" Mas Wira, kalau sudah besar nanti, Mega mau menikah dengan mas Wira ya?! pokoknya mas Wira harus menikah dengan Mega..?!" ucap gadis kecil itu sembari menarik lengan Wira.
Mendengar rengekan Mega semua orang tertawa, menganggapnya sebuah candaan.
" Mas Wira jangan diam saja?! berjanjilah dulu?! mas Wira hanya boleh menikah dengan Mega! janji ya?!" Mega terus saja menarik lengan Wira.
Wira menatap semua orang yang berada di ruangan, bingung harus menjawab apa,
" mas Wira?!" Mega terus merengek,
" iya, janji.." jawab Wira akhirnya, sembari memegang kepala gadis kecil disampingnya.
Namun siapa sangka, setelah beranjak dewasa keduanya benar benar jatuh cinta.
Tapi di saat cinta mereka sedang mekar mekarnya, Mega di paksa mengikuti kedua orang tuanya, bahkan di jodohkan dengan orang lain.
bagaimanakah Nasib Wira, apakah janji masa kecil itu bisa terpenuhi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bakmi hangat
" Sekarang tidur di budhe terus?" tanya Dani sembari menyerahkan satu nota.
" Kenapa?" tanya Wira tanpa menatap Dani, laki laki itu fokus melihat nota yang baru saja ia terima dari Dani.
" Kemarin mbak Ririn kesini lagi,"
" lalu?"
" kasihan mas,"
Mendengar itu Wira menatap Dani.
" kau saja yang menikah dengannya kalau kau kasihan." jawab Wira mengembalikan nota itu pada Dani.
" Ke toko pak Bandri satu ton, minta Dina buatkan nota." Wira berjalan ke arah truk yang sudah setelah terisi oleh karung karung beras itu.
Biasanya, jika senggang, Wira akan mengantar beras beras itu sendiri,
Tapi dia masih belum tenang dengan kondisi Mega.
Benar Mega sudah membaik, bahkan lumayan cepat membaiknya, tapi entahlah, ada suatu ganjalan dalam hati Wira.
" Mas Wira yang kirim?" tanya salah satu pekerja,
" tidak, biar Dani saja." jawab Wira pendek. Saat sedang menghitung dan mengawasi barang yang keluar dan masuk,
Seseorang tiba tiba berdiri disampingnya,
" mas Wira.." suara seorang perempuan,
Wira reflek menoleh,
Perempuan yang baru saja di bicarakan oleh Dani tiba tiba saja berdiri disampingnya.
Memang Ririn itu cantik, semua orang mengakui kecantikan Ririn.
Tapi Wira sama sekali tidak pernah memandang Ririn.
" Oh mbak Ririn, ada apa ya?" tanya Wira, ia mencoba seramah mungkin meski hatinya mengumpat Dani, karena pasti dani yang menyuruh Ririn untuk masuk ke gudang langsung.
Padahal perempuan ini bisa berbicara dengan pegawai wanita yang sudah Wira pekerjakan di toko depan.
" Mau beli beras mas," Ririn menatap Wira, tatapan yang jelas jelas mengharapkan sambutan yang baik.
" lho Monggo, mbak Ririn bisa ke depan, ada Dina," kata Wira masih ramah,
" apa bisa mas Wira yang mengirimnya kerumah? sekalian katanya bapak mau berbincang dengan mas Wira.."
Sekarang raut wajah Wira mulai berubah, laki laki itu menarik sikap ramahnya.
" Maaf mbak Ririn, bukan tugas saya untuk mengantar, jadi biar pekerja saya saja yang mengantar.
Dan tolong sampaikan pada bapak,
Saya sibuk sekali, ini saja baru pulang dinas saya langsung kesini.
Jadi maaf ya mbak,
Saya tidak ada waktu untuk berbincang atau bersantai,
Silahkan mbak Ririn ke depan, disini banyak debu."
Ririn terdiam mendengar itu, ia tertunduk sejenak, terlihat malu.
" maafkan saya kalau menganggu mas," ujar Ririn kemudian,
" tidak masalah mbak." jawab Wira dengan raut datar,
Dan akhirnya perempuan itu berjalan keluar dari gudang.
Entah jadi atau tidak ia membeli beras, Wira tidak perduli.
Malam sudah merayap saat Wira memarkirkan motornya di depan teras rumah ibunya.
" Kau bawa apa Wira?" tanya ibunya melihat Wira membawa bungkusan.
" ini bakmi Bu," jawab Wira, ia menaruh bakmi sebungkus di atas meja ruang tamu.
" kau mau ke Mega?" tanya ibunya,
" iya, aku membeli untuk Kakung dan uti juga,"
" ya sudah, cepatlah kesana.." kata ibunya.
Tidak menunggu lagi, Wira segera berjalan kerumah kakung.
Laki laki itu tidak lagi berpikir panjang perkara ini dan itu,
melihat kondisi Mega adalah yang paling penting baginya sekarang.
Wira mengambil piring, lalu membuka bakmi yang jelas masih hangat itu.
" kau sendiri tidak makan Wira?" tanya uti saat melihat Wira berjalan ke arah kamar Mega.
" saya sudah makan di tempat uti," jawab Wira lalu membuka pintu kamar Mega.
Lagi lagi aroma lavender menyentuh hidung Wira, Mega sedang tidak berada di tempat tidurnya.
Perempuan itu malah duduk di depan Mega yang terletak di samping lemari,
Ia sedang menatap laptopnya.
" kenapa tidak mengetuk pintu?" tanya Mega tau tau Wira sudah disampingnya,
Dengan gerakan cepat di tutup laptopnya.
Wira tidak menjawab,
" ayo makan, ini bakmi di sebelah lapangan segitiga, bakmi pak Supri.." ujar Wira sembari duduk disamping Mega.
" memangnya pak Supri masih jualan?" tanya Mega,
" tentu saja masih, dia bahkan masih sehat bugar, kau tidak percaya?"
Mega diam, namun tangannya terulur, ia ingin mengambil piring yang ada di tangan Wira.
" Aku bisa makan sendiri mas," ujar Mega saat Wira tidak memberikan piring itu.
" tidakkah kau lihat, aku sudah baik baik saja?" ujar Mega lagi, namu Wira tetap mengabaikannya,
" aku mau makan sendiri, kalau mas tidak yakin aku akan memakan ini, tunggu disini saja." Mega sudah merasa dirinya baik baik saja, rasanya tidak perlu Wira sampai menyuapinya.
Selain itu ia juga malu, ia bukan lagi anak SMA, tidak pantas pula ia bermanja manja pada Wira.
" baiklah, makanlah.." Wira akhirnya memberikan piring itu, ia duduk tenang disamping Mega.
" Mas tidak makan?" tanya Mega sembari mengunyah makanannya,
" aku sudah makan disana, sembari berbincang dengan pak Supri,"
" kau memang senang sekali berbincang dengan pak Supri, sejak dulu.." sahut Mega, tapi tiba tiba Mega terdiam,
Begitu entengnya ia membicarakan masa lalu,
Apakah tidak apa apa?
Apakah Wira tidak akan kembali kecewa dan marah kepadanya?.
" kenapa berhenti makan? perutmu tidak enak?" tanya Wira menatap Mega,
Mega menggeleng pelan,
Lalu kembali kepada makanannya, Mega sudah berusaha menghabiskan bakmi itu, tapi nyatanya baru makan beberapa sendok ia sudah cukup kenyang.
" jangan di habiskan kalau memang sudah kenyang.." Wira mengambil piring itu, lalu berjalan keluar, tidak lama laki laki itu kembali dengan segelas air putih.
" obatnya masih ada?" tanya Wira,
Laki laki itu benar benar membuat Mega tertegun,
entah kenapa Mega merasa ia melihat kembali Wira yang dulu,
Perhatiannya, dan kasih sayangnya.
Entah kemana perginya laki laki yang dingin dan ketua kemarin kemarin.
Mungkin saja, Wira bersikap seperti ini karena khawatir setelah melihat kondisi Mega,
Yah benar Mega,
Ini hanya sementara,
Hanya kekhawatiran saja,
Setelah ini, dia akan kembali membencimu, sinis dan ketus padamu, karena teringat apa yang kau sudah perbuat kepadanya.
Sadarlah Mega, sadarlah dan jangan terlena.
Mega mengingatkan dirinya sendiri.
" hei.." suara Wira membuyarkan pikiran mega yang kesana kemari.
" apa yang kau pikirkan, sampai melamun begitu?" tanya Wira menarik kursi Mega agar duduk berhadapan dengannya.
Melihat Wira yang begitu dekat Mega tertunduk, ia tidak sanggup melihat wajah Wira.
" Aku minta maaf.." ucap Wira tiba tiba,
Mega tentu saja menatap Wira saat itu juga, di beranikan dirinya.
" untuk apa meminta maaf?" tanya Mega,
" aku minta maaf karena telah menyakitimu dengan sikap dan kata kataku.." suara Wira tenang, tampak sekali penyesalan di wajah laki laki itu.
msh ada hati dn perasaan sedih lihat anknya bersimpuh.. menyelamatkan dirinya. 🙄
mbk Ayu the best ❤❤❤
sangat arogan sekali