NovelToon NovelToon
Find 10 Fragments

Find 10 Fragments

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Spiritual / Sistem / Penyeberangan Dunia Lain / Peradaban Antar Bintang / Kultivasi Modern
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: GM Tyrann

Season 2 dari I Don't Have Magic In Another World

Ikki adalah seorang pria yang memiliki kekuatan luar biasa, namun terpecah menjadi 10 bagian yang tersebar di berbagai dunia atau bahkan alam yang sangat jauh. Dia harus menemukan kembali pecahan-pecahan kekuatannya, sebelum entitas atau makhluk yang tidak menginginkan keberadaanya muncul dan melenyapkan dirinya sepenuhnya.

Akankah dia berhasil menyatukan kembali pecahan kekuatannya, dan mengungkap rahasia di balik kekuatan dan juga ingatan yang sebenarnya? Nantikan ceritanya di sini.

up? kalo ada mood dan cerita aje, kalo g ada ya hiatus

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GM Tyrann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 21 - Ujian peringkat

Hari yang ditentukan untuk ujian peringkat dimulai. Aku kembali menuju akademi dengan beberapa murid didalam kereta. Aku menatap keluar jendela kereta yang bergerak sangat cepat, mengamati pemandangan hijau yang melintas.

Hatiku berdebar campur aduk antara rasa gugup dan antusiasme. Di sekeliling, murid-murid lain, baik dari angkatan maupun senior, sibuk dengan percakapan mereka sendiri. Beberapa di antaranya mengenakan seragam dengan sebuah pin akademi yang menunjukkan status mereka di akademi bahwa mereka memiliki pangkat, sebuah pengingat tentang tantangan yang akan dihadapinya. Aku memilih untuk diam, menyerap energi di sekeliling, dan mempersiapkan diri secara mental untuk ujian yang akan datang.

Aku sudah dapat menyerap energi sihir sambil berdiri dan bergerak setelah latihan sangat lama sampai menghabiskan waktu berbulan-bulan. Tapi hasilnya sangat memuaskan karena aku tidak perlu duduk.

Setibanya di akademi, aku bersama murid-murid baru lainnya diarahkan ke aula besar yang dipenuhi gemuruh percakapan. Aula itu megah dengan langit-langit tinggi dan jendela-jendela besar yang memancarkan cahaya alami. Di depan aula, seorang pria berambut perak dengan tatapan tajam dan kharisma yang memukau berdiri di atas panggung. Profesor Arion, salah satu dewan instruktur terhebat dan terkenal di akademi, memulai pengumuman dengan suara yang tegas dan jelas dibantu dengan sihir.

“Selamat datang di Akademi Aetherium,” ujarnya, dan seketika suasana aula menjadi hening. “Hari ini kalian akan memulai ujian pangkat pertama kalian. Ujian ini tidak hanya menguji kemampuan bertarung kalian, tetapi juga kecerdasan, strategi, dan kerja sama.”

Para murid mendengarkan dengan saksama saat Profesor Arion menjelaskan aturan ujian. “Kalian akan di-teleportasi ke dunia buatan di mana kalian harus bertahan hidup selama tiga hari. Poin akan diberikan untuk setiap monster dan hewan yang kalian kalahkan. Setiap murid harus mencapai minimal dua ratus poin untuk mendapatkan pangkat terendah. Namun, perburuan bisa dilanjutkan hingga akhir waktu yang ditentukan.”

Ia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap sebelum melanjutkan dengan nada yang lebih serius. “Kalian juga diizinkan untuk bekerja sama atau bertarung satu sama lain. Membunuh murid lain akan memberikan kalian poin mereka. Tapi ingat, meskipun kalian bisa kembali ke dunia nyata dengan tubuh utuh, kematian di dunia buatan bukanlah pengalaman yang menyenangkan.”

Aku merasakan ketegangan meningkat di sekeliling. Murid-murid mulai saling pandang, sebagian dengan rasa takut, sebagian lainnya dengan tekad yang membara. Tidak ada yang tahu siapa yang akan menjadi teman atau musuh dalam ujian ini.

Aku beruntung karena tidak ada orang yang mengenaliku dan juga aku tidak memiliki teman di akademi ini. Tapi aku harus tetap waspada dengan murid yang akan membentuk sebuah kelompok dan mengincar murid lainnya.

Setelah instruksi selesai, Profesor Arion mengangkat tangannya, dan lingkaran sihir berwarna biru mulai bersinar di bawah kaki para murid. Suara gemuruh sihir memenuhi ruangan, dan dalam sekejap, aku merasakan sensasi seperti ditarik ke dalam pusaran.

Kenapa sihir teleportasi akademi untuk ke dunia buatan sangat berbeda dengan milik Asosiasi Hunter, pikirku saat merasa ditarik oleh sebuah pusaran.

Saat pandanganku kembali jelas, aku menemukan diriku berada di tengah hutan lebat dengan aroma tanah basah dan suara hewan liar. Dunia buatan itu tampak begitu nyata, seolah-olah mereka benar-benar telah dipindahkan ke dunia lain. Para murid di teleportasi kan secara acak, mereka berada dimana-mana dengan jarak yang lumayan jauh.

Aku menggenggam pedang dari akademi erat-erat, mata tajam ku memindai sekeliling. Ini adalah saat para murid untuk membuktikan diri. Tiga hari ke depan akan menjadi ujian ketahanan, keterampilan, dan kemauan. Dengan napas dalam-dalam, aku melangkah maju, siap menghadapi apapun yang datang.

Ketika malam mulai turun, aku memutuskan untuk mencari tempat berlindung. Sambil berjalan, aku melihat beberapa murid sudah mulai bekerja sama membentuk kelompok kecil. Aku harus memilih: bergabung dengan yang lain atau bertindak sendiri. Pikiranku berputar-putar, menimbang keuntungan dan risiko dari setiap pilihan.

Aku takut ada murid yang menusuk dari belakang. Lebih baik aku bertarung sendirian, aku kembali masuk kedalam hutan yang lebih dalam. Meninggalkan murid yang sedang membentuk tim dengan batas maksimal lima orang.

Di balik pepohonan, suara gemerisik tiba-tiba terdengar. Aku segera berjongkok, mempersiapkan diri untuk kemungkinan serangan. Dari balik semak, seekor serigala besar dengan mata merah menyala muncul, menggeram rendah. Ini adalah kesempatan pertama ku untuk mendapatkan poin. Dengan gerakan cepat, aku menghunus pedang, bersiap menghadapi makhluk buas itu.

Pertarungan yang mudah, aku membelah tubuh serigala besar itu menjadi dua saat dia bergerak maju kearahku dengan cepat lalu melompat untuk menyerangku. Poin muncul pada punggung tanganku. dua, itu poin yang aku dapat untuk membunuh serigala.

Pantas saja poin dua ratus sudah cukup untuk mendapatkan pangkat rendah, ternyata monster peringkat E hanya memberikan dua poin untuk satu kepala. Rasanya setara dengan dua dollar untuk satu kristal.

Aku terus melangkah di tengah hutan, tubuhku bergerak gesit menghindari akar yang menjulang. Selama perjalanan, aku telah bertarung dengan berbagai macam monster. Dari goblin kecil yang berisik hingga serigala yang mengintai dalam bayangan. Namun, sayangnya, semua monster yang aku hadapi tergolong lemah, masing-masing hanya memberikan dua poin per kepala. Aku tahu bahwa untuk mencapai dua ratus poin dalam tiga hari, aku harus menemukan musuh yang lebih tangguh.

"Padahal aku tidak ingin terlalu dilirik oleh para instruktur."

Setelah berjam-jam berjalan dan bertarung, aku tiba di sebuah hutan bambu. Pepohonan bambu menjulang tinggi dengan batang-batang hijau yang membentuk kanopi alami, memfilter cahaya matahari yang mulai redup. Tidak ada tanda-tanda monster di sekitar, memberikan aku rasa aman yang langka. Aku memutuskan untuk menjadikan tempat ini sebagai markas sementara.

Hari mulai beranjak malam, dan kegelapan mulai menyelimuti hutan. Aku segera mencari ranting kayu yang berserakan di tanah dan menggunakan pedangnya untuk menebang beberapa pohon bambu. Dengan keterampilan dan kecepatan, aku memotong bambu tersebut menjadi potongan-potongan kecil untuk dijadikan kayu bakar. Bambu yang sudah dikumpulkan aku tumpuk dengan rapi, menciptakan tumpukan yang cukup besar untuk bertahan sepanjang malam.

Aku menyadari bahwa aku butuh makanan sebelum malam semakin larut. Aku memutuskan untuk berburu dan tidak lama kemudian, aku menemukan seekor beruang besar sedang mencari makan. Dengan hati-hati, aku mengendap mendekati beruang tersebut, memanfaatkan setiap bayangan dan suara hutan untuk menutupi langkah.

Aku bisa saja menggunakan sihir untuk membunuhnya atau untuk mengendap-endap didalam kegelapan. Tapi aku lebih suka jika beruang itu tahu saat dirinya sedang diburu.

Saat jarak sudah cukup dekat, aku melancarkan serangan cepat dan tepat. Pedangku menembus bulu tebal beruang itu, mengakhiri hidupnya dalam sekejap. Beruang coklat besar itu memberikan satu poin tambahan bagi ku.

Total poin yang aku dapat selama setengah hari sebanyak 77 poin. Dan itu masih lama untuk sampai dua ratus poin. Aku setidaknya ingin masuk seratus besar agar bisa tinggal di asrama akademi.

Sebelum daging bisa dimasak, aku perlu membersihkan bulu dan memotong-motongnya. Dengan pedang, aku memotong kulit beruang, mengupas bulunya dengan hati-hati. Proses ini membutuhkan keterampilan dan ketelitian agar tidak merusak daging yang ada di bawahnya. Setelah bulu terkelupas, aku mulai memotong daging menjadi bagian-bagian kecil.

Belajar dari evaluasi ulang, dimana aku tidak makan daging sedikitpun dan itu membuatku belajar cara bertahan di alam liar atau portal merah berjenis hutan.

Untuk membersihkan daging, aku menggunakan sihir air. Aku mengangkat tangan dan merapalkan mantra yang sudah aku buat didalam pikiranku dengan tenang. Sebuah bola air besar terbentuk di depan mataku, berkilauan dalam cahaya api kecil yang aku nyalakan sebelumnya. Aku memasukkan potongan-potongan daging ke dalam bola air, membiarkan air bersih itu mencuci setiap kotoran dan darah yang menempel.

Dengan daging yang sudah bersih, Aku menyiapkan api unggun. Aku menyalakan tumpukan kayu bakar menggunakan sihir api. Api segera berkobar, memancarkan kehangatan dan cahaya yang menenangkan. Aku menusukkan potongan daging beruang pada beberapa ranting bambu yang telah aku tajamkan, lalu menempatkannya di atas api. Aroma daging yang mulai matang menyebar di udara, membuat perutku yang lapar berbunyi keras.

Sambil menunggu daging matang, aku duduk bersandar pada batang bambu, mengamati langit malam yang bertabur bintang melalui celah-celah di antara daun bambu. Pikiran tentang apa yang akan aku hadapi esok hari berputar-putar dalam kepala. Aku tahu bahwa untuk mendapatkan pangkat, aku harus bertarung dengan monster yang lebih kuat dan mengumpulkan lebih banyak poin.

Namun, untuk saat ini, aku membiarkan diriku menikmati keheningan malam dan kehangatan api unggun. Setelah daging cukup matang, aku mulai memakan makanannya, merasa puas dengan pencapaian hari ini meskipun tantangan yang lebih besar masih menunggu.

"Rasanya enak padahal aku tidak memasukan bumbu apapun," kataku sambil memakan daging beruang yang sudah di potong kecil-kecil agar bisa masuk dalam mulutku dalam satu gigitan.

Setelah menyantap daging beruang hingga kenyang, aku duduk bersila di bawah bayangan bambu, mengatur napasnya dalam-dalam. Aku memejamkan mata dan mulai bermeditasi, merasakan aliran energi sihir yang mengalir dalam tubuh. Setiap tarikan napas membawa ketenangan dan kekuatan baru, memperkuat stats Magic secara perlahan. Dalam keadaan meditasi, tubuhku beristirahat dan pulih tanpa harus tidur.

[Magic meningkat sebanyak 2]

Pagi menjelang, dengan semangat baru, aku meninggalkan hutan bambu dan melanjutkan perjalanan. Aku menyusuri hutan lebat, hingga tiba di sebuah perbatasan yang memisahkan hutan hijau dengan gurun pasir yang luas. Pasir coklat membentang sejauh mata memandang, menyiratkan tantangan baru. Aku memutuskan untuk memasuki gurun tersebut, bertekad untuk menemukan monster yang lebih kuat.

Matahari gurun yang terik menyengat kulit saat aku berjalan, pasir panas di bawah kaki membuat setiap langkah terasa berat. Namun, aku bisa membuat sihir es untuk mendinginkan tubuhku. Setelah berjalan cukup jauh dari perbatasan, aku merasakan getaran halus di bawah kaki. Aku segera berhenti dan menajamkan indra sihirku, merasakan kehadiran monster di bawah tanah.

Tiba-tiba, tanah di bawah kaki ku bergetar hebat dan retak. Sebuah kelabang raksasa muncul dari dalam tanah, menyerangnya dengan mulut penuh taring tajam. Aku dengan cepat menciptakan kubah pelindung yang bersinar biru terang, menahan serangan pertama monster tersebut. Namun, tak hanya satu, kelabang lain mulai muncul satu persatu dari tanah, total dua belas ekor, dengan panjang tubuh yang bisa mencapai sepuluh meter. Mereka mengeluarkan suara desisan yang mengerikan, dan racun hijau menetes dari taring mereka.

"Sekalinya diberi lawan sulit, sangat sulit." Aku memegang pedangku.

Kelabang-kelabang itu mulai menyemburkan racun hijau ke arah kubah pelindung. Racun tersebut menggerogoti sihir pelindung dengan cepat, membuatku terpaksa berpikir cepat. Dengan gerakan cepat dan presisi, aku memperkuat mataku menggunakan sihir. Pedangku bersinar tajam, dan dengan kekuatan angin yang kuat, aku melompat tinggi ke udara, menghindari semburan racun dan serangan kelabang yang mendadak.

Dalam satu serangan cepat, aku berhasil memenggal salah satu kelabang, darah hijau yang kental menyemprotkan ke wajahku. Kelabang yang tersisa menjadi lebih agresif, menyerangku dengan serangan beruntun yang lebih ganas. Mereka mencoba menyelam kembali ke dalam tanah dan muncul tiba-tiba di sekeliling, mencoba mengejutkan dan menyerangku dari berbagai arah.

Aku tetap tenang, memfokuskan semua indra dan kekuatanku. Aku menggunakan sihir angin untuk meningkatkan kelincahan dan kecepatan, melompat dari satu kelabang ke kelabang lainnya. Dengan setiap tebasan pedang, aku memotong tubuh kelabang-kelabang tersebut dengan gerakan yang terukur dan efisien. Darah hijau terus menyembur, menciptakan pemandangan pertarungan yang brutal dan kejam.

Meski pertarungan berlangsung sengit, aku tidak menerima luka sedikitpun. Gerakanku lincah dan terarah, menghindari setiap serangan dengan presisi yang memukau. Racun hijau terus disemburkan ke arahku, tetapi aku berhasil menghindari setiap tetesan dengan lompatan dan gerakan cepat. Satu persatu, kelabang-kelabang itu jatuh di tanganku, tubuh mereka terpotong-potong dan tergeletak di pasir gurun.

Akhirnya, hanya tinggal satu kelabang yang tersisa. Monster itu, sadar akan nasibnya, mencoba menyelam kembali ke dalam tanah untuk melarikan diri. Namun, aku tidak memberinya kesempatan. Dengan satu tebasan terakhir yang penuh kekuatan, aku memotong tubuh kelabang itu menjadi dua, darah hijau menyembur dan mengotori pasir di sekitarnya.

Aku berdiri di tengah medan pertempuran yang penuh dengan tubuh kelabang yang tak bernyawa. Nafasku teratur, dan mataku berkilat dengan rasa puas. Setiap kelabang memberikan sepuluh poin, totalnya aku mendapatkan seratus dua puluh poin dari pertarungan itu. Ini adalah langkah besar menuju tujuannya untuk mencapai dua ratus poin.

Aku terkejut saat melihat poin milikku sudah bertambah dan tinggal sedikit lagi sampai dua ratus. 197 poin. Itu adalah poinku saat ini, tapi aku tidak berniat berhenti bahkan saat poinku mencapai 200. Aku akan terus mendapatkan poin hingga masuk 100 besar agar dapat tinggal di asrama akademi.

Aku akan mencapai peringkat seratus besar dengan mudah. Aku bisa saja membantai semua murid dan monster yang ada dengan cepat, tapi itu akan menunjukan seberapa kuat diriku dan turnamen menjadi pilihan satu-satunya untuk menjadi murid terbaik.

1
Vemas Ardian
njirr ngelunjak 😭😭
Ibrahim Rusli
sejauh ini keren sih Thor ...lanjut 🤘🏻🤪
Dhewa Shaied
cukup menarik hanya saja ad bbrpa bab yg paragraf nya berulang
Protocetus
izin promote ya thor bola kok dalam saku
GM Tyrann
Kalo kalian udah mulai baca terus ada nama MC dibagain sudut pandangnya padahal seharusnya Aku. Itu kesalahan penulisan, karena udah banyak jadi malas ganti, ada banyak sih pas sudut pandang MC seharusnya pake Aku dan Kami, tapi malah pake, nama MC, Dia dan Mereka.

Kalo dari sudut pandang karakter lain nama MC, y pake nama MC. Apa lagi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!