Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berikan Waktu
Leava kembali ke Kosan dengan diantar oleh Devan, keduanya terlihat banyak diam. Devan yang hanya fokus mengemudi. Kejadian tadi cukup membuatnya canggung sekarang. Bukan karena Leava yang menolaknya, tapi karena gadis itu yang belum memberikan jawaban.
Kejadian beberapa jam sebelumnya.
Ucapan Devan yang membuatnya terkejut. Leava sungguh tidak menyangka kalau Devan akan mengatakan hal itu. Sementara dia saja tidak pernah mempunyai kepercayaan diri sebesar itu jika Devan juga merasakan hal yang sama. Namun, sayangnya dia tidak bisa menyatukan dua hati dengan perasaan yang sama ini.
"Em, Tuan bercanda?"
Devan langsung tersenyum, dia menggeleng pelan. "Tentu saja tidak. Aku tidak suka bermain-main dengan hal serius seperti ini. Apa kau lupa siapa aku?"
Seketika Leava langsung terdiam, bingung harus menjawab apa. Karena apapun yang dia rasakan, tetap tidak akan pernah bisa dia ungkapkan.
"Tuan, bisakah beri saya waktu?"
Devan menghela nafas, dia menyimpan kalung yang dia pegang ke dalam kotaknya. Lalu menatap Leava dengan lembut. "Baiklah, aku juga tahu jika kau pasti terlalu terkejut dengan ini. Tapi, perasaanku bukan main-main. Asal kau tahu, ini adalah pertama kalinya aku mengungkapkan sebuah perasaan. Karena selama ini aku tidak pernah merasakan cinta yang seperti ini. Rasa ingin memiliki dan selalu ingin bersamamu"
Mata Leava mulai berkaca-kaca, namun sekuat tenaga dia menahan air matanya agar tidak menetes begitu saja. Dia tidak mau ketahuan oleh Devan atas perasaannya ini. Dia tetap tidak bisa bersama Devan, meski dia diberikan waktu berapa lama pun. Hanya saja, Leava tidak mungkin langsung menolak Devan begitu saja.
"Em, kalau begitu tolong berikan saya waktu untuk menjawabnya. Karena saya tidak bisa mengambil keputusan gegabah dalam hal ini"
Leava memalingkan wajahnya dan mengusap sudut matanya. Takut terlihat jika air mata sudah hampir menetes. Sebenarnya Leava benar-benar sangat senang mengetahui jika Devan juga mempunyai perasaan yang sama dengannya. Namun, dia tetap tidak bisa bersama dengan pria itu.
"Yaudah, aku juga mengerti karena mungkin kau terkejut dengan ungkapan yang tiba-tiba ini. Sekarang kita makan saja ya"
Kalung dengan liontin bertuliskan Leavan itu, tersimpan kembali ke dalam kotaknya. Belum bisa dipasang di leher wanita yang Devan inginkan. Tapi, Devan cukup mengerti dengan keputusan Leava yang inginkan waktu untuk bisa menjawabnya. Karena pastinya terlalu mengejutkan tiba-tiba Devan mengungkapkan cinta padanya.
Seorang pelayan datang membawakan makan malam untuk mereka. Leava benar-benar tidak bisa merasakan nikmatnya makanan ini. Padahal Restoran ini sudah terkenal dengan rasa makanannya yang enak dan selalu mendapatkan rating terbaik. Namun, sekarang seolah memang Leava kehilangan rasa. Semua makanan yang masuk ke mulutnya, terasa hambar.
*
Leava mengusap air matanya dengan kasar. Menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang kacau. Dia bahkan tidak berniat berganti pakaian atau apapun. Datang, langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Ya Tuhan, ternyata sakit sekali" lirihnya sambil terisak.
Suara ketukan pintu, menyadarkan Leava dari segala lamunannya tentang kejadian tadi di Restoran. Dengan malas dia bangun dari tempat tidurnya. Mengusap sisa air mata di pipinya, sebelum berjalan menuju pintu masuk.
"Kak, buka. Ini gue"
Leava membuka pintu saat teriakan adiknya terus terdengar. Dika langsung masuk, menutup pintu dan langsung menatap Kakaknya dengan lekat. Tanpa berkata-kata, Dika langsung memeluknya. Seolah dia bisa mengerti apa yang Kakaknya rasakan. Dan yang Leava butuhkan saat ini, hanya sebuah pelukan untuk menenangkannya.
Benar saja, Leava langsung menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Dika. Sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Hanya bisa menangis dengan memeluk erat adiknya.
Dika memejamkan matanya dengan hembusan nafas berat. Lagi, dia melihat Kakaknya menangis seperti ini. Karena Leava bukan tipe perempuan yang gampang menangis. Kecuali memang dia sudah merasa tidak kuat dan hatinya sudah benar-benar terluka. Dika hanya mengelus punggung Kakaknya yang bergetar, masih mencoba menenangkan sebelum dia bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
Terakhir kali gue lihat lo nangis, pas bersama Kak Hendi. Sekarang lo begini lagi.
Meski terlihat usil dan senang sekali menjahili Kakaknya, tapi rasa sayang Dika melebihi apapun pada Kakaknya ini.
"Udah? Bisa tenang sekarang?" tanya Dika setelah tangisan Kakaknya mulai mereda, dia melerai pelukan dan menatap Kakaknya dengan lekat.
Leava mengangguk pelan, dia mengusap pipinya yang basah oleh air mata. Dika pun langsung membawa Leava untuk duduk di kursi disana.
"Jadi, apa yang terjadi?" tanya Dika.
Leava menghela nafas pelan, masih terdengar isakan kecil. "Gue gak bisa bohongi perasaan gue, Dek. Gue emang udah jatuh cinta sama Tuan Devan. Dan yang lebih lagi, sejak bersama Tuan Devan, akhirnya gue bisa melupakan semua hal tentang Kak Hendi. Termasuk tentang perasaan cinta gue"
Dika menghembuskan nafas kasar, ternyata memang benar dugaannya. Masalah Kakaknya ini adalah tentang hati dan perasaan. "Terus yang buat lo nangis? Apa Tuan Devan menolak lo? Atau dia udah punya pacar?"
Leava menggeleng pelan, mengusap kembali sudut matanya yang masih berair. "Tadi, pas dia ngajak gue makan malam di Restoran. Dia ngungkapin perasaannya sama gue. Ternyata memang dia juga mempunyai perasaan yang sama"
Dika langsung mengerutkan keningnya bingung. "Loh, bagus dong. Berarti lo gak harus memiliki cinta sendiri. Kenapa lo masih menangis?"
Leava kembali terisak, rasa sakitnya benar-benar membuat dia lemah. "Gue gak bisa menerimanya, Dek"
"Apa karena Tuan Devan adalah Bos lo? Takut jika tidak mendapat restu orang tua seperti saat bersama Kak Hendi?" tanya Dika.
Leava langsung menggeleng pelan, bukan hal itu yang dia takutkan. Meski dalam hati kecilnya, itu juga menjadi ketakutan terbesar.
"Tuan Devan adalah pria yang dijodohkan dengan Kirana. Hiks.. Sebenarnya gue bisa saja berjuang, kalau emang Kirana tidak menyukainya. Tapi, kali ini Kirana menyukai pria yang dijodohkan oleh orang tuanya itu. Dan gue gak bisa rebut pria yang diinginkan Kirana, Dek"
Dika langsung mengusap wajah kasar, ternyata seberat itu rintangannya. Terkadang dia juga tidak mengerti, kenapa kisah cinta Kakaknya selalu banyak sekali lika-liku seperti ini.
Dika tidak bisa berkata-kata lagi, dia beranjak dari duduknya dan kembali memeluk Kakaknya sampai tertidur. Dika menggendong Leava ke tempat tidurnya. Menyelimutinya.
"Kak, lo pasti bisa melewati semua ini. Kalo memang Tuan Devan adalah jodoh lo, pasti kalian bisa bersama"
Dika mengelus kepala Kakaknya, lalu mengecup keningnya dengan lembut. "Istirahatlah, besok lo harus kembali bangun dengan kenyataan menyakitkan"
Bersambung