Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Update: Dua hari sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Siapa wanita itu?
Setelah keluar dari gua itu, kami menemukan mobil bus hancur yang masih berlokasi di dalam hutan. Kemungkinan tempat ini pernah menjadi tempat beristirahat pemburu lain, karena ada beberapa peralatan mereka yang tertinggal.
Kami memutuskan untuk beristirahat beberapa jam di sana, lantaran sejauh ini tidak ada lokasi yang cocok lagi selain tempat itu. Meski aku merasa tidak aman mengingat kita masih berada di luar, sangat mungkin untuk Wanters bisa menemukan keberadaan kami.
Aku mencoba melihat-lihat bersama Yuya, namun kami tidak menemukan barang yang sekiranya berguna untuk perjalanan. Kebanyakan yang kulihat hanya Beasthearts kosong tanpa Arcis dan beberapa tas.
Dari dalam mobil Mio berteriak menyuruhku dan Yuya untuk menghampirinya.
"Coba lihat apa yang kita temukan." Mio menunjukan sebuah tas hitam berisi makanan kaleng.
Yuya mengambil dan menghirup salah satu makanan. "Sepertinya masih bisa di makan, baguslah kita bisa stok sebagian untuk nanti."
"Kalo gitu kita bisa memasak beberapa sekarang, Yuto bilang dia lapar."
"Eh, Aku? Uh, iya sih, tapi aku gak bilang begitu."
"Sudahlah kau turuti saja, bisa tolong nyalakan api dari Beasthearts-mu."
"Beasthearts-Ku? ..." menatap bingung.
Aku membantu mereka untuk mengumpulkan beberapa ranting pohon, Yuya membersihkan tempat yang akan di jadikan perapian untuk membakar makanan tersebut.
Sesekali aku memantau sekitar untuk berjaga-jaga jika ada Wanters yang mendekati kami ... setelah terkumpul cukup banyak aku membawa ranting ini pada yang lain. Mereka juga telah menyiapkan segalanya.
"Raika tolong taruh di sana," suruh Mio. "Yuto tolong hidupkan apinya, yah."
"Baik ... kenapa harus Beasthearts-ku," gumam Yuto, ia menyalakan pistolnya kemudian di sentuhkan pada ranting itu.
'Mmm mirip seperti korek api,` batin.
Mio menambahkan beberapa rempah-rempah yang ia dapatkan tidak jauh dari tempat kami berada. Aku tidak tau rempah apa yang Mio campurkan pada makanan tersebut, namun ia bilang itu dapat di makan jadi jangan khawatir.
Mendadak, aku merasa ada yang aneh dari energi yang bergerak cepat kearah kami.
"Raika?" Yuya menatapku, mungkin karena diriku yang terkejut.
"Tidak jauh dari arah utara, terdapat 5 Wanters bergerak dengan cepat, mungkin mereka berada di tingkat 2," jawabku.
"Sudah kuduga situasi ini akan datang. Mio kau fokus saja pada makanannya. Yuto, Raika, kalian jaga disini ..." tegas Yuya.
"Tunggu Yuya, yang kita hadapi sekarang adalah Wanters tingkat 2 dan jumlah mereka ada 5 apa kau akan menghadapinya sendirian?" tanya Yuto dengan nada tegas.
Tidak lama setelah itu, perasaan yang lebih mencekam kurasakan tidak jauh dari belakang. "Tidak! Ada satu lagi," menoleh.
BRUSK
'Wanters tingkat tiga.'
Refleks, kekuatan itu kuaktifkan, seketika muncul tangan yang menahan tubuh besar-nya. Aku menatap, kemudian mengepalkan tangan.
BUGRK
Cahaya biru dari tangan memercikan beberapa petir kemudian meremukkan tubuh Wanters, sebelum energi merah menyembur dari mulutnya.
'Huh!` tanpa kusadari lima Wanters sudah berada tidak jauh dari tempat kami---mereka datang. Saat itu juga, ratusan tangan kecil muncul dari berbagai arah menyegel pergerakan semua Wanters.
'Perasaan apa yang kurasakan sekarang, sakit? Kosong? Sedih? Marah? Apa yang terjadi,`
"Wow, indahnya ..." gumam Mio, menatap tangan-tangan itu yang muncul dari sebuah kabut.
"Mereka sudah tidak dapat bergerak, Yuto bantu aku, menghancurkan inti matanya," teriak Yuya.
"Baik!"
~(Hahahaha-hahaha-hahahah) suara tertawa banyak orang dalam pikiran.
~(Hey-hey kenapa kau tidak mati bersama Aya-Raika-Crusm-Dasar samp....) menggelengkan kepala, 'Fokuslah Raika,` menonaktifkan kekuatan itu, menepuk-nepuk muka.
"Raika? Apa kau baik-baik saja?" tanya Mio.
"Hu! I-iya, mungkin aku hanya sedikit lapar."
Yuya, Yuto, telah menghabisi semua Wanters itu, mereka kembali membawa enam Arcis termasuk Arcis tingkat 3. Kami kembali menunggu makanan sambil berbincang singkat mengenai yang baru saja terjadi.
Aku tidak tau kenapa, aku merasa selalu diperhatikan oleh Yuya, berbeda dengan mereka berdua yang sedang fokus menyiapkan makanan.
Mencoba tidak menatapnya.
"Akhirnya sudah siap, silahkan di coba dulu jangan kasih nilai nol yah," Mio membawa 4 makanan kaleng yang telah dihias dengan rapih, aroma daging-nya cukup lembut, dan beberapa dedaunan tampak layu menyatu sama air seperti kaldu.
Aku mengambil sumpit dari kayu yang telah disiapkan Mio, kemudian mengambil kaleng yang ditahan oleh papan yang Yuya potong karena bawahnya panas. Menghirup kembali.
Yuto telah memakan duluan, mulutnya di penuhi daging. "Tol ..." mengacungkan ibu jari pada Mio.
"Bodoh! Sudah kubilang jangan bilang nol," Mio melempar sepatu miliknya, hingga Yuto hampir terjatuh kebelakang.
Yuto menelan, batuk. "Apa kau tidak dengar yang kubilang! Aku bilang TOP! Bukan nol dasar otak udang."
Mio terdiam. "Eh? Iya kah? ... terima kasih," tersenyum melihat Yuto yang masih batuk.
'Makanan buatan Mio benar-benar enak, seperti wanita itu yang selalu mencoba mengajariku mas ... Wanita? Mmm Wanita? Siapa?' berhenti menyantap makanan. Menggelengkan kepala, 'Akan kupikirkan nanti, sekarang bukan waktu yang tepat, namun siapa?'
Setelah makan, kami memutuskan untuk beristirahat lebih lama di dalam bus. Meski cukup berbahaya, tapi di sini jauh lebih baik karena sebelum Wanters menyerang seharusnya ia akan mengenai bus terlebih dulu sehingga dapat membangunkan kami.
***
Beberapa jam setelah menyantap makanan.
Menatap mereka bertiga yang sedang tertidur sambil duduk di atas kursi bus. 'Entah kenapa sulit sekali untukku tidur ... mungkin karena orang itu, kenapa aku melupakan namanya,' badan bergetar sendiri, memukul wajah.
'Mungkin aku perlu sendiri dulu.' Berjalan keluar mobil bus ... suara aliran air terdengar tidak jauh dari tempatku berada, aku mengikuti suaranya hingga membawaku pada sungai selebar 15 meter yang arusnya mengarah ketempat gua itu.
Angin dingin berhembus lembut menyentuh rambut-rambutku, aku berjalan menuju pohon besar tumbang di sisi sungai dan mencoba duduk di atas batu besar sembari ingin merasakan arus air menyentuh kaki.
Hening....
"Kehidupan ini, memang menyebalkan yah," bergumam sendirian.
Menghela nafas.
"Ya, kurasa juga begitu, tapi menurutku itu tidak terlalu buruk," suara yang mendadak menyahut perkataanku dari belakang.
Menoleh. Sesosok pria berjalan ke arahku dengan Beasthearts sebagai penerangannya. "Yuya?"
End bab 21
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.