NovelToon NovelToon
DEMI KAMU,NAK

DEMI KAMU,NAK

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Nikah Kontrak
Popularitas:8.2k
Nilai: 5
Nama Author: sunflowsun

Pemerkosaan yang terjadi di masa lalu menciptakan trauma yang hebat dalam diri Viela.
Namun, seiring berjalannya waktu, sekali lagi semesta mempertemukannya dengan seorang pria yang menyambut dia dan tak mempersalahkan masalalunya.

Desakan orang tua dan saudaranya memaksa Viela untuk segera mengiyakan maksud dari pria itu. Namun,Viela masih meragu dan memilih untuk menjalani hubungan sebatas pertemanan dulu. Hingga suatu hari keluarga dan pria itu sekongkol untuk membuat sang pria tidur dengan Viela. Dengan begitu kedepannya tak mungkin lagi Viela bisa menolak lamaran sang pria.


Apakah rencana mereka berhasil?
Dapatkah dengan cara itu trauma yang dalam diri Viela bisa teratasi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sunflowsun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Roti Sobek

"Tidak tahu. " Vei menggeleng, "Tidak kenal. " Jawab Vei agar Peter segera pergi dari sana.

Melihat sikap Vei seperti menginginkan kepergiannya, Peter pun mengambil langkah mundur.

Vei menatap sekitar, tak lagi di lihatnya Peter di sana. Vei tersenyum lega.

Dengan ekor mata ia sekali lagi melirik ke kiri dan kanan.

"Aman! " Vei melahap roti dengan penuh kenikmatan. Hampir satu lingkar roti dengan aneka rasa selai di tengahnya, membuat Vei nagih terus untuk menyantapnya.

Saat menyadari air minumnya tinggal seteguk lagi, Vei tiba-tiba merasa sangat sedih.

"Yah... minumku habis... . " Gumam Vei.

Vei menatap heran. Sebotol minuman terarah padanya.

"Hik! " Vei yang terkejut membuatnya kini cegukan. "Hik! "

"Hik! "

"Hik! "

"Lah? malah cegukan? Ini minumlah! " Peter memberi minuman pada Vei.

Vei menutup mulut, tapi, "Hik! "

"Hik! "

"Hik! "

"Hik! "

Frekuensi cegukan nya malah semakin cepat.

Vei meminum minumannya yang tadi. Tak berani menerima minuman dari Peter.

'Bagaimana pun aku harus selektif dalam menerima apapun dari orang, apalagi dia juga... "

"Apa tampangku sejahat itu, yah? " Tanya Peter bingung. "Lihatlah! ini masih bersegel, baru ku beli dari toko itu! " Jelas Peter untuk meyakinkan Vei.

Vei sejenak berpikir untuk membeli sendiri saja dari pada menerima dari pria yang baru ia kenal yang sebatas nama saja.

"Ngeyel banget... " Peter terkekeh, "Aku bukan orang jahat, keburu mati entar kau, ngak sempat lihat cucumu lahir! "

Tak lagi pikir panjang, Vei mengambil minuman botol itu dari tangan Peter.

Mendengar kata 'Mati' dan 'Lahir' membuatnya menerima minuman itu.

Merasa cegukan Vei sudah hilang, ia bernafas lega.

Tapi kini Peter malah begitu santai duduk di sana dengannya.

Vei langsung memeluk kotak roti.

Bendera perang terasa seperti sudah di naikkan. Peter mengatupkan bibirnya, menahan tawa akan sikap wanita di sampingnya.

'Gimana kalau itu roti aku minta, yah? dikasi ga ya? ' Peter mengulum senyum ke arah yang berlawanan, agar Vei tak menyadari.

'Tapi kalau ngak dikasih? malunya bakal seribu tahun- tapi-'

"Vei? Aku lapar. Boleh aku minta satu rotimu?" Tanya Peter dengan tangan mengarah ke Vei, tapi tidak menghadap pada Vei.

'Penasaran... tapi malu kalau ngak di kasih, nanti...? ' batin Peter tegang dengan tindakan Vei.

'Kenapa belum di jawab? dikasih juga belum? apa dia pergi? '

Vei ragu-ragu, namun mengetahui Peter kini lapar, akhirnya ia menyobekkan satu varian rasa.

"Untukmu! makanlah! " ucap Vei lalu menyobek-nyobek satu varian roti yang di tangannya.

"Ini untukku? " Tanya Peter.

Dan dibalas Vei dengan gumaman yang mengiyakan.

"Terimakasih! " Ucap Peter menerima Roti dengan kotaknya juga.

'Aku tak mengerti wanita... ' Batin Peter. 'Tadi kelihatan pelit, tapi sekarang? malah ngasih... ' Peter menatap kotak dengan roti beberapa varian lagi.

Peter melihat roti yang menggugah selera dengan kilauan keemasan di atasnya, menggigit dengan gigitan besar sekaligus.

'Enak! Enak juga! ' Peter melahap lagi. 'Tahu seenak ini, harusnya dari dulu aku tahu ada makanan seenak ini! '

"Boleh aku minta? " Tanya Vei dengan wajah menghadap ke arah Peter, tapi tatapan Vei mengekor ke arah kiri.

"He...? "

"Hee...? " Peter heran.

"Roti! " Tunjuk Vei ke arah kotak, yang tanpa sadar Peter sedang memegang kerahasiaan belakangnya langsung.

"Eh! Ini! Silahkan! " ucap Peter memberikan Roti Pada Vei. Tapi dari pegangan tangan Peter pada pinggiran kotak Roti , jelas Peter sedang tak ikhlas untuk berbagi semua kembali ke Vei.

***

Tetesan air mata dari cakrawala satu persatu jatuh ke dedaunan.

"Sepertinya akan hujan. " Ucap Peter saat wajahnya di timpa setetes air.

Peter berdiri dari atas rerumputan. mengibas-ibaskan tangan ke ekornya. 'Andai aku punya ekor seperti anjing, tak perlu tanganku secapek ini! ' ucap Peter dalam hati.

Sembari membayangkan ia memiliki ekor.

"Gimana kalau ekor sembilan ? "

"Gimana-gimana? " Tanya Vei.

"Apa? " Tanya Peter pada Vei.

"Barusan, kamu bilang 'ekor sembilan', gitu! " Ucap Vei yang berusaha menutupi rasa keram di kaki.

"Ah ngak ada. Salah dengar kali! " Elak Peter. 'Bodoh sekali ! Bodoh! Bodoh! ' Peter menjentik keningnya sendiri.

Menyesal sekali Peter membayangkan hal yang aneh, sampai-sampai membawanya ke perasaan yang lebih aneh lagi kini.

Setelah berteduh di bawah warung kosong, yang masih bisa dikatakan warung pinggir sungai, Gemuruh suara petir dan lebatnya hujan membuat keduanya terjebak di sana.

Vei tetap menjaga jarak. Duduk di meja paling sudut. Memandang ke arah aliran sungai yang menerima titik-titik hujan dalam pelukannya.

Vei membayangkan titik-titik hujan itu adalah bayi-bayi kecil, sedangkan sungai adalah ibunya.

'Pasti anak-anak itu melompat bahagia, bukan? '

'Aku harap kamu juga bahagia, Nak... Aku menyambut selalu hadirmu. ' Vei mengelus lembut.

"Hkem! " Peter berdehem, "Itu- Vei? soal perempuan itu- aku masih penasaran tentang itu. Bisa jelaskan- hm- maksudku-... "

"Aku tidak suka ikut campur masalah orang. Tapi entah kenapa, aku juga ngak bisa mengelak saat tahu hal jahat seperti itu. "

"Mmm... dia bukan siapa-siapaku juga. Hanya saja karena sahabatku mengenalkannya padaku, kau tahu...? "

"Ma jomblang? " Ucap Vei mengulum senyum.

"Aku ini pria idaman banyak wanita, yah! Jangan melihatku dengan tatapan itu... " Peter menahan malu.

"Okey! Maklum kog. Kalau banyak yang suka, memang membingungkan untuk memilih salah satu untuk di jadikan pasangan... . " Ucap Vei tersenyum.

'Senyum? ' Heran Peter. 'Kirain mukanya muka tembok. Datar. Eh manis... '

"Jadi? Dimana kau tahu kalau dia itu? Kau tahu maksudku-? Apa minumanku di masukkan racun? Tapi bagaimana caranya? Itu minumannya juga pakai merekat rapat? " Tanya Peter.

"Tapi sebentar! Jangan jawab dulu. Biar ku tebak! " Ucap Peter melarang Vei untuk tidak menjawabnya lebih dulu.

"Baiklah! " Jawab Vei mengerti.

"Hum, penjual minumannya adalah teman cewek itu, terus mereka sekongkol masukin racun ke minumanku! kan? " Tanya Peter serius.

Suara geluduk tiba-tiba membeluduk.

"Dengarlah! Langit saja bilang itu salah! " Ucap Vei. "Menyerah? "

Alis Vei ikut terangkat bertanya.

Peter menggeleng, menolak untuk menyerah.

Namun, berapa kali pun Peter menjawab, jawabannya selalu kurang tepat.

"Aku menyerah. " Pasrah Peter kemudian. "Jadi bagaimana cara dia masukin itu racun ke minumanku yang tertutup rapat begitu? Padahal dia juga minum minuman yang sama, kan? Kog bisa dia bedain mana yang beracun gitu,loh? "

Tanya Peter.

"Apa kau tidak melupakan sesuatu? " Tanya Vei.

Peter berusaha berpikir lagi, "Tak bisakah langsung jelasin saja? Marmut di otakku sudah sangat lelah berlari di roda sana! "

Vei tersenyum membayangkan di dalam otak Peter ada marmut. 'Bisa begitu? '

"Kau tadi bilang, kalau minuman itu di pesan sendiri sama itu cewek kan? "

Diangguk oleh Peter.

"Dan saat pemesanan minuman itu, kau mengambil jarak darinya untuk menjawab telepon dari sahabatmu? "

Lagi, Peter mengangguk.

"Terus, kau juga bilang tadi, kebetulan hampir habis sedotannya, dan kalian satu sedotan, kan? " Tanya Vei.

"Iyah, satu sedotan saja tadi, kata dia tinggal satu itu saja! " Jawab Peter.

"Yaudah,racunnya di masukin melalui sedotan! " Jawab Vei.

Peter masih merasa mengganjal. "Bagaimana? Secara dia lebih dulu memakai itu sedotan untuk membuka minumannya. setelah terbuka, dia memberi itu sedotan padaku lalu dia juga meminum minumannya? "

"Kau tak terlalu memperhatikannya tadi, karena kau juga sibuk dengan panggilan di ponselmu. Dalam beberapa detik dia mencelupkan itu sedotan pada kantongnya. Dari situ aku udah curiga. Jadi selanjutnya, begitulah!"

"Ngak nyangka. Kog bisa yah dia niat racunin aku? "

"Entahlah! " jawab Vei.

1
Nurfiza Tarigan
ceritax sih seru tpi,,,,,,,,,,
Aegis Aetna
aku mampir kak, semangat.
anggita
trus berkarya tulis👏
anggita
👍👍..
anggita
like👍+ hadiah iklan☝.. utk author. smoga sukses novelnya👌.
Sunflowsun🌻
Terimakasih atas dukungan positifnya🌻
lyaa
Ini baru novel keren, author kudu bangga!!
Ryner
Sukses terus, sekali baca novel author bikin nagih terus.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!