Lea Miranda tak pernah menyangka, di usia pernikahannya yang Ke 12 tahun, ia mendapatkan ujian yang begitu berat. Yaitu, dikhianati oleh suami dan sahabatnya sendiri, Arya Dan Chelsea.
Awalnya, Lea memutuskan untuk bercerai dan merasa tak sudi melihat suami dan sahabatnya itu ketika mengetahui perselingkuhan mereka. Namun, ia berubah pikiran ketika teringat bagaimana ia dan Arya membangun rumah tangga, dan bagaimana mereka berjuang dari nol hingga mereka berada di titik yang sekarang.
Akhirnya, kini Lea memilih merebut suaminya kembali. Ia bertekad akan kembali membuat Arya bertekuk lutut di hadapannya dan menghempaskan Chelsea dari hidup mereka.
Bisakah Lea melakukan itu?
Bagaimana caranya ia merebut kembali suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Dari Segalanya
Keesokan hari nya....
Lea bersikap biasa saja dan melakukan rutinita nya seperti biasa, seolah tidak ada yang yang berubah dalam hidup nya. Ia menemani Bibi menyiapkan sarapan, membuatkan susu untuk kedua anak nya dan juga menyiapkan pakaian ke kantor Arya.
Sementara Chelsea kini justru duduk merenung di pinggiran bathtub, wajah wanita itu sembab, dan mata nya terlihat sedikit bengkak.
Tadi malam dia tidak bisa tidur dengan nyenyak, dan pagi ini ia merasa pusing juga sakit kepala.
"Nggak apa-apa, Cheal!" seru Chelsea pada diri nya sendiri. "Nggak ada yang salah kok, Lea sendiri yang minta kamu tunggal di sini. Lea sendiri yang ingin di madu."
Chealse menarik napas panjang, rasa nya memang aneh karena dia tinggal di rumah calon suami sekaligus calon madunya, tapi ia benar-benar harus bisa membiasakan diri.
Setelah mandi dan siap pergi ke kantor, Chelsea segera keluar dari kamar.
Ia pergi ke dapur di mana terdengar suara Jihan da Darrel dari sana.
"Papa akan lembur lagi malam ini?" tanya Darrel saat menyadari kedatangan Chelsea, tapi tentu ia tak menatap wanita itu.
"Nggak, Sayang," jawab Arya.
"Papa udah nggak punya alasan lembur lagi, Darrel," sambung Lea sambil melirik Chelsea. "Alasan nya lembur sekarang sudah ada di rumah ya, Mas, jadi nggak perlu lagi lembur di kantor."
"Lea?" tegur Arya, tentu ia sangat mengerti makna dari kata-kata istri nya itu.
"Kenapa, Sayang?" tanya Lea dengan senyum manis, bahkan ia memasang wajah polos nya, seolah tak ada yang salah dengan apa yang dia katakan, sementara Arya tak bisa menjawab apa-apa.
"Silakan duduk, Chelsea, kamu harus sarapan dulu sebelum ke kantor," ujar Lea.
"Nggak usah, Lea, aku buru-buru," tolak Chealse dengan halus.
"Ya sudah kalau gitu," sahut Lea. "Mas Arya nggak bisa berangkat bareng kamu, Cheal, soal nya dia harus nganterin Darrel ke sekolah. Selain itu, apa kata orang kalau kalian pulang pergi bersama."
"Aku bawa mobil sendiri, Lea!" tegas Chelsea yang mengerti Lea menyinggungnya. "Kamu tenang aja, aku nggak akan pulang pergi sama Mas Arya."
"Syukurlah kalau begitu." Lea langsung melirik Arya. "Sekarang aku bisa tenang dan bisa belajar mempercayai kalian lagi."
"Aku sudah janji nggak akan mengkhianati kepercayaan kamu lagi, Lea!" seru Arya. "Jadi aku mohon, percaya sama kami. Kami bahkan sudah tanda tangan surat perjanjian itu."
"Iya sih, Mas," lirih Lea memasang wajah sedih nya. "Tapi mau bagaimana lagi? Orang yang pernah di lukai, akan lebih sensitif dan selalu takut dilukai lagi."
"Aku sudah minta maaf, Sayang," ucap Arya penuh penekanan. Seolah kesal karena Lea terus mengungkit masalah itu, padahal tadi nya Arya pikir Lea benar-benar akan menerima hubungannya dan Chealse. "Dan kamu bilang akan memberikan kami kesempatan, jadi aku mohon jangan begini terus." Arya mengiba, apalagi kondisi seperti ini membuat nya sangat tidak nyaman.
"Aku pergi dulu," ujar Chelsea yang semakin merasa tidak nyaman di sana, apalagi Lea masih terus menatap nya dengan tatapan yang tidak biasa.
"Hati-hati di jalan!" seru Lea sambil tersenyum miring.
"Darrel sudah selesai, Mama!" seru Darrel kemudian. "Ayo, Pa!"
"Iya," jawab Arya sembari melirik Lea yang kini menurunkan Jihan dari kursi nya. "Aku pergi dulu, Sayang."
"Sebentar, Mas!" pinta Lea.
Ia langsung mencuci tangan nya, kemudian mengantar Arya dan Darrel sampai ke mobil. "Mau aku bawakan makan siang nanti, Mas?" tanya Lea.
"Nggak usah, nanti siang aku ada meeting."
Lea mengangguk sambil tersenyum, ia pun memeluk Arya kemudian mencium pipi pria itu. "Selamat bekerja, kami menunggu gaji mu," kekeh Lea yang seketika membuat Arya juga tertawa.
"Baiklah, aku akan bekerja keras untuk kalian." Arya juga memeluk Lea, bahkan kini ia mencium kedua pipi Lea dengan gemas.
Arya yang tadi merasa kesal pada Lea, kini berubah menjadi rasa bahagia. Tawa dan canda ringan sang istri memberikan rasa hangat di hati nya, dan bahkan ia seolah lupa tadi istrinya menyindir dengan jelas.
Setelah Arya pergi, raut wajah ceria Lea kini berubah dingin, bahkan ia mengusap pipinya yang dicium oleh Arya dengan kesal.
...🦋...
Saar hari sudah siang, Lea membawa Jihan menemui Carol dan Farrel di kantor Carol. Kedua temannya itu menyambut Lea dengan hangat.
"Bagaimana? Dia sudah di rumah kalian?" tanya Carol.
"He'em, tadi malam," jawab Lea.
"Aku nggak bisa bayangin gimana kalau ada di posisi kamu, Lea," ringis Carol.
"Mungkin kamu akan mengambil pisau dan mencincang dia, Sayang," sahut Farrel sembari mengeluarkan sebuah berkas dari dalam tasnya.
"Syukurlah kalau kamu sudah tahu apa yang akan aku lakukan." Carol menanggapi ucapan suaminya dengan tenang.
"Hanya pria bodoh dan sakit yang bisa selingkuh dari istrinya," tegas Farrel sembari menatap Carol penuh cinta. "Dan aku nggak bodoh, apalagi sakit."
Lea mengulum senyum melihat interaksi sepasang suami istri di depannya ini, ia sangat berharap mereka selalu seperti itu sampai ajal yang menjemput mereka. Ia sangat berharap, teman-temannya tidak merasakan apa yang dia rasakan.
"Aku pegang kata-kata kamu, Sayang," ucap Carol.
Farrel hanya terkekeh, kemudian ia menyerahkan berkas-berkas tadi pada Lea.
"Semua yang kamu mau, sudah aku siapkan. Tinggal kita menentukan hari eksekusi," ujar Farrel.
"Apa menurut kalian aku terlalu kejam?" Lea menatap berkas-berkas itu dengan nanar, berkas yang berisi bukti bahwa Arya menggelepkan dana perusahaan.
"Mas Arya memang selingkuh, tapi aku tahu dia bekerja dengan jujur dan giat. Tapi sekarang ... aku justru membuat bukti palsu ini."
Yah, bukti itu memang palsu, Lea yang meminta Farrel agar dibuatkan bukti seolah Arya menggelepkan uang perusahaan.
"Nggak, Lea," bantah Carol. "Kamu pernah dengar pepatah mengatakan, semua adil dalam perang dan cinta. Dan yang kamu lakukan itu bukan kejahatan, itu hanya sebuah strategi."
"Rencanamu cukup gila, Lea!" Farrel menimpali. "Tapi aku salut dengan kecerdikan kamu untuk memberikan pelajaran pada Arya dan Chealse."
"Aku harus melakukan ini." Lea mengembalikan berkas itu pada Farrel. "Supaya mereka tahu apa itu sakit."
Kini Lea menatap Jihan yang sibuk sendiri dengan gadget nya.
"Sekarang Jihan nggak merasakan apapun karena nggak ngerti, tapi suatu hari nanti dia juga akan terluka karena keegoisan Arya dan Chealse. Sementara Darrel, dia sudah sangat terluka. Aku nggak bisa diam, bersabar, apalagi ikhlas begitu aja sedangkan kami bertiga benar-benar hancur dan mereka justru akan bahagia setelah kami pergi."
"Aku mengerti, Lea," ujar Farrel. "Aku juga pernah merasakan apa yang Darrel rasakan, makanya aku nggak akan ragu membantu kamu untuk memberi pelajaran pada Arya."
Lea mengangguk sambil tersenyum. "Aku sangat bersyukur karena masih punya teman seperti kalian," ucap Lea. "Teman yang nggak makan temannya sendiri."
"Seperti kata Farrel," ujar Carol. "Kami nggak bodoh dan kami nggak sakit untuk melakukan sebuah pengkhianatan."
"Benar," sahut Lea. "Dan ini awal dari segalanya bagi kami."