah pucat Lara dengan banyak sekali kecupan ringan penuh cinta.
Mungkin bagi para pelayan yang bekerja di rumah ini sudah terbiasa melihat adegan mesra yang sedang Lara dan Ibra pertontonkan secara cuma-cuma. Namun berbeda sekali dengan Ayuna yang sedang sibuk menundukkan kepalanya, ia tidak berani melihatnya sama sekali.
"Mas, berangkatnya barengan sama Ayu aja kan searah juga tuh." Bukan. Kepala Ayuna langsung menegak bukan karena suara kecupan itu tak terdengar lagi, melainkan ia terkejut setelah mendengar apa yang Lara ucapkan tadi.
"Eh, nggak usah Mba. Aku bisa berangkat sendiri kok, biasanya juga kaya gitu." Kali ini Ayuna tidak akan menerimanya sama sekali karena ia tidak akan bisa berada di dalam satu mobil yang sama dengan orang yang sangat membenci dirinya.
"Kamu ini, ada yang gampang kenapa malah nyari yang susah? Udah sana berangkatnya sama Mas Ibra aja, dianya juga nggak keberatan kok. Iya kan, Mas?" Ingat ini baik-baik, Ibra tidak pernah menolak apapun yang Lara inginkan sehingga ia hanya mengangguk dengan begitu pasrah.
Padahal di dalam hati mungilnya, Ibra sedang mengumpat sekarang. Bukan mengumpati istrinya kok, ia justru tengah mengumpati dirinya sendiri.
"Udah sana berangkat kaliannya, nanti malah telat lagi." Tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi, Lara langsung saja melepaskan pelukan antara dirinya dan Ibra. Wanita itu juga langsung mendorong punggung suaminya agar menjauh.
"Tunggu saya di depan." Baru kali ini Lara mendengar perintah yang Ibra berikan secara langsung padanya.
Tanpa adanya penolakan, Ayuna hanya mengangguk dan berlalu pergi begitu saja meninggalkan Lara dan Ibra yang entah ingin melakukan apa di sana.
"Mas, kamu jangan galak-galak dong sama Ayu, awas aja ya kamu kalau ketahuan galak ke anak baiknya aku. Kita musuhan." Padahal Ibra tidak ingin melakukan hal itu sama sekali, ia malah berpikir untuk mendiamkan Ayuna selama perjalanan.
"Iya, enggak sayangku. Kalau gitu aku berangkat dulu ya, i love you." Kali ini Ibra memberikan salam perpisahan dengan cara mengecup bibir Lara dengan durasi yang cukup lama.
Begitu ciuman itu terputus, Ibra langsung melenggang pergi dari sana bersama dengan tas kerjanya.
Sementara itu Lara masih setia memandang punggung tegap itu sembari mulai memikirkan beberapa rencana yang akan ia pakai untuk bisa membuat Ibra dan Ayuna menjadi akrab.
mampir jg dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/