NovelToon NovelToon
Kembalinya Sang Dewa Kegelapan

Kembalinya Sang Dewa Kegelapan

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Kelahiran kembali menjadi kuat / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ash Shiddieqy

Perang terakhir umat manusia begitu mengerikan. Aditya Nareswara kehilangan nyawanya di perang dahsyat ini. Kemarahan dan penyesalan memenuhi dirinya yang sudah sekarat. Dia kehilangan begitu banyak hal dalam hidupnya. Andai waktu bisa diputar kembali. Dia pasti akan melindungi dunia dan apa yang menjadi miliknya. Dia pasti akan menjadikan seluruh kegelapan ada di bawah telapak kakinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ash Shiddieqy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 - Kakek

"Oh, kalian sudah di sini? Kalau begitu ikut denganku!" Profesor Faisal mengajak Rio dan Aditya ke ruangan pribadinya.

Sesampainya di sana profesor Faisal menunjukkan sebuah kotak panjang. "Yang pertama adalah pedangmu Rio."

Dengan wajah yang cerah Rio menerima pedang bergagang merah buatan profesor Faisal. Pedang itu memang memiliki bilah yang sangat tipis, tapi bisa dilihat bahwa kekuatan pedang itu sama sekali tidak bisa diremehkan. Pedang itu dibuat dengan sangat baik dan sesuai dengan yang Rio bayangkan.

"Terima kasih, prof," ujar Rio yang masih mengagumi pedang di tangannya.

Profesor Faisal mengangguk singkat kemudian beralih ke Aditya. "Aku juga sudah menyelesaikan tombakmu, tapi ada satu masalah uang cukup serius," kata profesor Faisal yang membuat Aditya sedikit cemas.

"Ada masalah apa, prof?" tanya Aditya. Rio yang sebelumnya fokus pada pedangnya kini juga ikut mendengarkan.

Ekspresi wajah profesor Faisal terlihat tidak terlalu senang. "Aku sebenarnya sudah menduga ini akan terjadi." Profesor Faisal membuka kotak panjang yang berisi senjata Aditya. Terlihat di sana sebuah tombak hitam yang terlihat elegan tersimpan dengan rapi.

"Aku tidak mengerti kenapa kau ingin membuat senjata dengan Dark Iron Steel murni. Inilah yang terjadi. Bahkan untuk membawanya ke sini aku menyuruh beberapa orang karena beratnya yahg tidak masuk akal," lanjutnya.

Aditya menghela napas lega. Dia pikir ada masalah macam apa yang sampai membuat profesor Faisal berekspresi seperti itu. Memang Aditya sudah tahu senjatanya akan jadi sangat berat. Tapi itu tidak masalah karena dia juga menggunakan senjata yang serupa di kehidupannya yang dulu.

Dengan sangat percaya diri Aditya melangkah mendekat ke arah profesor Faisal dan menatap tombak itu dari dekat. Ia lalu mengelus tombak itu dengan ujung jarinya kemudian mengangkatnya dengan hanya satu tangan. Dia merasa tombak ini sedikit lebih berat dari yang ada di kehidupannya dulu, tapi itu bukan masalah.

"Bagaimana bisa?" Profesor Faisal terlihat tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Tidak mungkin Aditya bisa mengangkat tombak ratusan kilogram hanya dengan satu tangannya. Apa keluarga Nareswara memang punya kekuatan seperti itu?

"Terima kasih, prof. Ini adalah senjata yang luar biasa," puji Aditya sambil mengayunkan tombak di tangannya beberapa kali.

Profesor Faisal hanya menggelengkan kepala diikuti dengan senyuman kecil di bibirnya. Bisa-bisanya seorang siswa akademi memiliki kekuatan fisik yang sebesar itu. Tapi ini adalah hal yang bagus karena ia tidak membuang waktu dengan sia-sia untuk menempa tombak yang tak berguna. Ia mengira tombak itu hanya akan terlantar di gudang karena terlalu berat untuk digunakan.

"Baguslah jika tombak itu sesuai dengan apa yang kau inginkan. Tapi melihat kau mengangkat tombak seberat itu dengan mudah membuatku bertanya-tanya sekuat apa ayahmu dulu? Tidak heran namanya dikenal di seluruh dunia."

Aditya hanya tersenyum karena ia tidak tahu harus berkata apa. Dia tidak memiliki ingatan tentang ayahnya saat sedang bertarung atau menunjukkan kekuatan. Yang ia ingat ayahnya adalah sosok yang lembut dan selalu memanjakannya setiap saat. Tapi jika melihat ayahnya yang merupakan seorang yang memiliki delapan circle tentunya hampir tidak ada yang bisa menandinginya.

"Apa profesor pernah bertemu dengan ayahku?" tanya Aditya.

"Ya, aku dulu pernah bertemu dengannya beberapa kali. Dia adalah sosok yang sangat berkharisma. Aku heran kenapa banyak sekali orang yang membencinya."

"Ya, lagipula banyak orang yang selalu salah paham dengan keluarga kami. Aku tidak heran dengan itu."

Profesor Faisal tertawa dengan sangat keras yang menggema ke seluruh ruangan. "Hahaha tentu saja. Kau sepertinya juga mewarisi sifatnya yang bodo amat dengan orang lain. Aku harap kau juga mewarisi kekuatannya yang luar biasa."

"Baik, terima kasih atas segalanya, Prof," ucap Aditya sambil sedikit menunduk.

Profesor Faisal merangkul pundak Aditya dan Rio. "Aku harap senjata itu kalian gunakan dengan baik. Jangan pernah menyakiti orang tak bersalah! Aku tidak suka senjata buatanku digunakan untuk menghilangkan nyawa tanpa alasan," tutur profesor Faisal.

"Ya, kami pasti akan mengingatnya," jawab mereka berdua bersamaan.

Setelah perbicangan singkat akhirnya Aditya dan Rio berpamitan. Yang ada di kepala mereka saat ini hanyalah mencoba senjata baru itu secepatnya.

...****************...

Aditya mengelap keringat di dahinya sebelum ia lanjut mengayunkan tombaknya. Dia sudah berjam-jam berlatih menggunakan senjata barunya di halaman belakang. Waktu yang tersisa hanya tinggal beberapa bulan lagi untuk bisa menguasai senjata ini sepenuhnya.

"Jangan terlalu berlebihan, Nak!" ucap Mustaza yang duduk di bangku halaman. Ia merasa Aditya terlalu memaksakan dirinya.

"Tidak apa-apa. Aku masih bisa lanjut." Aditya menjawab tanpa menoleh ke arah Mustaza. Ia sangat menikmati latihannya hari ini.

Mustaza terus memperhatikan Aditya dari tempat duduknya. Dia kembali teringat dengan cucunya yang kalau masih hidup pasti akan berumur tidak jauh dari Aditya. Mustaza sangat menyesal pada malam itu karena kabur sendirian meninggalkan cucunya yang masih tidur.

"Kenapa kau menangis?" tanya Aditya saat melihat tetesan air mata mengalir di pipi Mustaza.

"Ah, tidak. Aku hanya teringat dengan sesuatu," balas Mustaza sambil mengelap pipinya.

Aditya menghentikan latihannya lalu duduk di samping Mustaza. "Apa kau merindukan keluargamu?"

Mustaza menoleh ke arah Aditya lalu mengangguk singkat. "Ya, aku teringat dengan cucuku Nicole. Aku merasa sangat bersalah padanya. Harusnya aku mencoba untuk membawa dia juga malam itu bahkan jika nyawaku sebagai taruhannya."

Aditya tidak merasa terkejut dengan itu. Dia sebenarnya tahu kalau Nicole Bachtiar pasti selamat pada insiden pembantaian itu. Di kehidupan sebelumnya Nicole adalah salah satu anggota dari 17 Saint Agung. Tidak lama lagi dia pasti akan menampakkan dirinya di akademi.

"Apa menurutmu aku ini kakek yang jahat, Nak?" tanya Mustaza dengan wajah sendu.

"Tidak juga. Saat itu kau benar-benar ada di ambang kematian. Kau tidak punya pilihan selain melarikan diri secepat mungkin."

Aditya bisa mengerti dengan perasaan bersalah yang dirasakan Mustaza. Dia sendiri juga melarikan diri saat keluarganya dibunuh satu per satu di kehidupannya dulu. Dia merasa sangat marah, sedih, dan tidak berguna karena kabur seperti seorang pengecut. Tapi jika dia tidak melarikan diri, maka tidak akan ada yang tersisa dari keluarga Nareswara.

"Bukankah akan lebih baik jika malam itu aku mati bersama dengan mereka? Setidaknya aku pernah berjuang melindungi keluargaku dengan semua kekuatan yang aku miliki. Walaupun jika aku mati, kematian itu adalah sebuah kehormatan," ujar Mustaza dengan pilu.

Aditya mengeluarkan senyum meremehkan. "Kehormatan? Memangnya kehormatan apa yang akan kau dapatkan jika kau terbunuh malam itu? Yang ada kerajaan pasti akan menyatakan kalau keluarga Bachtiar adalah pengkhianat yang memang pantas untuk dilenyapkan," ujarnya.

"Tapi aku tidak perlu merasakan penderitaan ini. Aku bisa-

"Jangan mengatakan hal konyol!" potong Aditya geram. "Aku tidak akan pernah bisa berlatih sihir darimu jika seandainya kau mati pada malam itu."

Mustaza menyandarkan bahunya ke kursi lalu memandang ke langit. Sepertinya dia berpikir terlalu pendek. Dia tidak seharusnya menganggap bahwa kematian adalah solusi dari masalahnya.

"Yah, mungkin saja kau benar, Nak. Aku harusnya bersyukur karena diberikan kesempatan untuk membalas dan membuktikan kebusukan kerajaan."

Aditya memandang wajah Mustaza yang sedang menerawang jauh. Dia pasti merasa sangat kesepian saat tinggal di tengah hutan itu selama bertahun-tahun.

"Bagiamana jika aku memanggilmu kakek mulai sekarang?" tawar Aditya. Dia lebih rela memanggil Mustaza kakek daripada Saka yang sangat menjengkelkan.

Mustaza tertawa renyah saat mendengar tawaran Aditya. "Aku tidak akan menolak jika itu adalah keinginanmu."

Aditya tersenyum melihat Mustaza yang kembali cerah. "Bagaimana kalau kita makan malam dulu sebelum melanjutkan latihan kita, Kek?"

"Hohoho. baiklah kalau begitu. Aku juga sudah kelaparan."

Aditya berjalan di belakang Mustaza yang melangkah dengan pelan menggunakan tongkatnya. Dalam hati ia bersumpah bahwa dia pasti akan membuat Duke Nazareth membayar atas apa yang ia lakukan. Kali ini pilihannya hanya dua, yaitu dia atau musuhnya yang mati. Dia tidak akan berlari lagi seperti seorang pengecut.

^^^Continued ^^^

1
Aixaming
Aku sudah jatuh cinta dengan karakter-karaktermu, thor.
Mafe Oliva
Ngasih feel yang berbeda, mantap!
Nia Achelashvili
Ngangenin banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!