NovelToon NovelToon
Bintang Antariksa

Bintang Antariksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ajab_alit

Aku adalah anak perempuan yang memiliki nama “Upeksa Nayanika”. Aku suka buku dan hal-hal yang menakjubkan. Tapi tanpa ku sadari… aku juga salah satu dari bagian hal yang menakjubkan. Hidupku aneh setelah kejadian itu muncul. Tapi, Apakah aku akan bertahan dengan hal menakjubkan itu? Maukah kamu mengenal ku lebih dalam wahai para bintang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ajab_alit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 19

Naya membuka matanya perlahan. Saat penglihatannya sudah stabil, ia langsung bangkit dari tidurnya. Uks sekolahnya adalah hal pertama yang ia lihat. Naya melihat tangannya, lalu ia kepalkan tangan itu. Tangannya kecil, berarti sosoknya juga kecil.

“Pembohong. Malam pembohong,” ucapnya masih melihat tangan kecilnya itu. Sedetik kemudian, ia mengingat satu hal yang penting. Timira, sosok yang katanya sudah diambil darinya. Naya pun melihat ke sekeliling sambil membatinkan nama itu, menunggu sosok itu muncul di hadapannya. Tak ada. Sosok itu tak muncul. Naya pun membatinkan nama itu kembali, namun hasilnya tetap sama. Jantung Naya berpacu dengan cepat, dadanya sesak seketika. Sosok dengan wajah pucat itu tak bisa berpikir. ia terus membatinkan nama yang sama, yaitu ‘Timira’.

Setelah 100 kali membatinkan nama itu, akhirnya ia berhenti. Naya kembali menatap tangannya yang kecil. Air mata jatuh disana. Naya menangis, itulah kondisi yang bisa digambarkan untuknya saat ini.

Suara isak tangis pun terdengar. Petugas uks yang awalnya duduk di kursinya, kini berdiri, berjalan ke arah Kasur yang saat ini tengah di tiduri oleh seorang anak perempuan. Ia membuka tirai Kasur itu perlahan, sosok yang saat ini menempati Kasur itu menenggelamkan wajahnya di antara betis. Penjaga uks itu mendekati Naya dengan langkah yang perlahan, bahkan suara langkahnya tak terdengar sama sekali. Wanita yang tidak terlalu tua itu, berencana mengelus rambut milik sosok yang sedang menangis saat ini. Namun, ia ragu. Saat tangannya sudah di atas kepala Naya, ia menarik tangannya. Akhirnya ia memilih untuk berdiri di samping anak itu, menunggu suara tangisnya menghilang. Saat berdiri dalam diam, penjaga uks itu mendengar Naya mengucap sesuatu yang membuat dirinya sedikit bingung.

“Kembalikan dia padaku. Aku butuh dia. Aku butuh, Timira.” Itulah yang Naya ucapkan dalam tangisnya. Ia terus mengulangi kata pertama yang sebelumnya ia ucapkan.

###

“Merasa sedikit lebih baik, dik?” tanya sang penjaga uks yang tak dijawab oleh Naya. Setelah menangis selama 30 menit, bocah kecil itu terus diam di tempatnya sambil melihat ke teh yang 5 lima menit lalu diberikan padanya.

“Wajahku jadi jelek setelah menangis,” gumam Naya yang dapat didengar oleh si penjaga.

“Walaupun membuatmu jadi jelek, ia membuatmu tenang setelah kau berhenti melakukannya kan?” penjaga uks itu duduk dipinggir kasur Naya.

“Iya, sedikit. Tapi, itu aneh.”

“Memang. Tapi, itu cara manusia menumpahkan emosinya dengan manusiawi. Walaupun itu tak mengubah apa-apa dalam hidup kita yang sedang ada masalah, tapi sesekali menangis itu tak apa-apa.”

Naya melihat ke sang penjaga uks dengan wajah polosnya. Mata bengkaknya membuatnya sangat tidak nyaman untuk melihat apa pun. “Tapi, menangis membuat kita seolah-olah menjadi manusia yang lemah.”

“itu pendapat yang salah. Menangis adalah respon alami terhadap berbagai emosi dan bukanlah sesuatu yang harus dipermalukan atau dianggap lemah. Kamu tahu, orang yang sering menangis adalah orang yang penyayang, hatinya lembut dan ia adalah orang yang tulus. Orang yang mendapatkan cinta dari mereka adalah orang yang beruntung, menurutku,” ucap wanita yang tak terlalu tua itu. Ia melihat ke depan dengan senyum yang terukir di wajahnya. Sosok dewasa itu seperti sedang mengenang sesuatu. Naya melihat ke teh yang ada di tangannya lagi, lalu meminum teh yang sudah dingin itu. Kali ini, ia menatap gelas kosong.

“Siapa yang membawa ku kemari?” Naya mengubah topik pembicaraan.

“Dua orang anak laki-laki. Tapi, satu orang menetap disini dengan wajah pucat. Ia menunggumu bangun sampai ia tertidur. Bocah itu bolos satu pelajaran.”

“Apakah aku boleh pulang sekarang?” Naya menatap sosok yang sedang di sampingnya lagi. Sosok itu pun melihat ke jamnya.

“Bisa saja, karena sebentar lagi-“

TRINGGG!!

bel sekolah berbunyi. Penjaga Itu berhenti berbicara. Ia menatap ke Naya dengan cengiran yang menampakkan beberapa giginya. “Bel sudah berbunyi dan kita bisa pulang sekarang. Tunggulah disini, seseorang pasti akan membawakan tasmu setelah ia berlari dari kelasnya. Aku pamit untuk merapikan barang dulu, ya.” Penjaga itu mengacak-acak rambut Naya. Membuat Naya mengerucutkan bibirnya. Penjaga itu tertawa, lalu melambaikan tangannya. Pembicaraan mereka pun selesai. Naya menuruti ucapan penjaga itu. Benar saja. Setelahnya, Abya datang dengan nafas yang terengah-engah sambil menenteng tas pink bergambar kuda poni.

...###...

Jalanan yang selalu dilewati oleh kendaraan dan terdapat banyak toko disana adalah jalan yang paling sering dilewati oleh Naya dan Abya. Mereka melangkah di tempat yang ramai. Namun, Naya dan Abya tak berpartisipasi dalam keributan tempat ini. Keduanya sama-sama terdiam, pandangan mereka fokus ke jalanan. Canggung adalah kondisi yang tepat untuk kedua makhluk ini.

Abya berulang kali membuka dan menutup mulutnya. Tak tau harus memulai percakapan dari mana.

“Aku baik-baik saja, tenanglah.” Abya tersentak ketika mendengar suara yang familiar itu. Ia melihat ke Naya yang sedang melihat ke depan. Bocah perempuan itu seolah-olah tau apa yang dipikirkan oleh temannya. “Sungguh, aku baik-baik saja.”

“Be-begitu, ya,” ucap Abya terbata-bata. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Suasana hening setelahnya. Dengan tangan yang tertaut, mereka melewati banyak hal. Keduanya sama-sama berpikir.

“Aku … ingin belajar sihir,” ucap Naya membuka topik. Ia mencengkram tangan Abya. Hal ini membuat Abya tahu sesuatu, sesuatu yang ia benci di dunia. Abya melihat ke Naya yang juga sedang melihatnya. Bocah lelaki itu memperhatikan mata temannya, tak ada keceriaan atau sinar di mata indah itu. Kekosongan, hanya itu yang ada dimata Naya. Langkah mereka pun terhenti. Angin terus datang pada mereka, membuat rambut mereka menari karenanya.

“Kenapa? Apa masalahmu ada hubungannya dengan sihir?”

“Ada. Aku harus belajar banyak sihir karenanya. Aku juga … ingin memanggil bintang yang waktu itu kita temui di ruang yang seperti tempat kerja.”

Abya terdiam, ia masih menatap mata kosong itu. Naya yang sedang ia hadapi bukanlah Naya ia kenal. “Baiklah, kita akan belajar di kamarmu. Tunggu aku saat malam hari, aku akan datang ke rumah mu saat itu,” ucap Abya dengan penuh keseriusan. “Aku akan menunggumu untuk bercerita tentang apa yang mengganggumu hari ini. Jadi, berceritalah jika kau mau bercerita.”

...###...

Jam di ruang tamu terus berdetak. Waktu terus berjalan. Seorang anak kecil yang dikuncir kuda itu duduk di sofa ruang depan, terus menatap jam sambil memakan biskuit buatan ibunya. Ayahnya yang duduk di dekat bocah kecil itu kebingungan. Sebelumnya, putri kecilnya tak pernah seperti ini. Biasanya, jika ia berada di sofa ruang depan, ia pasti akan mengobrol dengan ayahnya karena ia ingin berbincang terkait apapun tentang hidupnya. Bocah kecil itu akan tertawa, mengerucutkan bibirnya, berteriak, tersenyum saat ada di sofa. Ibunya juga saat ini memperhatikannya. Ibu rumah tangga itu duduk di sofa, melihat jam dan anaknya secara bergantian.

“Sayang, mau dibuatin susu buat nemenin biskuitnya?” ucap ibu Naya yang tak direspon oleh anaknya. Hening, hanya suara jam yang terdengar diantara mereka. Kedua orang tua itu pun saling tatap, lalu sama-sama mengedikkan bahu.

Setelahnya, seseorang mengetuk pintu rumah Naya. Semua mata melihat ke pintu itu. Naya bergegas membuka benda itu, dua orang yang ia kenali pun ada disana. Dua orang itu adalah ibu dan anak dari rumah di sebelah mereka. Ibu Abya dan Abya tersenyum ke Naya. Naya membalas senyum itu dengan kikuk.

Ibu Naya yang melihat siluet temannya berdiri dari duduknya, menyusul Naya untuk ikut menyapa temannya. Ia mempersilahkan dua orang tamu itu untuk masuk. Saat baru saja Abya melangkah masuk ke rumah temannya, bocah cilik itu langsung memegang tangannya, menggenggamnya dengan erat. Ia menatap Abya dengan lekat. Bocah lelaki yang mengerti maksud dari tatapan temannya pun mengangguk

“Mama, aku ke kamar ya sama Abya. Mau main-main,” ucap Naya yang langsung diiyakan oleh ibunya. Naya tersenyum kepada Abya. Ia bawa temannya ke atas, tidak lupa juga ia bawa piring yang berisi biskuit buatan ibunya.

Anak perempuan itu membuka pintu kamarnya, masuk ke dalam sambil menarik temannya untuk ikut masuk. Di dalam, ia membuat kursi belajarnya menghadap ke Kasur, mempersilahkan temannya duduk disana dengan penuh hormat. Abya duduk di kursi itu, sedangkan Naya duduk di Kasur, mereka duduk berhadapan. Naya melihat ke Abya dengan penuh keseriusan.

“Mari kita mulai pelajaran kita,” ucapnya yang mendapat respon anggukan.

Abya menunjukkan api miliknya pada Naya. Api itu mengapung di tangan kanannya, cahaya keemasannya sungguh menawan. “Sudah bisa melakukan ini?” tanyanya yang masih belum memadamkan api miliknya.

Naya mengangguk. Ia mengucapkan mantra yang sebelumnya diucapkan oleh Abya. Tangan kanannya pun mengeluarkan api yang ukurannya sama dengan milik Abya. Tapi, warna apinya dan Abya berbeda. Warna api Abya keemasan, sedangkan Naya bercampur dengan warna kegelapan. Masih menjadi misteri baginya saat api itu muncul dengan warna yang berbeda untuk pertama kali.

“Tak masalahkan jika apinya punya dua warna?” tanya Naya dengan tatapan polos miliknya.

“Tak apa, hanya saja itu membuatku sedikit terkejut.” Abya memperhatikan api itu. Mendekatkan api itu dengan api miliknya. Sesuatu yang baru pun terjadi pada api milik Naya. Api itu membesar. Ia menyerap api milik Abya, membuat api Abya mengecil, lalu menghilang. Naya kebingungan menahan api itu terus hidup di tangannya. Entah kenapa tangan kanannya sekarang terasa berat.

Abya menyentuh punggung tangan Naya, membuat beban Naya sedikit lebih ringan. “Rilekskan tanganmu. Tahan api itu untuk tetap disana. Jangan buat dia mati.”

“Tak perlu kau bilang, Abya. Aku sedang berusaha menjaga api ini sebelum kau mengatakan itu.” Keringat keluar dari dahi Naya. Perlahan-lahan api miliknya mengecil, membuatnya panik seketika. “Tidak!” seru Naya. “Tidak, tidak boleh mati sekarang.” Abya menghela nafasnya saat Naya dilanda kepanikan. Abya mengucapkan mantra lagi, membuat api itu terkendali dan berhenti mengecil.

“Jangan panik saat mengendalikan mereka. Apimu liar, jadi kau harus benar-benar menjaga pikiran dan sangat fokus ke api itu. Mengerti?” Naya mengangguk. Ia menaruh tangganya di pelipis, memberikan hormat pada sosok yang ada di depannya. Kini, mata itu tak lagi redup, mata itu kembali ceria. Naya tersenyum, senyum yang sangat manis dan senyum yang paling Abya suka.

“Siap, kapten,” ucap Naya yang membuat Abya tersenyum tipis. Bocah lelaki itu mengusap-usap kepala temannya.

“Inilah Naya yang kukenal. Sekarang, matikan api itu.”

Naya menurut. Ia mematikan api itu dengan cara mengepalkan tangan kanannya, lalu membuka tangan itu lagi ketika api nya sudah benar-benar hilang.

“Sudah. Aku kerenkan karena sudah menguasainya.” Cengiran terlukis diwajah Naya. Mata sosok itu juga ikut tersenyum.

“Iya. Kau keren.” Abya menyentuh hidung temannya. “Sekarang kau ingin belajar apalagi?”

“Aku ingin belajar memanggil bintang yang waktu itu dan belajar tentang warna dari apiku.”

“Kalau untuk bintang itu, aku tak tahu caranya karena ia muncul secara tiba-tiba. Aku akan mencari tahu jawabannya lebih dulu. Lalu, untuk warna api mu aku bisa menjelaskannya besok. Aku punya alat canggih untuk menjelaskan itu. Sayangnya, alat itu ku tinggal dirumah.”

“Sangat disayangkan kau tidak membawa alat itu sekarang,” ucap Naya dengan nada kecewa. Abya mencubit pipi kanan bocah itu, membuatnya mengeluh kesakitan. Naya memegang pipi kanannya, mengelus-elusnya agar rasa sakitnya hilang. Ia menatap Abya dengan garang. Abya tertawa.

“Tenang saja, kita bisa pelajari hal lain.”

“Benarkah! Apa lagi sihirmu yang lain? Apakah ada hubungannya dengan kabut atau lebih dari itu?” Naya mendekatkan wajahnya ke Abya, terlalu antusias membuat tingkahnya semakin menjadi-jadi. Abya memundurkan wajahnya, mengalihkan pandangannya. Telinga Abya memerah, tak aman bagi jantungnya jika Naya terlalu dekat padanya.

Ia memanjangkan tangannya ke depan, membuat batas antara dirinya dan teman perempuannya. “Lebih dari itu. Kita akan belajar untuk mengeluarkan senjata dalam dirimu,” Ucap Abya. “sebelum itu, kita harus pergi ke tempat yang lebih luas. Ayo pergi ke tempat sang pendosa, kita akan belajar disana.”

1
apayaaaa
bagus bet, seruu fantasi nya
ajab_alit: makasih atas komentarnya kakak
total 1 replies
Yusup Muzaki
terasa kdunia pantasi ...walw ceritanya masih blom dpahami
ajab_alit: nanti lama-lama juga ngerti kok, kak.
total 1 replies
Shinn Asuka
Setting ceritanya memang hebat banget! Bener-bener dapet jadi mood baca di dunia fiksi ini. ❤️
ajab_alit: terimakasih
total 1 replies
XVIDEOS2212
Gak sabar lanjut baca!
Debby Liem: tuiiooooo
ajab_alit: untuk kelanjutan akan saya up besok. di tunggu saja ya/Smirk/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!