"Sshh ...." Wanita itu berhasil meringis kesakitan.
"Apa kau pikir aku takut untuk membun*hmu?! Wanita sepertimu hanyalah manusia sampah yang harus dimusnakan! Bersiaplah untuk mati!"
Keenan merogo sakunya dan mengeluarkan sebuah pistol berwarna silver miliknya.
"Buka mulutmu!" bentak Keenan seraya mencengkram kedua pipi wanita itu sehingga mulut wanita itu terbuka secara paksa.
Tanpa belas kasihan Keenan langsung menyodorkan pistol itu ke dalam mulutnya.
Dor!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Animous, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tersiksa
Saat ini Luna sedang duduk di depan meja rias, sedangkan Bibi Astiti berdiri di belakangnya sembari menyisiri rambutnya.
"Rambutnya sehat sekali, Non. Nona selama ini pakai sampo apa?" tanya Bibi Astiti.
"Sampo? Luna selalu memakai sampo saset seribuan yang biasanya dijual di warung-warung, Bi," timpalnya.
"Loh ... sampo seribuan to. Bibi kirain Nona pakai sampo yang mahal."
Mendengar itu membuat Luna tersenyum malu-malu. "Kalau beli sampo yang mahal Luna tak mampu, Bi. Jangankan sampo, beli beras saja kadang harus hutang dulu."
Perkataan Luna benar-benar berhasil membuat Bibi Astiti terdiam.
CEKLEK.
Terdengar pintu terbuka membuat Luna dan Bibi Astiti langsung menoleh.
Luna sontak berdiri dari duduknya dan segera bersembunyi ketakutan di belakang Bibi Astiti ketika tahu siapa yang datang itu.
"Tuan Keenan." Bibi Astiti membungkuk badannya sekilas.
"Keluar lah!" perintah Keenan pada Bibi Astiti.
"Baik, Tuan." Bibi Astiti yang tak bisa melawan perintah Keenan, hendak pergi dari sana.
"Bi ... jangan tinggalkan aku," lirih Luna dengan mata berkaca-kaca seraya menarik ujung baju Bibi Astiti itu.
"Saya bilang keluar!" sentak Keenan.
"Maafkan saya, Non." Dengan sangat terpaksa Bibi Astiti pergi dari sana meninggalkan Luna yang ketakutan karena tersisa mereka berdua di dalam sana.
Setelah Bibi Astiti pergi. Keenan melangkah mendekati Luna lalu menarik tangan gadis itu secara kasar.
"Akh!"
Luna pun memekik kesakitan ketika tubuhnya dihempaskan dengan kuat ke atas tempat tidur. Mendapat perlakuan seperti itu, Luna segera mundur, sehingga dirinya terpojok di kepala kasur tersebut.
Tak tinggal diam, Keenan segera membuka kemejanya menunjukkan kembali tubuhnya yang berotot dan gagah itu pada Luna.
"Jangan ... ja--jangan lakukan itu lagi!" pintah Luna dengan nada gemetar karena sangat ketakutan.
Keenan hanya mengabaikan ucapan Luna. Ia pun merangkak naik ke atas kasur itu lalu menarik kaki Luna sehingga posisi Luna berubah menjadi terlentang.
"TIDAK!!!!!!"
Dan ....
Untuk kedua kalinya Luna diper***kosa secara paksa oleh Keenan.
Luna menangis dan menjerit kesakitan karena luka yang ada di dirinya semalam masih belum pulih dan justru diberi luka yang baru lagi.
Tentu saja jeritan kesakitan Luna membuat Keenan justru semakin bersemangat. Ia tak peduli tentang Luna yang kesakitan. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri yang ingin memuaskan gai***rahnya yang terus-menerus meningkat kapan saja.
"Sa--sakit. Aku mohon hentikan."
"Ahh, fu***ckk ... kau benar-benar nikmat, Sayang. Bertahanlah mungkin permainan ini akan sangat lama."
____________________
Enam jam berlalu.
Cup~
Keenan mengecup kening Luna dengan sangat lembut. Lalu Keenan segera beranjak dari atas tempat tidurnya itu.
Ia memungut kemejanya yang tergeletak di lantai lalu memakainya kembali. Kemudian, ia melangkah keluar dari kamarnya itu.
"Panggilkan dokter!" perintah Keenan pada pengawalnya yang sedang berjaga di luar kamarnya.
"Ada apa Tuan?" tanya pengawal tersebut penasaran.
"Tidak usah banyak bertanya! Panggil saja!"
"Baik, Tuan!"
Keenan melanjutkan langkahnya menuju ruang utama. "Bibi Astiti!" panggilnya.
Bibi Astiti yang sedang memasak di dapur pun segera berlari menuju ruang utama. "Ada apa, Tuan?"
"Jika dokter Arthur sudah datang, kau tuntun dia ke kamarku! Bilang padanya untuk segera memeriksa keadaan Luna!" titah Keenan membuat kening Bibi Astiti seketika mengkerut.
"Ada apa dengan keadaan Nona Luna, Tuan?"
"Dia pingsan karena kelelahan," jawabnya dengan nada dingin membuat Bibi Astiti langsung terkejut saat mendengarnya.