kumpulan fic Jaewoo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Introverted and Extroverted Part 001
...***...
Seorang pemuda tampan tengah berlari sekuat tenaga, melambaikan tangan sambil berteriak memohon pada pengemudi bus untuk menunggunya.
Tali sepatu conversenya tidak diikat dengan benar, hampir saja terinjak olehnya dan dia akan jatuh terjerembab ke depan mencium aspal yang keras. Dengan senyum lebar seperti menang lotre, dia melompat naik ke atas bus, sepersekian detik sebelum pintu otomatisnya ditutup.
"Terima kasih karena sudah menungguku!" Ia membungkukan badannya dalam pose hormat singkat. Kembali tersenyum memamerkan deretan gigi putih yang berjajar rapi menyilaukan.
"Tsk, harusnya lain kali aku membiarkanmu terjepit pintu."
Pemuda itu tertawa. Suaranya bening dan bersih seperti dentingan lonceng gereja di hari Minggu. Dia merogoh saku celananya ―motif kotak-kotak warna biru tua― dan mengeluarkan kartu transportasi untuk pembayaran.
"Jangan begitu. Seorang pemuda tampan sepertiku tidak akan terlihat keren jika terjepit pintu!"
Pengemudi bus memutar bola matanya tidak tertarik.
Pemuda itu, Jung Jaehyun namanya, masih tersenyum-senyum.
Mengedarkan pandangannya sekilas mengamati kondisi di dalam bus dan mencari tempat kosong untuk duduk.
Sepasang mata yang cemerlang seperti langit di musim panas, tertuju pada deret belakang. Tempat favoritnya.
"Yo!" Mingyu melambaikan tangan padanya. Cengiran Jaehyun melebar dan sambil membenarkan letak strap tas pada pundaknya, ia berjalan menghampiri kawannya, duduk di sampingnya.
"Aku hampir berharap bisa melambaikan tangan padamu dari balik jendela bus seperti kemarin!"
Jaehyun menyeringai. "Cih! Kali ini aku tidak akan membiarkanmu melakukannya lagi!"
Kemudian mereka tertawa. Terlibat dalam obrolan seru tentang siaran pertandingan bola semalam. Tentang latihan mereka siang nanti dan rencana pertandingan persahabatan melawan sekolah Dream minggu depan. Tentang gadis-gadis sexy dari grup cheerleader sekolahnya. Tentang menu makan siang. Bahkan tentang pekerjaan rumah yang belum dikerjakan.
Jung Jaehyun merupakan tipikal pangeran sekolah. Populer, tampan, mudah bergaul, aktif dalam olahraga, dan mempunyai segudang penggemar.
Siapa yang tidak mengenal seorang Jung Jaehyun? Semua orang di Neo International School tahu siapa dia.
Jung Jaehyun kapten tim football sekolah sekaligus presiden organisasi kesiswaan. Sebenarnya dia tidak tertarik pada badan kesiswaan, tapi saking terkenalnya dia, 80% siswa menunjuknya sebagai presiden. Dengan kondisi seperti itu, pengambilan suara tidak perlu dilakukan lagi. Padahal dia tidak mencalonkan diri sebagai kandidat presiden. Dia dipaksa!
Tapi sebagai pangeran sekolah yang dipuja-puja, mana mungkin dia mengecewakan ratusan penggemarnya, kan? Dengan itu Jaehyun resmi dinobatkan menjadi presiden kesiswaan, padahal dia sama sekali tidak tertarik dengan jabatannya. Lalu apa yang terjadi pada badan kesiswaan dengan pemimpin seperti itu?
Bus berhenti pada halte berikutnya. Pintu terbuka dan beberapa orang masuk.
Jaehyun mengangkat kepala dan matanya bertemu dengan manik indah yang begitu familiar. Kata sapaan belum sempat ia lontarkan, pemuda yang baru masuk tadi membuang muka dan duduk di kursi kosong di depan. Jaehyun hanya menggeram pelan.
Kalau bukan karena wakil presiden yang sekarang, badan kesiswaan tidak akan terurus karena Jaehyun terlalu sibuk dengan kegiatannya sendiri.
Kim Jungwoo namanya, si pemilik mata indah barusan, sekaligus wakil presiden kesiswaan. Dia merupakan antonim dari seorang Jaehyun. Tidak terkenal, antisosial, tidak suka olahraga, dan tidak mempunyai penggemar.
Hanya sedikit orang yang tahu kalau Kim Jungwoo adalah wakil president. Keberadaan Kim Jungwoo seperti menjadi rahasia di antara pengurus kesiswaan. Bahkan hampir semua orang akan mengerutkan kening jika ditanya tentang siapa itu sosol Kim Jungwoo. Betapa tidak terkenalnya dia.
Semua orang hanya tahu presiden saja. Segala hal yang berhubungan dengan urusan kesiswaan selalu beres di tangan Jaehyun. Begitu menurut mereka. Yang tidak mereka ketahui, di balik keteraturan organisasi dan rencana kerja yang tersusun rapi, adalah sosok Kim Jungwoo. Pemuda berparas manis atau lebih tepatnya cantik yang keberadaannya tak banyak diketahui. Tentu saja tak banyak yang mengenal dirinya.
Kim Jungwoo adalah tipe siswa yang tak akan bicara sampai ditanya. Itu pun akan ia jawab dengan singkat seperlunya.
Kim Jungwoo akan duduk di sudut terjauh kafetaria, menghabiskan makan siangnya sendiri dan menghindari keramaian siswa yang sibuk perang sayuran. Dia tidak akan menyapa siapa pun dalam perjalanannya ke dan dari sekolah. Tidak mencoba membangun pembicaraan. Tidak suka menjadi pusat perhatian.
Setahu Jaehyun, satu-satunya alasan mengapa ia tergabung dalam kepengurusan kesiswaan, bahkan hingga menjadi wakil presiden, adalah karena pengaruh Mark Lee yang menjadi satu-satunya sahabat Kim Jungwoo. Pemuda itu yang menyeretnya masuk ke organisasi dan merekomendasikan Kim Jungwoo sebagai wakil. Tentu saja tak ada yang keberatan. Tidak ada yang cukup berani untuk bersanding dengan Jaehyun. Entah karena mereka terlalu percaya diri atau tak mau repot. Bagaimana pun juga Jaehyun memiliki jam terbang tinggi, jadi pasti tugasnya akan banyak dilimpahkan pada wakilnya. Jadi pasti wakilnya yang akan lebih berperan. Jadi pasti wakilnya yang akan banyak direpotkan. Dan Kim Jungwoo hanya diam saja saat ditunjuk menjadi wakil president. Mungkin dia terlalu enggan untuk menolak.
"Hei, siapa yang sedang kau perhatikan?" tanya Mingyu penasaran. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk mencari tahu. Tapi ia tidak melihat seseorang yang terlihat menarik, setidaknya untuk dirinya.
Jaehyun hanya menggelengkan kepala dan tertawa.
"Hahaha....Tidak ada." jawabnya.
"Hmm, tentu saja tidak ada! Tidak ada yang cukup tampan seperti diriku hingga bisa menarik perhatianmu!" Mingyu memainkan kedua alisnya jenaka.
Jaehyun memutar bola matanya.
***
Waktu menunjukkan pukul 10 malam saat Jaehyun melangkah keluar dari bilik kamar mandi menuju ruang ganti.
Selesai latihan bola tadi pelatih menahannya untuk berdiskusi tentang strategi pertandingan persahabatan nanti. Akhirnya hanya tinggal ia sendiri, teman-teman satu timnya sudah pulang dari tadi.
Jaehyun membuka lokernya dan mengeluarkan kemejanya. Dia langsung memakainya, tak peduli rambutnya masih basah. Kemudian celana bahan motif kotak-kotaknya, dan yang terakhir adalah hoodie hitam yang menjadi ciri khasnya. Blazer biru tua, baju kotor, dasi dan kaos kaki ia jejalkan ke dalam tasnya dengan asal.
Duduk di bangku panjang, Jaehyun menyimpulkan tali sepatunya. Ia berdiri dan mengecek pantulan dirinya di cermin. Tetap tampan seperti biasa. Oh, tentu saja dia terlihat seksi dengan rambut setengah kering dan muka berseri-seri.
Jaehyun menyapukan tangan pada surai hitamnya sambil berlalu pergi meninggalkan ruang ganti. Ia ingin segera sampai di rumah dan merebahkan diri di atas kasurnya yang empuk.
Derap langkahnya terdengar menggema di koridor sekolah yang sunyi. Tentu saja semua orang sudah pulang. Siapa yang masih tinggal di sekolah jam segini?
Tapi kemudian alisnya mengernyit. Lampu ruang kesiswaan masih menyala. Sinarnya menyusup keluar dari celah sempit pada pintu, menyinari koridor yang temaram. Jaehyun melongokkan kepalanya. Apa yang ia lihat membuat keningnya berkerut lebih dalam.
Apakah itu Kim Jungwoo yang duduk di kursinya ―kursi sang presiden!― dengan kepala tersembunyi pada telungkupan tangan? Yang ia lihat hanya kumpulan rambutnya berantakan. Khas seorang Kim Jungwoo. Ya, tentu saja itu dia. Hanya Jungwoo yang berani duduk di kursinya tanpa izin. Kurang ajar sekali dia.
Jaehyun berdecak pelan. Tiba-tiba saja ia mengaktifkan mode stealth, melangkah masuk dengan hati-hati. Ia berdiri di depan meja mahoni ―meja sang presiden!― dan melipat kedua tangannya.
Terlintas di benaknya untuk mengagetkan Jungwoo. Sebuah gebrakan keras di meja tentu akan membuat telinganya berdenging. Pelajaran untuk orang yang telah seenaknya menggunakan properti miliknya.
"Hnghh―"
Jaehyun mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. Apakah barusan Kim Jungwoo yang bersuara?
Jaehyun merunduk dan memiringkan kepalanya mencoba melihat Jungwoo lebih jelas lagi. Hanya untuk memastikan kalau orang itu benar-benar tertidur.
Jaehyun harus menutupi mulutnya untuk menahan tawa yang mencoba keluar. Sepasang matanya terpejam, bulu matanya yang lentik terlihat menarik dimatanya, wajahnya yang lebih mirip gadis tomboy saking cantiknya untuk seorang pria, mungkin tampak aneh, ya wajah anehnya yang tak pernah gagal membuatnya tergelitik.
Biasanya Jaehyun tak akan mampu menahan tawa lebih lama, tapi alis Jungwoo yang mengernyit dalam bahkan saat tidur, berhasil menghilangkan kegeliannya. Apalagi ada kantong tidur di bawah kedua matanya. Bahkan bahunya tidak berada dalam posisi santai, tegang penuh beban tekanan. Kim Jungwoo terlihat begitu lelah. Pemuda ini pasti kurang tidur.
Setumpuk dokumen di atas meja menarik perhatian Jaehyun.
Jaehyun menegakkan badannya, mengulurkan tangan membuka-buka lembaran kertas A4. Semuanya tentang program kesiswaan.
Laporan pertanggungjawaban kegiatan yang telah lalu, proposal acara yang akan datang, laporan keuangan, surat-surat, dan file-file kesiswaan lainnya.
Jaehyun mengerutkan keningnya. Bahkan ia tidak tahu apa saja isinya. Semuanya ditulis atas nama presiden kesiswaan, tinggal menunggu tanda tangan darinya saja.
Jaehyun meringis getir dan kembali memandangi sosok Jungwoo yang masih terlelap.
Selama ini dia tidak menyadari Jungwoo bekerja terlalu keras menyelesaikan urusan kesiswaan. Dia berperan ganda, sebagai wakil president sekaligus presiden di balik layar sendiri.
Jaehyun terlalu mementingkan tim football yang telah mengharumkan nama sekolah, hingga tak melakukan tugasnya dengan benar.
Oh, tentu saja yang diketahui orang-orang hanya Jung Jaehyun, presiden kesiswaan yang penuh tanggung jawab dan dedikasi tinggi. Semua program dan acara yang sukses diadakan adalah berkat dirinya. Padahal dia tidak melakukan apa-apa selain berdiri di podium dan melakukan pidato sederhana. Padahal yang setiap hari tinggal hingga larut menyelesaikan setumpuk laporan adalah wakilnya. Adalah Kim Jungwoo yang bahkan tidak dikenali oleh 80% siswa sekolah ini. Dan Jaehyun yang menerima semua pujian serta tepuk tangan. Ironis sekali.
"Jungwoo. Hei, Kim Jungwoo―" Jaehyun berbisik, menepuk pundak Jungwoo pelan. Akhirnya dia tidak jadi menjalankan rencananya mengagetkan si wajah aneh ini. Dia tidak sampai hati melakukannya.
"Kimmie."
Sepasang mata Jungwoo terbuka perlahan. Tidak fokus. Mengerjap sekali, dua kali; masih belum fokus sempurna.
Saat Jungwoo mulai mengangkat kepalanya yang terlihat begitu berat, Jaehyun mundur selangkah dan menunggu. Jungwoo menolehkan kepalanya ke samping-samping, terlihat bingung. Sudah berapa lama ia tertidur, Jaehyun tidak tahu. Tapi melihatnya seperti orang amnesia cukup menghibur Jaehyun.
Oops, apakah itu air liur yang mengering di sudut mulutnya?
Lucunya...
Jaehyun jadi ingin tertawa lagi.
Jungwoo belum sadar sepenuhnya, tapi begitu tahu kalau ia tidak terbangun sendirian, yang selanjutnya ia lakukan adalah mengusap daerah sekitar mulutnya menggunakan ujung lengan blazer biru tua.
Blushh!
Muka Jungwoo sedikit memerah. Sepertinya dia sadar kalau telah tertidur dengan tidak elit dan mengeluarkan air liur.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Jungwoo bertanya dengan suara parau. Ia berdehem dan membenarkan seragamnya.
"Oh, tidak ada. Aku hanya kebetulan lewat dan melihatmu tidur di kursiku. Hanya itu." Jaehyun mengangkat bahu.
Jungwoo mendengus. Ia membereskan tumpukan kertas yang kusut karena ia tiduri. Mengemasi peralatan tulisnya dan merapikan dokumen-dokumen di atas meja. Sementara Jaehyun hanya berdiri dan memperhatikan saja.
"Kau belum pulang?" Jaehyun bertanya. Sesuatu yang sudah jelas jawabannya. Pertanyaan bodoh. Tentu saja Kim Jungwoo belum pulang, buktinya dia masih ada di sini. Tiba-tiba saja ia merasa canggung dan tidak tahu harus berkata apa.
Kim Jungwoo jarang bicara, apalagi membicarakan tentang dirinya sendiri. Jadi Jaehyun tidak tahu apa kesukaannya, atau apa yang sering ia lakukan di waktu luang.
"Emm... belum" Jungwoo menggelengkan kepala, seraya memasukkan dokumen-dokumen ke dalam folder. Tak butuh waktu lama hingga meja presiden kesiswaan rapi seperti semula. Rapi karena tak pernah digunakan, lebih tepatnya. Jaehyun kan jarang sekali duduk manis di sini dan mengerjakan dokumen. Coret yang tadi. Dia tidak pernah duduk dan mengerjakan dokumen kesiswaan di sini.
"Kalian latihan hingga selarut ini? Pasti berat mempertahankan gelar juara."
Jungwoo beranjak untuk pergi. Menenteng tas dan folder dokumen tebal.
"Pelatih ingin mendiskusikan sesuatu, jadi aku tinggal lebih lama." Jaehyun menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. Rambutnya belum kering benar, lembab tersentuh ujung jarinya.
"Kau sendiri, apakah selalu tinggal hingga selarut ini?"
Jaehyun mengekor Jungwoo keluar dari ruang kesiswaan, setelah memastikan lampu mati dan memastikan semua jendela telah terkunci. Berjalan beriringan melewati koridor sekolah yang temaram. Suara derap langkah mereka menggema dalam sepi.
"Tidak, tapi ada banyak laporan yang harus aku periksa sebelum kau tanda tangani. Tentu kau tak mau membacanya satu per satu, kan?" Jungwoo menoleh ke arah Jaehyun, memicingkan sepasang matanya tajam.
Jaehyun hanya mengangkat bahu. "Kau tahu bagaimana tim football sekolah. Aku tidak akan punya waktu untuk sekedar memeriksa dokumen-dokumen kesiswaan." Ia beralasan.
Jungwoo hanya mendengus.
"Tentu saja. Kau hanya perlu tanda tangan dan pidato seperti biasa. Aku yang akan mengurus semuanya."
Dengan itu Jungwoo berjalan duluan, meninggalkan Jaehyun yang hanya bisa diam memandang punggungnya yang semakin menjauh.
Jaehyun tidak pernah bermaksud melimpahkan semua tanggung jawabnya pada Jungwoo, sungguh. Tapi ia juga tidak mungkin meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kapten tim football.
Kalau boleh, tentu dia akan mengundurkan diri dari kesiswaan. Hanya agar Jungwoo mendapatkan posisinya yang seharusnya. Dia adalah presiden kesiswaan yang sesungguhnya. Tugas Jaehyun sebatas seremonial saja. Dia bahkan tidak berkontribusi langsung. Semuanya beres di tangan Kim Jungwoo. Dia yang bekerja keras di balik layar.
Dan siapa yang menerima semua pujian dan tepuk tangan? Jaehyun.
Benar-benar ironis.
****
Jam tujuh pagi Jaehyun sudah melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolahnya yang megah. Agak aneh memang, bahkan untuk dirinya sendiri. Biasanya sepagi ini ia belum bangun, alarmnya baru akan berbunyi jam setengah delapan.
Ibunya keheranan melihatnya sudah rapi dan duduk di depan meja makan sambil mengunyah roti.
Masih belum ada siapa-siapa di sini. Hanya satpam sekolah dan tukang bersih-bersih yang terkejut akan kehadirannya. Tentu saja. Jung Jaehyun terkenal karena sering terlambat.
Dengan langkah ringan ia berjalan menyusuri lorong sekolah, bersiul-siul riang.
Hari ini suasana hatinya sedang bagus, entah mengapa. Ternyata bangun pagi menyenangkan juga. Kemarin malam ia kelelahan setelah latihan dan tidur nyenyak sekali. Kemudian pagi ini bangun dengan badan segar bugar. Kapan terakhir kali ia begitu bersemangat di pagi hari?
Langkah kakinya terhenti di depan ruang kesiswaan.
Jaehyun mendekat dan menempelkan telinganya ke daun pintu. Samar-samar ia dapat mendengar makian dari dalam. Suara Kim Jungwoo, tidak salah lagi. Apa yang ia lakukan sepagi ini di dalam sana?
Jaehyun membuka pintu dan mempersilakan dirinya masuk. Ia langsung bertemu pandang dengan sepasang mata Jungwoo yang memicing lelah. Warnanya agak merah; kurang tidur.
Jungwoo sedang mengusap-usap kemejanya dengan tisu. Sedikit basah di sana. Sepertinya ia menumpahkan minuman mengenai seragamnya.
Jungwoo mengangkat alisnya heran.
"Jaehyun? Apa yang kau lakukan sepagi ini?"
Jaehyun menutup pintu di belakangnya dan melangkah mendekat ke arah Jungwoo yang lagi-lagi duduk di kursinya. Setumpuk dokumen yang ia periksa semalam sudah tertata rapi di atas meja.
"Aku bangun kepagian. Entahlah." Ia mengangkat bahu.
Jungwoo menghela nafas.
"Kukira kau ada latihan pagi."
Tisu bekas ia lemparkan ke sudut ruangan. Sayang sekali hanya menyenggol bibir tempat sampah, jatuh ke atas lantai. Ia menggerutu dan bangkit berdiri untuk membuang tisu sialan itu ke dalam tempat sampah.
"Pelatih memberi waktu istirahat untuk hari ini. Besok kami akan bertanding melawan sekolah Dream."
Jungwoo hanya menganggukkan kepalanya mengerti.
Jaehyun memutuskan untuk duduk di sofa dan meluruskan kedua kakinya ke depan. "Kau sendiri― masih sibuk menyelesaikan dokumen?"
Pemuda itu menggelengkan kepala.
"Sudah selesai." Keningnya berkerut saat ia memegang bekas basah pada kemejanya. Sedikit lengket.
"Kalau kau ada waktu, aku perlu kau menandatangani beberapa dokumen."
"Oh. Tentu. Sekarang?"
"Besok."
"Hah?"
"Tentu saja sekarang." Jungwoo mendengus.
"Bodoh." Ia menambahi.
Jaehyun tahu itu pasti bukan suatu pujian. Dia hanya menghela nafas dan beranjak dari sofa, berpindah untuk duduk di kursi presidennya. Rasanya sudah lama sekali ia tak duduk di sana. Rasanya hangat, pasti Jungwoo sudah lama duduk di situ.
"Jadi? Mana dokumen yang harus aku tandatangani?" Sebuah pena telah siap dalam genggaman tangan kanannya. Saatnya dia melakukan tugasnya.
"Hmm, biar kulihat―"
Jungwoo berdiri di sampingnya, memilah-milah dokumen mana saja yang harus ia tandatangani. Ia menjelaskan beberapa hal yang perlu Jaehyun ketahui.
Garis besarnya saja. Detail dan hal-hal kecil lainnya telah tercetak di atas kertas dan terpatri dalam pikirannya. Tentu saja Jungwoo tahu. Bagaimana pun juga dia sudah memeriksa semua dokumen ini semalaman, mengoreksinya, dan memahami isinya. Jaehyun hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.
Selama setengah jam ke depan terjadi diskusi singkat di antara mereka. Tentang kesiswaan, tentu saja. Hubungan di antara mereka berdua hanya sebatas ketua dan wakilnya. Tidak lebih.
Jaehyun hanya perlu berpura-pura mendengarkan, menganggukkan kepalanya dan bergumam sesekali. Sementara Jungwoo menjelaskan panjang lebar. Hanya di saat seperti ini ia banyak bicara.
Jaehyun tidak akan sempat membaca semua dokumen, tapi sebagai presiden ia harus mengetahui segalanya. Jungwoo melakukan tugasnya dengan baik dan menjelaskan semua padanya.
Jaehyun melipat kedua tangannya di depan dada. Memperhatikan tiap-tiap ekspresi wajah Jungwoo.
Mata indah terkesan polos itu mengerjap. Alisnya mengernyit. Kadang ia melihat ke kanan atas, kemudian berganti ke bawah. Kadang mempertemukan kedua pasang mata mereka, lalu berpaling lagi. Tapi Jaehyun paling senang mendengarkannya bicara, dengan dialek khas pemuda yang berasal dari Busan yang kental dan mengirim getar pada ruas-ruas tulang punggungnya.
Entahlah. Sesuatu tentang cara Kim Jungwoo bicara selalu menarik perhatiannya. Sayang sekali pemuda itu pelit suara, kecuali untuk hal-hal yang amat penting saja.
Akhirnya Jaehyun meletakkan siku kanannya di atas meja, dagu bertumpu pada telapak tangannya dan memandangi Kim Jungwoo bicara panjang lebar padanya. Mendengarkan suaranya sepenuh hati seperti lagu buaian.
Sampai sepasang mata Jungwoo memicing tajam ke arahnya, diikuti jentikan jari pada dahinya cukup keras.
"Akh!" Jaehyun melonjak dan berteriak kaget dengan tidak elegan. Ia mengusap-usap dahinya yang kini terasa perih.
"Aduh! Apa maksudnya itu?!" Jaehyun bertanya dengan kesal.
Jungwoo mendengus, meletakkan kedua tangannya di atas pinggang. "Kau tidak mendengarkanku!"
"Aku mendengarmu, Kimmie!" Jaehyun mencoba membela diri.
"Oh, ya? Kalau begitu coba jelaskan padaku tentang konsep seremoni pelepasan senior kita semester depan!" tantangnya. Dadanya ia busungkan ke depan, mencoba membuat sosoknya terlihat lebih tangguh. Tapi percuma saja, dia yang kurus kering seperti itu tidak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan Jaehyun sang atlet sekolah.
"Dan namaku Kim Jungwoo! Jangan panggil aku Kimmie!"
"Itu― ehm, apa tadi? Pesta perpisahan―"
Brakkk!!
Sebuah gebrakan pada meja menghentikan omongannya.
"Tsk! Tentu saja kau tidak mendengarkan penjelasanku Jaehyun! Kau terlalu sibuk dengan duniamu sendiri. Padahal ini adalah tugasmu. Tugasmu! Kau pikir kenapa aku bersusah payah menjelaskan semuanya kepadamu?! Karena kau bahkan tak punya waktu untuk membaca garis besarnya sendiri!" pekik Jungwoo marah.
Mata Jungwoo yang sedikit memerah berkilat-kilat.
"Football, football,dan football! Selalu itu saja alasanmu. Apakah kau akan mati kalau tidak mengurusi tim football sialan itu sehari saja?!"
Sudut mata Jaehyun mengejang mendengar ledakan kemarahan Jungwoo.
Dia datang sekolah pagi-pagi bukan untuk mendengarkan Jungwoo merutuki tim football mereka yang terkenal. Bukan salah Jaehyun kalau ia terlalu sibuk dengan kegiatannya di bidang olahraga, kan? Sejak awal prioritas utamanya adalah football. Dia masuk ke sekolah ini pun karena ingin tergabung dengan tim legendarisnya sekarang.
Siapa juga yang mau repot-repot memimpin organisasi kesiswaan? Terlalu merepotkan, dia tak punya waktu untuk itu. Jaehyun dipaksa. Dia tak pernah mengajukan diri. Bukan salahnya kalau akhirnya Kim Jungwoo yang harus menanggung semuanya dan bekerja keras mengurusi ini itu. Orang itu sendiri yang melakukannya dengan sukarela. Jaehyun bahkan tak pernah menyuruhnya
"Cih, maaf saja kalau aku sibuk dengan tim football dan kehidupan sosialku hingga tak ada waktu untuk menyusun rencana pelepasan senior kita! Aku tidak seperti dirimu yang tak punya teman dan tak punya kegiatan lain selain mengurusi kesiswaan!"
"Ya, tentu! Orang barbar sepertimu tak punya otak, hanya otot! Tentu kau senang berlarian dan bertubrukan seperti orang bodoh hanya memperebutkan sebuah bola!"
Pada akhirnya Jaehyun bangkit dari kursinya. Dalam posisi berdiri perbedaan tinggi badan dan postur tubuh mereka terlihat jelas. Tergabung dalam tim football sejak sekolah menengah mempunyai keuntungan sendiri bagi Jaehyun. Ia berpostur besar dengan tubuh terbentuk, lengan dan bahu yang kuat karena seringnya berbenturan memperebutkan bola di lapangan.
Jungwoo merasa kecil, ia harus sedikit mendongakkan kepalanya untuk bertemu dengan mata Jaehyun. Ada kebencian tergambar jelas pada matanya.
"Apa katamu?! Football juga memerlukan strategi, dan strategi berarti memutar otak! Kau hanya iri karena aku begitu tampan dan mempunyai banyak penggemar!"
Dorong!
Dengan jari telunjuknya Jaehyun mendorong dahi Jungwoo pelan. Tapi gestur itu berarti menghinanya. Jungwoo menangkis tangan Jaehyun dengan kasar.
"Kalau kau begitu senang mendapat perhatian, kenapa tidak menjual diri saja sebagai model?! Orang sepertimu tak pantas menjadi presiden kesiswaan sekolah ini!" Jungwoo menggeram.
"Maaf saja kalau aku terpilih menjadi presiden bahkan meski tak mencalonkan diri sekalipun! Tidak seperti dirimu, aku tak perlu sibuk-sibuk berkampanye mengemis suara pada anak-anak! Mereka memilihku dengan sukarela!" Kedua tangan Jaehyun juga ia letakkan di atas pinggang.
Jelas-jelas Jaehyun sedikit lebih tinggi dari Jungwoo, tapi ia tetap saja menegakkan badannya dan memasang tampang garang. Semakin mempertegas perbedaan di antara mereka.
"Sementara kau? Kalau bukan karena Mark, tak akan ada anak kelas lain yang mengenalmu! Oh, coret kata-kataku tadi. Kalau bukan karena Mark yang memintaku untuk menjadikanmu wakil, tidak akan ada orang lain yang mengenalmu, Kim Jungwoo! Tidak ada. Hanya Mark seorang!"
Jungwoo memicingkan matanya.
"Awalnya kukira kau anak baru, saking tak pernah aku melihat wajahmu sebelumnya. Kukira kau bisu, saking tak pernah kau bicara! Kau ini apa? Wajahmu aneh sekali, jelek seperti perempuan! Kikuk, aneh, kutu buku, tidak terkenal, culun, anti sosial dan tak punya teman! Kau menyedihkan sekali, Kim Jungwoo! Orang aneh! Freak!"
Mungkin Jaehyun terlalu terbawa emosi. Harusnya tak perlu hingga memaki-maki Jungwoo hingga sedemikian rupa. Bahkan Jaehyun menaikkan nada bicaranya pun tak usah.
Padahal sebelum ini suasana hatinya sedang bagus. Padahal ia pikir harinya akan berlalu dengan lancar dan menyenangkan. Padahal ia hanya ingin membantu meringankan beban Kim Jungwoo dan mendengarkan penjelasannya dengan seksama. Padahal ia ingin mendengarkan aksen unik Kim Jungwoo yang begitu memukau sambil memandangi sepasang mata indah yang bersinar-sinar. Padahal ia tidak pernah punya rencana untuk bertengkar dengan Jungwoo. Tidak sama sekali.
"Kau―" Dan sepertinya Jungwoo sudah kehabisan kata-kata. Atau mungkin ia tak tahu harus membalas seperti apa lagi makian yang Jaehyun lontarkan padanya. Sepasang matanya terlihat memerah. Tapi bukan memerah karena lelah. Bukan karena kurang tidur. Memerah karena terasa perih berkaca-kaca. Bibirnya bergetar. Ia mengepalkan tangannya erat.
Jaehyun kira Kim Jungwoo akan memukulnya. Kemudian mereka akan terlibat perkelahian tak seimbang di dalam ruang kesiswaan. Jaehyun bahkan sudah bersiap memasang kuda-kuda kalau-kalau Kim Jungwoo memutuskan untuk melompat ke depan dan menyerangnya duluan.
Tapi yang pemuda itu lakukan selanjutnya sama sekali di luar perkiraan Jaehyun.
Tangan Kim Jungwoo masih mengepal, memang. Mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Tapi mukanya memerah. Merah padam seperti tomat. Dan matanya yang tadi berkaca-kaca, kini dari sudutnya mengalir cairan bening.
Tunggu....!
Laki-laki tidak seharusnya menangis! Jaehyun ingin memaki Jungwoo lagi, namun tak sampai hati. Pemuda di hadapannya ini menggigit bibirnya keras-keras hingga kulitnya terobek mengeluarkan darah.
Jungwoo mengambil nafas dalam-dalam, mengerjapkan matanya yang basah.
Jaehyun hampir kasihan melihatnya, karena, dia terlihat begitu menyedihkan. Sungguh. Seperti anak kecil yang sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menangis dan terlihat tegar.
Seperti lapisan pelindungnya, yang tak lebih tebal dari selembar kertas, perlahan-lahan melebur menjadi debu. Seperti kedua kakinya tak kuat lagi menahannya berdiri. Seperti sebentar lagi ia akan jatuh.
Runtuh.
"Baik. Baiklah. Terserah― kau saja, Jaehyun. Aku berhenti. Mulai hari ini― aku bukan lagi pesuruhmu." Suara Jungwoo begitu parau, menahan isak tangis yang mencoba mendesak keluar
Jaehyun tidak menyangka akhirnya akan seperti ini. Bukan perkelahian seperti yang ia harapkan. Tapi itu cara laki-laki menyelesaikan masalah, kan? Ia hanya tidak berharap Jungwoo akan mundur dengan kata-kata terakhir yang dramatis. Ia tidak berharap Kim Jungwoo akan melangkah pergi dengan pundak bergetar karena menahan tangis.
Sebelum Jaehyun dapat melangkah maju sejengkal saja, terdengar derap lari menggema pada koridor yang sepi. Lambat laun memelan, hingga sepenuhnya menghilang tak terdengar lagi.
Jaehyun hanya terdiam di tempatnya, masih berusaha mencerna kata-kata Jungwoo tadi.
Apakah itu berarti Kim Jungwoo akan mengundurkan diri dari kesiswaan? Karena kalau iya, sama artinya dengan masalah besar.
Memangnya siapa yang akan mengurus semuanya?
Jaehyun menelan ludah.
TBC
Konsep cerita ini tentang introvert-extrovert dengan referensi lagu-lagu yang saya dengarkan, tapi entahlah, saya sendiri malah blank dan nggak bisa nyambung sama lagunya lol
Cerita ini ditulis dengan background lagu Melted (AKMU), Miracles in December (EXO) dan Rain Sound (B.A.P). Fyi ini cerita dari akun lama so bagi yang familiar or masih ingat ceritanya selamat! Berarti cerita ini masih membekas di hati kalian.
Kalian bisa baca sambil dengerin lagunya biar dapet feel ceritanya