NovelToon NovelToon
Serious? I'M Not A Hero!

Serious? I'M Not A Hero!

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sistem / Mengubah Takdir
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: ex

Kim Tae-min, seorang maniak game MMORPG, telah mencapai puncak kekuatan dalam dunia virtual dengan level maksimal 9999 dan perlengkapan legendaris. Namun, hidupnya di dunia nyata biasa saja sebagai pegawai kantoran. Ketika dunia tiba-tiba berubah akibat fenomena awakening, sebagian besar manusia memperoleh kekuatan supranatural. Tae-min yang mengalami awakening terlambat menemukan bahwa status, level, dan item dari game-nya tersinkronisasi dengan tubuhnya di dunia nyata, membuatnya menjadi makhluk yang overpower. Dengan status dewa dan kekuatan yang tersembunyi berkat Pendant of Concealment, Tae-min harus menyembunyikan kekuatannya dari dunia agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Di tengah kekacauan dan ancaman baru yang muncul, Tae-min dihadapkan pada pilihan sulit: bertindak untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran, atau terus hidup dalam bayang-bayang sebagai pegawai kantoran biasa. Sementara organisasi-organisasi kuat mulai bergerak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

semakin gelap

Aku melangkah santai menuju Min-Jae, Dae-Su, dan Ji-Ah, yang masih terdiam menatap sisa-sisa makhluk logam yang sekarang tak lebih dari tumpukan rongsokan. Senyum lebar menghiasi wajahku, dan sedikit ekspresi yang penuh kesombongan, tentu saja.

"KApakah kalian menikmati tontonan gratisnya?" tanyaku, menahan tawa kecil sambil membersihkan tangan dari debu yang menempel.

Min-Jae menggeleng, masih tampak terpana, dan Dae-Su hanya menyipitkan mata, menatapku dengan campuran antara kagum dan syok. Sementara Ji-Ah? Dia berusaha menyembunyikan kekagumannya dengan tatapan datar, meski aku tahu, di dalam hatinya ada rasa terkesima yang tak terucap.

“Apa yang baru saja kami lihat itu… apa kamu itu masih bisa disebut manusia?” gumam Ji-Ah, nyaris berbisik seolah untuk dirinya sendiri.

Aku hanya menyeringai, melangkah mendekat ke arah mereka. “Manusia atau bukan, aku cuma pelengkap cerita ini. Bayangkan aja kalau nggak ada aku disini, gimana caranya kalian kabur dari rongsokan berjalan tadi?”

Ji-Ah menghela napas, seakan kehabisan kata-kata. “Aku sudah curiga… tapi ngelihatnya langsung, kamu jelas lebih mirip… monster.”

“Kalian yang lebih mirip monster kalau terus jalan sambil nonton orang kerja, lho.” Aku melambaikan tangan, menyuruh mereka mengikuti langkahku menuju area berikutnya. “Yuk, lanjut! Mau nonton lagi, atau kalian mau bantuin sekalian?”

Dae-Su mendesah, melemparkan pandangan lelah. “Aku harap kali ini kita cuma ketemu musuh biasa aja.”

Saat kami bergerak lebih dalam, suasana di dalam gate mulai berubah drastis. Lorong-lorongnya yang tadi hanya berhiaskan corak kasar dan suram kini memiliki pola aneh yang menyala samar seperti energi asing yang mengalir melalui dinding-dinding batu. Kabut tipis mulai menyelimuti sekeliling, dan hawa dingin yang menusuk terasa semakin nyata di kulitku.

Dae-Su, yang tadi berdiri di belakang, mulai mendekatiku, menatap sekitar dengan waspada. “Perasaan tempat ini makin aneh. Kayak ada yang ngikutin kita dari belakang.”

Aku menyeringai sambil terus berjalan. “Hanya kamu yang merasa seperti itu, Dae-Su. Tapi kalau tempat ini benar-benar berhantu, akhirnya kita mungkin dapat hiburan yang layak buat disaksikan.”

Ji-Ah mendesah, menatapku dengan pandangan kesal. “Bisa nggak serius sebentar? Tempat ini jelas-jelas terpengaruh energi kegelapan… bisa saja ada jebakan disini.”

Kami terus berjalan, dan setiap langkah terasa semakin berat. Energi pekat ini aneh, seolah ada sesuatu yang mengamati kami dengan teliti. Setelah beberapa menit berjalan, kami tiba di lorong lebar dengan pintu besar berukir aneh di ujungnya. Di sekitar pintu, pola bercahaya tampak memanjang, membentuk jalur-jalur aneh yang merambat ke segala arah. Cahaya samar itu menambah kesan mistis di sekitarnya.

Min-Jae mengamati pintu itu. “Sepertinya ini jalan menuju level berikutnya... dan firasatku bilang kalau ada bahaya besar di baliknya.”

Aku menepuk pundaknya dengan ringan. “Yah, kalau ada yang perlu dihancurkan, tinggal bilang. Aku siap kapan pun.” Senyumku merekah lebar, setengah mengancam, mencoba membuat suasana sedikit santai. Namun, aku tahu mereka merasakan tekanan yang sama.

Ji-Ah tampak ragu, lalu menoleh padaku. “Jadi, kita… akan masuk kesana?”

Aku mengangguk. “Ya, kalau nggak masuk, kita mau nunggu apa? Lomba gosokin pantat di depan pintu?”

Dia mendesah, tapi akhirnya mengangguk. Kami semua bersiap, mengencangkan pegangan pada senjata masing-masing, lalu aku mendorong pintu itu pelan. Begitu terbuka, kabut dingin menyergap, membawa aura yang lebih menekan. Rasanya seperti melangkah ke dalam mulut kegelapan itu sendiri.

Kami masuk dengan langkah hati-hati, merasakan aura yang semakin pekat dan mengancam di setiap langkah. Ruangan ini besar dan kosong, namun atmosfernya penuh dengan bayangan yang seolah bergerak perlahan, mengikuti setiap langkah kami.

Dan, dalam keheningan yang mencekam itu, terdengar langkah berat... perlahan, mendekat dari arah depan.

Suasana dalam ruangan itu terasa semakin mencekam ketika makhluk besar itu mulai maju perlahan. Tubuhnya raksasa dengan kulit kasar berwarna hitam pekat, seperti baja teroksidasi yang dilapisi dengan garis-garis merah menyala yang berdenyut. Mata merahnya menyorot penuh kebencian, dan dari giginya yang tajam, keluar desis yang menyeramkan.

Aku, di ujung belakang, hanya bersandar santai sambil menyilangkan tangan di dada. Melihat betapa tegangnya mereka menghadapi makhluk ini, aku berdecak kecil sambil menahan tawa. "Ayo, kalian duluan. Anggap saja ini pemanasan."

Min-Jae, yang berdiri paling depan, melirikku kesal. Namun, tanpa banyak kata, dia menghunus pedangnya dan maju. Dengan ayunan kuat, pedangnya menghantam tubuh logam makhluk itu dengan suara keras. Hanya saja, goresan yang tercipta nyaris tak terlihat, dan makhluk itu balas menyerang dengan cakarnya yang besar. Min-Jae terpaksa menghindar dengan lompatan gesit.

Sementara itu, Dae-Su langsung menyiapkan senapannya dan menembakkan peluru bertubi-tubi, setiap peluru menghantam tubuh makhluk itu. Hanya saja, tak satu pun dari peluru tersebut tampak memberikan dampak berarti. Makhluk itu hanya berdecak, lalu melontarkan cakarnya dengan kekuatan brutal ke arah Dae-Su, yang terpaksa melompat ke belakang.

Ji-Ah, dengan cepat, merapalkan mantra. Cahaya biru berkumpul di tangannya, lalu menciptakan tombak es yang tajam. Dengan gerakan cepat, tombak itu ia lontarkan ke arah mata makhluk itu. Tombak es itu menghantam tepat di matanya, menciptakan suara retakan keras, namun tidak lama kemudian, makhluk itu kembali menatap dengan tatapan yang semakin ganas.

Melihat serangan mereka gagal, aku tertawa kecil sambil melambaikan tangan.

“Ayo, serius dong. Kalau tidak, monster ini bisa menganggap kalian cuma serangga kecil.”

Dae-Su menggeram, melotot padaku sambil mengisi ulang senjatanya.

“Kamu tahu makhluk ini sangat kuat, kan? Sedikit bantuan tidak akan menyakiti siapa pun.”

Min-Jae juga bersiap dengan posisinya, wajahnya terlihat tegang. "Ini bukan latihan! Kalau kamu mau membantu, lakukan sekarang.”

Aku hanya tersenyum tipis dan melipat tangan. "Kenapa buru-buru? Bukankah ini sudah cukup seru?"

Makhluk itu, yang tampaknya tersadar akan kehadiranku yang terkesan remeh, tiba-tiba beralih menatapku. Aku tersenyum, mengangkat bahu dan mengedikkan dagu. "Yuk, coba hajar mereka dengan serius. Aku masih ingin menikmati tontonan ini."

Makhluk itu meraung dan langsung menyerang ketiganya lagi. Min-Jae bergerak cepat, menangkis dengan pedangnya setiap serangan dari cakarnya yang besar, meski jelas tenaganya mulai terkuras. Ji-Ah kembali melepaskan tombak es, mencoba menusuk bagian tubuhnya yang terbuka. Serangannya melambat ketika kekuatannya tampak mulai menipis. Dae-Su terus menembak dari jarak jauh, peluru menghujani makhluk itu tanpa henti.

Pertarungan itu berlangsung sengit. Setiap kali mereka menyerang, makhluk itu membalas dengan kekuatan yang brutal. Aku hanya berdiri menyaksikan, tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala, menikmati setiap aksi dari ketiganya yang berjuang mati-matian.

Min-Jae, dengan napas yang mulai tersengal, melirik ke arahku. “Kalau kamu tidak mau membantu, setidaknya... beri kami dukungan moral!”

Aku hanya mengangkat bahu, tertawa kecil. “Baiklah, baiklah. Semangat ya, kalian semua.”

Dae-Su mendesah, sambil terus menembakkan peluru terakhir yang ia miliki. Ji-Ah, yang sudah kelelahan, berlutut dan mulai terengah-engah. Makhluk itu masih berdiri dengan tatapan ganas, tampak tak terpengaruh oleh serangan mereka.

Makhluk itu melangkah maju, matanya yang merah berkilat-kilat mengawasi ketiga rekan satu timku yang kini tampak kehabisan tenaga. Sementara itu, aku bersandar santai, dengan tangan terlipat di dada dan mulut tak henti-hentinya mengeluarkan komentar sarkastik, benar-benar menikmati tontonan ini.

Min-Jae mengayunkan pedangnya lagi, serangan yang sebenarnya kuat, tapi hanya menggores tipis kulit makhluk itu. Aku berdecak, menahan tawa.

"Bagus, Min-Jae! Pakai jurus Luka Gores Tipis lagi. Siapa tahu, kalau dikumpulin, nanti jadi satu bekas luka yang kelihatan, ya?"

Min-Jae melotot padaku, lalu menghindari serangan cakar besar dari makhluk itu dengan lompatan ke belakang.

"Tolong serius sedikit, mungkin?"

"Hei, siapa bilang aku nggak serius? Seriusnya dalam hati, dong."

Dae-Su terus menembak dari kejauhan, peluru bertubi-tubi menghantam tubuh makhluk itu, yang tampaknya hanya menganggap peluru-peluru itu sebagai pijatan gratis. Aku mengangguk sambil berpura-pura kagum.

"Wah, peluru kaliber ringan! Mungkin bakal efektif... kalau kita lawan nyamuk raksasa."

"Diam atau aku tembak kamu sekalian!" teriak Dae-Su sambil tetap mencoba menjaga jarak. Tapi gerakannya mulai melambat, jelas dia kelelahan.

Di saat itu, Ji-Ah mengumpulkan sisa energi terakhirnya, merapalkan mantra dengan nada putus asa, dan menciptakan tombak es yang sepertinya lebih kecil dari sebelumnya. Dia melemparkan tombak itu ke arah mata makhluk itu, yang tentu saja... hanya sedikit bergeming. Aku menghela napas sambil bertepuk tangan malas.

"Bravo, Ji-Ah! Tombak mini buat mata monster raksasa. Kamu tahu, kan? Itu kayak lempar jarum ke arah tank."

Ji-Ah menoleh padaku dengan mata yang tajam. “Kalau kamu tidak membantu, mungkin bisa diam saja?”

Aku hanya tersenyum santai sambil melambai. "Hei, ini baru sesi pemanasan, santai aja. Aku kan di sini cuma buat jadi cheerleader kalian."

Makhluk itu tampak mulai jengkel karena belum berhasil melumpuhkan mereka sepenuhnya. Ia mengangkat cakarnya yang besar, menghantam Min-Jae hingga terpelanting. Lalu, dengan langkah berat, ia melangkah ke arahku. Aku memiringkan kepala, tersenyum kecil.

"Oh, akhirnya kamu sadar ya kalau aku ada di sini? Bagus! Kalau mau coba bunuh aku, kuy lah."

Makhluk itu meraung dan menghentakkan cakarnya ke arahku. Aku menghindar sedikit, biar tetap terlihat keren. Dae-Su, dengan suara setengah frustasi, memberikan peringatan padaku. “ Hati-hati! dia bisa mencabik - cabik kamu jadi daging cincang!”

Aku tertawa. "Oh, nggak usah khawatir, daging cincang bukanlah gayaku. Maksimal jadi sushi roll yang sedikit berantakan aja."

Makhluk itu kembali menyerang ketiganya dengan kekuatan brutal, tapi mereka bertiga sudah sangat kelelahan. Serangan demi serangan hampir tidak lagi berdaya menghadapi kekuatan raksasa itu. Aku mengangkat tangan, memutuskan mungkin ini saatnya beraksi.

“Baiklah, cukup pemanasan. Ayo sini, Mr. Beruang Baja. Kamu sepertinya butuh pelajaran sedikit soal cara menghajar orang yang benar!”

Aku melangkah maju, menepuk bahu Min-Jae yang terlihat hampir ambruk. "Bagus bro, kamu udah memberikan semua usahamu. Sisanya biar aku yang beresin... atau setidaknya, coba cari kacamata renang kalau nanti ada hujan darah."

Min-Jae hanya menghela napas, terlalu lelah untuk membalas. Aku pun melangkah maju sambil berdeham. "Hei, Mr. Beruang Baja, serius deh, aku harus apresiasi kemampuanmu buat jadi tembok berjalan. Tapi sayangnya, tembok pun akhirnya harus rubuh."

Aku menggulung lengan, menatapnya sambil tersenyum.

"Game start, baby."

1
RYN
MC tentu op, okelah sebenernya, tapi kenapa kudu di sembunyi? saran sih, alur ceritanya jadi misteri aja. Menceritakan MC mencari tahu asal kekuatan nya, op karena alasan yang jelas lebih di sukai pembaca.

dah gitu aja.
Hanya Seekor Lalat: diawala doang, itu bab 9 kedepan udah gak nyembunyiiin lagi cmiwww
total 1 replies
RYN
kayaknya udah pernah ngomong gitu? ngulang kah?
Hanya Seekor Lalat: cuma penjelasan aja
total 1 replies
RYN
gak habis pikir sih ni karakter udah 4D, tau aja dia di dalam novel/Facepalm/
アディ
ntah lah aku ngerasa kayak, terlalu ber tele tele
アディ: iya sih toh mcnya terlalu op
Hanya Seekor Lalat: maaf ya, itu buat kebutuhan cerita, kalo gebuk gebuk end, kayak kurang enak buat dibaca
total 2 replies
Roditya
komen ya Thor. kayak baca narasi. terus dia nyembunyikan kekuatannya ini nggak jelas gitu alurnya kalo cuma takut jadi bahan percobaan. ya kan dia sudah paling kuat, kenapa takut.

kecuali.

dia punya musuh tersembunyi. demi nemuin musuhnya ini dia tetep low profile gitu. atau di atas kekuatan dia masih ada lagi yang lebih kuat yang membuat dunianya berubah makannya untuk nemuin harus tetep low profile dan itu di jelasin di bab awal. jadi ada nilai jualnya.
Hanya Seekor Lalat: siap, itu cuma di awal cerita aja dari mulai bab 6 kalo gak salah udah gak ada
Fendi Kurnia Anggara: thor cuman saran, kata author nya di hilangin aja biar lebih enak baca nga
total 9 replies
Leviathan
yu bruh, 3 like mendarat untuk mu, jgn lupa mampir juga di chat story ane dan tinggalkan like
Teh Oolong
colossal titan malah jadi shaitan
Andri Suwanto
kntl kata² setiap bab pasti di sebut 10 kali author apa coba kaga jelas
Raja Semut
malas dah
Hanya Seekor Lalat: malas kenapa?
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!