Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Janji
"Boleh saya bicara sebentar dengan Naufal?"
"Tentu pak, silahkan"
Degup jantung Aqila berpacu dua kali lebih cepat, ayahnya tak akan macam-macam dengan Naufal kan? Ia tak akan memukul Naufal kan?
"Jangan su'udzon, Om Arya nggak mungkin buat calon menantunya babak belur" Aqila menatap sinis kearah Kirana yang berbisik ditelinganya, entah bagaimana sepupunya itu tau apa yang dia pikirkan atau jangan-jangan, tatapannya terlalu jelas?
"Nggak usah gugup gitu, cuma gue kok yang tau" Aqila malas menanggapi perkataan Kirana yang duduk disebelahnya saat ini
Matanya nampak lebih fokus memperhatikan kehadiran kedua orang tua Naufal dan seseorang yang sepertinya saudara Naufal karena kemiripan di beberapa bagian wajah mereka
"Bagaimana aku bisa seyakin ini? Kita hanya pernah bertemu beberapa kali dan berawal dari ketidak sengajaan, bagaimana aku yakin menerima dia sebagai imamku, bahkan aku merasa tak begitu mengenal dia" ucap Aqila dalam hati, sebenarnya ia pun tak mengerti dengan isi hatinya sekarang
"Apa yang membuatmu yakin memilih Aqila sebagai pasanganmu?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Papa Arya saat berhadapan dengan Naufal
"Singkat saja, hatiku memilihnya"
"Apa kau mencintainya?" Naufal terkekeh sesaat kemudian menjawab "Menikah harus sekedar lebih dari kata cinta, hati ini bukan milik kita, lantas siapa yang tau apakah kata cinta itu masih tersimpan suatu hari nanti"
"Aku mengatakan hal ini bukan karena aku tidak mencintainya, tapi alasan cinta bukan sebagai alasan belaka untuk melaksanakan pernikahan"
Papa Arya tertegun mendengar pernyataan Naufal, pola pikir laki-laki itu sama dengannya dulu saat memutuskan menikahi Mama Intan
"Dia sedang sakit, apa kau menerimanya? Apa kau berjanji bersamanya saat ia berjuang? Ia akan begitu merepotkanmu"
"Aku tau itu dan aku menerimanya, menerima segala yang ada pada dirinya dan berjanji pada diriku untuk selalu menjaganya dan memiliki tanggung jawab besar untuknya"
"Kau benar, setelah kalian bersama tanggung jawab atas Aqila ada padamu, tapi bukannya aku akan diam saja ketika ada yang menyakiti putriku"
"Lalu kenapa om diam saja selama ini saat ia harus berjuang sendiri, ia dipaksa dewasa oleh keadaan, ia berjuang untuk mendapat perhatian dan kepedulian, apa anda pernah melihat itu? Apa anda pernah melihatnya menangis dan mengadu kala seseorang memperlakukan dirinya dengan buruk?" Hati Papa Arya tersentak, ia menunduk dan kembali mengarahkan pandangannya pada langit malam yang dipenuhi gemerlap bintang
"Aku tau, aku gagal menjadi sesosok pahlawan yang melindunginya, aku merasa bersalah tiap kali melihatnya kesakitan atau meneteskan air mata, aku sampai heran dari apa Allah menciptakan hatinya? Hingga ia bisa bertahan sejauh ini, aku tak tau kesulitan apa saja yang ia alami, dia selalu berbohong kepadaku dengan menggunakan wajah bahagianya agar aku tak mengkhawatirkan dirinya, tapi aku tanpa sadar telah memperlakukannya berbeda"
"Kamu tau apa yang dia katakan padaku? Dia mengatakan Aqila hanya lelah, Aqila hanya butuh istirahat sebentar agar hati Aqila siap mengalah lagi, bagaimana aku tak merasa gagal ketika ia mengatakan itu dengan senyuman bukan tangis air mata"
"Aku benar-benar tak tau seberapa lelah ia menanggung semua ini, tanpa sadar tercipta jarak yang sulit ditembus diantara kami, hingga ia menyembunyikan penyakit berbahaya yang ada dalam tubuhnya"
"Om tak perlu bersedih, aku berjanji menjaga ia dengan baik dan mengeluarkan senyum tulusnya bukan untuk membuat orang lain merasa baik-baik saja, tetapi memang kebahagiaan dari lubuk hatinya"
"Penuhi janjimu nak, rangkul ia dan bimbing ia menjadi pribadi yang baik, nasihati ia dengan kata-kata yang lembut ketika ia melakukan kesalahan, jangan memukulnya atau meninggikan suara didepannya"
"Setiap mataku terpejam terbayang wajahnya yang kesakitan saat saudaranya menamparnya karena kesalahan yang ia tak sengaja, tatapan mata penuh luka saat mendengar cacian dan bentakan keras, aku langsung merasa gagal pada diriku terlebih saat mengetahui itu disebabkan penyakitnya, rasa bersalah itu menjadi bayang-bayang yang terus mengikutiku. Tatapan matanya nampak kecewa namun tak sedikitpun dendam yang tersirat dari bola mata indahnya"
"Aku terus berkatai andai, andai waktu bisa berputar kembali, aku ingin menjadi sesosok pahlawan yang selalu ia andalkan dan menjadi orang yang pertama yang dibagikan rasa bahagianya"
"Belum terlambat untuk semua itu"
"Memang belum terlambat tapi rasanya sulit untuk membuatnya seceria dulu"
"Aku pernah berjanji untuknya menjadi pelangi yang datang setelah badai dan hujan panjang dalam hidupnya" Naufal ikut menengadahkan kepalanya keatas memandang bintang yang membentuk berbagai rasi bintang
Papa Arya menepuk pundak Naufal pelan membuat Naufal menoleh dan menatap kearah sosok yang menganggap dirinya gagal menjadi pahlawan untuk salah satu putrinya
"Jangan menjadi pelangi yang hanya sementara, tapi jadi pelangi yang indah selamanya, warnai hidupnya dengan kebahagiaan dan tuntun ia menjadi lebih baik lagi"
"Tentu, aku akan melakukan itu"
"Sebenarnya aku belum setuju dengan pilihan Aqila sebelum melihatmu, apalagi Rian sering mengatakan kau membawa dampak buruk untuk Aqila, aku bahkan pernah terang-terangan menyuruhnya untuk menjauhimu"
"Om tau kan kalau manusia itu makhluk yang paling pandai berbohong dan memiliki banyak topeng diwajah mereka, apa yang om dan orang lain lihat dari aku dan Aqila adalah salah satu topeng yang kami gunakan meski tak sejalan dengan hati kami"
"Jika suatu hati nanti rasa bosan itu datang padamu, atau rasa cinta itu mulai luntur, atau Aqila mulai..."
"Jangan khawatir tentang itu semua om, seharusnya Naufal yang khawatir bagaimana jika itu terjadi pada Aqila?"
"Perempuan memamg sulit untuk dimengerti, tapi teruslah berusaha untuk belajar mengerti"
.
"Jadi kapan akadnya mulai dilaksanakan?" tanya Papa Arya, kini mereka sudah kembali berkumpul di ruang keluarga
"Bagaimana kalau satu bulan lagi, karena satu minggu lagi putra kami Hasan yang akan menikah"
"Wah, apa ini tidak memberatkan untuk Abi Umar dan keluarga?"
"Justru lebih cepat melihat mereka menikah rasanya lebih baik dari pada terjerumus kedalam zina"
"Kami juga akan membantu persiapannya"
"Bagaimana konsep pernikahan yang nak Aqila inginkan?" Ummi Sarah bertanya pada Aqila dengan suara yang lemah lembut
"Sederhana saja tak perlu pernikahan yang mewah, yang penting akadnya kan?"
"Bagaimanapun juga pernikahan itu peristiwa besar yang patut dikenang sepanjang hidup, tentu harus memiliki kesan yang baik dan tak akan terlupakan oleh kita"
Abi Umar menyenggol lengan Naufal, memberi kode yang tiba-tiba membuat jantung Naufal berdegup kencang
"Apa mahar yang kau inginkan?"
"Apa saja yang tak memberatkanmu" Naufal mengangguk tanda mengerti, ternyata Aqila tak seperti keluarga pebisnis kebanyakan yang maharnya bahkan sampai milyaran