[MOHON DUKUNGAN UNTUK CERITA INI. NGGAK BAKAL NYESEL SIH NGIKUTIN PERJALANAN ARKA DAN DIYAN ✌️👍]
Karena keserakahan sang pemilik, cahaya mulia itu pun terbagi menjadi dua. Seharusnya cahaya tersebut kelak akan menjadi inti dari kemuliaan diri si empunya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya---menjadi titik balik kejatuhannya.
Kemuliaan cahaya itu pun ternoda dan untuk memurnikannya kembali, cahaya yang telah menjadi bayi harus tinggal di bumi seperti makhluk buangan untuk menggenapi takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Altairael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NODA SAHEN GAGANANTARA KABUR
Cariyabhanu mendarat di hadapan kedua altair penjaga. Membuat mereka kembali melebarkan mata dan mulut tidak percaya menyaksikan sayapnya telah berubah menjadi sayap emas. Namun, perhatian mereka teralihkan oleh cahaya yang ada di tangan sang altair agung.
"Apa yang terjadi? Kenapa cahaya ini tidak lagi terang?" Harnum bergumam lirih dan menatap sedih.
"Sepertinya dia kelelahan. Ambillah, tugasku sudah selesai, sudah saatnya untuk pergi." Setelah menyerahkan cahaya yang terlihat lemah dan layu, Cariyabhanu bergegas keluar dan sayap emas kembali tersembunyi di balik jubah putihnya.
Ketika kakinya baru saja melangkah keluar dari taman, Cariyabhanu langsung merasa ada yang keliru dalam perhitungannya. Entah apa itu, tetapi satu hal yang pasti: dia tidak akan diampuni. Oleh karena itu, secepat kilat dia terbang meninggalkan Sahen Gaganantara.
Kecurangannya tidak mungkin tersembunyi. Sahen Gaganantara bukan lagi tempat yang layak untuknya. Sejak saat itulah Cariyabhanu memutuskan untuk berkuasa atas makhluk dunia bawah dan menentang Sang Sahen. Dia mengukuhkan diri sebagai Bhanu Angkara.
Altair agung tamak itu terlalu arogan. Dia pikir akan mampu mencapai tujuan dengan sebagian cahaya murni itu di dalam tubuhnya. Dia boleh merasa menang sekarang, tetapi di masa yang akan datang ketika menyadari ada sesuatu yang ternyata tidak dipahaminya, semua hasil kecurangan ini pun akan menjadi sia-sia.
Setelah Cariyabhanu berlalu, Satria dan Harnum kembali bertukar pandang, mereka merasakan firasat yang lebih buruk. Sesaat kemudian mata keduanya melebar hingga rasa-rasanya bisa lompat ke luar kapan saja ketika bola cahaya itu secara perlahan menjelma menjadi bayi.
Cahaya menjadi bayi adalah hal yang wajar terjadi di Sahen Gaganantara, tetapi dalam kasus ini ada perbedaan. Sang Sahen pernah mengatakan bahwa keempat cahaya yang mereka jaga itu istimewa, bukan cahaya cikal-bakal bayi. Apa pun itu, mereka tidak berani bertanya. Lalu, bila sekarang cahaya itu tiba-tiba menjadi bayi, berarti ada yang tidak beres.
Belum sempat mereka mengambil kesimpulan atas apa yang terjadi, tiba-tiba terdengar suara tanpa rupa,
"Kalian ceroboh ...."
Satria dan Harnum langsung berlutut dan seketika menyadari bahwa benar-benar telah melakukan kesalahan fatal.
"Kami lalai. Kami siap menerima hukuman."
Keduanya berbicara serempak dengan kepala menunduk dalam-dalam. Harnum mendekap bayi bercahaya keemasan di dada, untuk memberinya kehangatan.
"Tentu saja kalian harus siap. Tapi, untuk sementara aku tangguhkan. Harnum, bawa Arka ke tempat para bayi dan mulai hari ini kamu akan bertugas di sana."
"Baik, Yang Mulia Sahen." Altair perempuan itu menunduk semakin dalam, penyesalan atas kebodohan yang telah dia lakukan rasanya tidak akan pernah terhapus.
"Altair Satria, untuk sementara tetap di sini dan jika waktunya telah tiba, kamu harus berjuang bersama mereka untuk mengambil bagian yang telah dia bawa pergi."
"Baik Yang Mulia Sahen." Satria juga menunduk semakin dalam sebagai bentuk penyesalan juga sebagai bukti kesediaan tulus menjalankan perintah.
_________
"Jadi, selama ini ayah dan ibu sedang menjalani masa hukuman?" Arka bertanya tidak percaya. Rupanya selama ini dia benar-benar tidak tahu apa pun.
Sedikit saja wajahnya dihinggapi kesedihan atau risau, maka akan terlihat berkali-kali lebih sendu. Seandainya saja Cariyabhanu tidak tamak. Saat ini, dirinya dan Diyan pasti masih menjadi satu dan tidak akan pernah ada altair yang diturunkan ke fana untuk menjalani hukuman.
Cariyawarta tersenyum maklum, dia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Arka. Sekali lagi, altair agung itu meremas bahu Arka.
"Semua ini permainan takdir dan Sang Sahen adalah pemegang kendali. Sebenarnya, semua peristiwa itu bisa saja dicegah atau malah bisa dibuat tidak pernah terjadi. Tapi, baik makhluk fana maupun penghuni Sahen Gaganantara, tetap harus melewati ujian untuk bisa naik tingkat."
"Lalu, di mana Bhanu Angkara sekarang?"
"Di suatu tempat, sedang menyusun kekuatan dan menunggu saat yang tepat untuk beraksi. Kondisi wadah yang selama ini dia gunakan sedang mengalami masalah, butuh waktu cukup lama untuk pulih dari luka dalam akibat serangan AltairAgung Cariyasukma. Kalau saja tidak ada Bhanu Angkara di dalam tubuhnya, pasti dia sudah tamat."
Arka menautkan alis, mencoba mencerna perkataan sang altair agung, lalu mengaitkannya dengan Cariyasukma yang waktu itu tiba-tiba muncul sambil membawa adiknya. Kemudian, seperti puzzle yang sebelumnya terburai, sekeping demi sekeping potongan-potongan peristiwa yang dialami Diyan selama berada di Desa Pandan bermunculan, membentuk pola yang lebih jelas meski belum sempurna.
"Guru Agung." Suara Arka tersekat di tenggorokan. Rasanya sulit untuk mengutarakan apa yang telah berhasil dia simpulkan. Terselip rasa takut untuk menghadapi kenyataan bila ternyata Cariyawarta mengiakan pemikirannya.
"Kamu harus bisa mengalahkan rasa takut itu, Arka. Karena aku, Altair Agung Cariyapurna, dan Altair Agung Cariyasukma, tidak bisa selalu ikut campur. Kami memiliki batasan dan akan ada saat di mana kamu harus menghadapi semuanya sendirian. Memutuskan mana yang baik dan mana yang tidak tanpa ada saran dari siapa pun."
Arka menelan ludah gugup. Dia tidak bisa membayangkan apa yang sebenarnya akan terjadi, tetapi bila itu berkaitan dengan dirinya dan Diyan, maka yang paling mungkin akan terjadi adalah berhadapan langsung dengan Bhanu Angkara. Sebagai altair saja dia sudah sangat mengerikan, apalagi setelah menjadi iblis.
"Kuncinya adalah hati yang tulus, hati yang berserah, mau berkorban, dan tetap percaya. Yakinlah, tidak ada yang sia-sia. Semua telah direncanakan, sekecil apa pun diperhitungkan, tidak akan datang terlambat ataupun terlalu cepat. Nasib bisa diperbaiki, setelah takdir digenapi. Ingat dan sematkan semua itu di dalam benakmu. Di saat genting, akan sangat berguna."
"Apakah ...." Arka meneguk ludah untuk membasahi tenggorokan yang tiba-tiba terasa kering, "Apakah, Mamat ada hubungannya dengan Bhanu Angkara? Emh, maksudku---"
"Sampai detik ini, kemampuanmu menarik kesimpulan patut diacungi jempol." Cariyawarta menepuk-nepuk lembut bahu Arka, lalu menggenggam kedua lengannya. Jawaban atas pertanyaan sang murid hanya tersirat dalam bentuk pujian.
Tiba-tiba pintu diketuk, Arka menjengit kaget, tetapi Cariyawarta malah tersenyum.
"Sampai jumpa lagi, Arka." Sosok sang altair agung kembali menjadi bola cahaya lalu sirna begitu saja dan jubah putih Arka pun kembali menjadi bathrobe.
"Mas Arka, makan malam sudah siap."
Rasa kosong dalam hati setelah kepergian sang altair agung, kembali terisi ketika si pengetuk pintu bersuara. Arka segera beranjak dan ketika pintu dibuka, hampir saja adiknya tersungkur.
Rupanya, Diyan tadi menumpukan dahi pada pintu dan tidak sempat menghindar saat tiba-tiba sang kakak membukanya. Arka tersenyum tipis, senang rasanya melihat Diyan terlihat baik-baik saja. Perlahan dia meraih tangan kanan sang adik dan senyumnya semakin lebar.
"Sudah hilang," ujarnya kemudian.
"Tentu saja. Bukankah biasanya juga begitu?" Diyan menyombong dengan nada jenaka sambil cengengesan.
Arka menatap lekat sosok yang terlihat salah tingkah itu. Sosok yang merupakan separuh dari jiwanya. Sekarang, sebagian rahasia hidup adiknya telah terungkap. Diyan adalah Arka dan Arka adalah Diyan.
"Maaf." Diyan berucap lirih, wajahnya memerah. "Aku nggak tahu kenapa begitu marah, rasanya seperti---"
"Aku pakai baju dulu, tunggu sebentar." Arka mengacak rambut adiknya sebelum kembali masuk ke dalam dan menutup pintu.
[Bersambung]
diyan selalu berada di sisi mas arka/Chuckle/