ALTAIR: The Guardian Eagles
"Semua telah direncanakan, sekecil apa pun diperhitungkan, tidak akan datang terlambat ataupun terlalu cepat. Nasib bisa diperbaiki, setelah takdir digenapi"
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Karena keserakahan sang pemilik, cahaya mulia itu pun terbagi menjadi dua. Seharusnya cahaya tersebut kelak akan menjadi inti dari kemuliaan diri si empunya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya---menjadi titik balik kejatuhannya.
Kemuliaan cahaya itu pun ternoda dan untuk memurnikannya kembali, cahaya yang telah menjadi bayi harus tinggal di bumi seperti makhluk buangan untuk menggenapi takdir.
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Air turun dari langit seperti dituang, angin bertiup kencang menyapu apa pun, pohon-pohon berkeriet merintih, daun-daun rapuh tak kuasa mempertahankan diri---lepas dari tangkai dan terbang seturut arah angin membawa. Kilat menyambar seperti cambuk api diayun liar, guntur pun menggelegar ibarat raungan alam yang memberi peringatan bahwa di luar rumah tidak aman.
Seolah menantang alam, sebuah mobil meluncur pelan di jalan perbukitan yang kiri-kanannya adalah jurang. Jalanan basah yang diterangi lampu mobil tampak mengilap seperti arena es. Rasanya roda-roda kereta besi itu bisa tergelincir kapan saja.
"Ayah, kurangi lagi kecepatannya!" Wajah gadis berambut kemerahan itu tampak pucat. Matanya menatap ngeri jalanan yang berkilau tertimpa cahaya lampu mobil.
"Tapi kita nggak punya banyak waktu, Ras---"
"Aaarrrhhhggg!"
Petir menyambar tepat di depan mobil mereka. Refleks, pria itu menginjak rem, sedangkan putrinya berteriak histeris ketakutan sambil menutup kedua telinga.
"Pulang, Yah! Kita pulang saja!" Gadis itu histeris sambil mengguncang-guncang lengan ayahnya.
"Aku tadi sudah nyuruh kamu tinggal---"
Petir kembali menyambar dengan suara menggelegar, keduanya pun lagi-lagi terlonjak. Sesaat suasana terang benderang, memungkinkan mereka untuk melihat keadaan di sekitar dengan lebih jelas. Sebuah benda besar berwarna putih terjun, lalu jatuh berdembam tepat di depan mobil.
"A-ayah, i-tu apa?" Suara gadis itu serak dan bergetar. Dia berbicara sambil melirik takut-takut ke arah depan mobil.
"Aku mau keluar lihat," ujar sang ayah dengan suara yang dibuat sewajar mungkin, lalu menelan ludah untuk membasahi kerongkongan yang terasa kerontang sekaligus untuk menutupi gugup.
"Jangan, Yah." Gadis itu merengek sambil mencengkeram lengan sang ayah erat-erat. "Kita balik saja. Pulang. Laras takut." Matanya berkaca-kaca, gigi menggigit bibir bawah untuk menahan tangis.
Menghela dan mengembuskan napas kasar, pria itu menatap frustrasi ke arah jalanan. Ini memang aneh. Tadi saat meninggalkan rumah semua masih baik-baik saja, tetapi saat mulai memasuki kawasan perbukitan tiba-tiba hujan turun sangat deras. Padahal, sebelumnya tidak ada tanda-tanda akan turun hujan.
Lagi pula sekarang ini sedang musim kemarau. Siapa pun pasti berpikir bahwa fenomena ini aneh. Sebagai seorang cenayang, pria itu bisa merasakan bahwa ada yang tidak beres, seperti ada yang sengaja mengacaukan perjalanannya.
Perjalanan yang ada hubungan dengan profesinya. Pria bernama Suro Geni ini hendak menuju rumah salah seorang klien yang sekitar setengah jam lalu menelpon meminta bantuan untuk mengobati anak yang katanya sedang kerasukan. Namun, hujan dan kondisi jalan ini sepertinya tidak memungkinkan Suro Geni dan putrinya untuk tetap melanjutka perjalanan.
Selagi dia merenung, tiba-tiba terdengar suara bergemeresak, kemudian disusul oleh bunyi berdembam teramat keras dari arah depan. Bumi sampai ikut bergetar karenanya. Satu pohon besar tumbang memblokir jalan. Sepertinya tidak hanya sang putri yang tidak ingin perjalanan ini dilanjutkan, tetapi alam pun demikian.
"Oke, kita pulang. Tapi ayah harus lihat dulu benda apa itu."
"Jangan, Yah. Kita tinggal saja---"
"Laras, dengar!" Suro Geni sedikit meninggikan suaranya, membuat Laras mengkerut seketika. "Aku bisa rasakan energi kehidupan, kita kudu nolongin dia."
Laras langsung melotot dan protes, "Kehidupan apa? Lah wong, benda itu jatuh dari atas. Kalaupun manusia pasti tubuhnya sudah hancur. Ayo, putar balik, Yah."
"Maaf, Ndok. Ayah harus tetap lihat. Anggap saja ini pertolongan dari Sang Pencipta. Andai kita nggak ribut soal benda itu, mungkin kita sudah celaka ketiban pohon rubuh di depan sana."
Tercengang, Laras spontan meneguk ludah---ludah yang rasanya seperti benda padat menyisir tenggorokan yang teramat kering.
Benar juga. Tapi, masa sih? Lalu kalau benda itu ternyata orang jahat yang pura-pura pingsa bagaimana? Gadis itu termenung, larut dalam pikiran hingga terlambat untuk mempertahankan cengkeraman pada lengan ayahnya.
"Oh, ya ampun! Yah!" Akhirnya dia buru-buru menyusul turun tanpa ingat mengambil payung.
Sesampai di depan mobil matanya membelalak. Tepat di bawah bumper, senter mini sang ayah menyinari sesosok tubuh pemuda tampan tergolek lemah. Rambut kecokelatan, jubah putihnya ternoda oleh bercak-bercak darah yang sudah luntur tersapu air, terkoyak di beberapa bagian, termasuk di dada kiri yang kini mengekspos sebuah nama, tertulis langsung di permukaan kulit kemerahan, Arka Gaganantara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
bang sleepy
beneran manusia, tampan pula /Doubt/
2024-04-27
1
bang sleepy
bener sih kata Laras 😫 kalau manusia jatuh begitu, aduh... /Frown/
2024-04-27
1
Mirabella
diksimu bagus. bukan seperti penulis pemula. jarang kutemukan penulis di apps ini menulis dengan kalimat seperti ini. akrab buatku. aku suka. semangat, thor.
2024-04-24
2