SPIN OF OM LEON MARRY ME ...!
Gadis dari masa lalu berhasil ia temukan dan ia jadikan ratu di istananya, hanya saja ada yang hilang menurutnya walaupun ia tidak tahu entah apa.
Lantas, seorang pegawai hotel malam itu tak sengaja ia lecehkan. Ia tidak mengenalinya tetapi ada desiran aneh saat mereka saling bertatapan.
Siapa dia?
Bagaimana cara Mahen mengendalikan dan mengenali perasaan hatinya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vicka Villya Ramadhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aroma Mahen
Mahen mendorong troli yang kini sudah berisi begitu banyak barang, mulai dari kebutuhan dapur, ibu hamil dan juga beberapa perlengkapan Laura yang sengaja ia beli. Di sampingnya ada Laura yang sibuk melamun, ia tidak suka dengan perasaannya saat ini, tetapi keinginan yang begitu kuat memaksa harus dipenuhi.
Laura sesekali melirik Mahen, ketika lelaki itu membalas tatapannya buru-buru Laura memalingkan pandangannya. Mahen terkekeh, wanita di sampingnya ini cukup lucu dan menggemaskan, hanya saja ia sudah menjatuhkan pilihan pada Anna.
"Ada apa? Sedari tadi menatapku seperti itu, kamu menginginkan sesuatu?" tanya Mahen lembut, ia saat ini berhenti di barisan antrean.
Laura menatap lekat pada kedua netra Mahen. Terselip rasa malu dan ingin mengubur saja keinginannya tetapi ada rasa ingin menangis juga saat ia tidak mampu mengucapkannya.
"Tidak perlu memendamnya, aku mengerti wanita hamil memang biasanya mengidam berbagai hal aneh yang menurutku wajar," ucap Mahen lagi.
Perlahan senyuman Laura terbit di bibirnya. "Kak, maaf sebelumnya, tetapi bisakah aku meminta sedikit parfum yang kamu pakai? Kamu jangan besar kepala ya, tetapi aku sungguh sangat nyaman mencium aroma parfum kamu. Rasanya aku ingin menangis jika tidak mendapati aromamu," ucap Laura kemudian ia menundukkan kepalanya.
Mahen terkekeh kemudian ia mengacak rambut Laura. "Nanti akan aku bawakan. Di sini tidak ada, parfumku tidak diperjualbelikan sembarangan," ucap Mahen sedikit menyombongkan diri.
Laura mendengus. "Bukankah Nona Anna yang membuatnya?" tanya Laura.
Mahen menggeleng. "Ini aroma dari negara asalku. Bukan dari Anna," jawab Mahen kemudian ia melipat bibirnya.
Laura tidak bertanya lagi, dengan melihat garis wajah Mahen saja ia sudah tahu jika Mahen bukan penduduk asli negara ini.
Setelah mengantre, keduanya kini sudah berada di dalam mobil. Mahen ingin mengajak Laura untuk makan sebentar tetapi wanita itu tidak tertarik. Mahen pun melajukan mobilnya ke vila.
Sesampainya di rumah, Laura langsung menuju ke kamar. Mahen sendiri ke dapur untuk menyerahkan belanjaan dapur pada pasangan suami istri itu, lalu ia bergegas menyusul Laura ke kamar.
Mahen memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana. Ia menatap Laura yang sedang membaca kotak susu ibu hamil yang tadi mereka beli. "Mengapa kamu menyukai aroma parfumku?" tanya Mahen.
Laura sedikit tersentak, ia lalu menatap Mahen yang sedang berjalan ke arahnya. "Entahlah, Kak. Aku merasa aromanya begitu manis, tidak seperti parfum pria di toko Nona Anna," jawab Laura.
"Ya, kamu benar. Oh ya Laura, aku akan kembali ke kota karena nanti malam aku akan keluar negeri untuk beberapa hari ke depan. Jika kamu butuh sesuatu maka mintalah pada pengurus vila. Jangan sungkan karena mereka akan melayanimu dengan senang hati. Kamu baik-baik ya di sini. Hubungi aku jika kamu menginginkan yang lainnya atau ada yang menggangu pikiranmu," ucap Mahen kemudian ia duduk di samping Laura dan mengusap perut rata itu.
Mata Laura terbelalak. Meskipun perutnya masih tertutupi pakaian tetapi sentuhan Mahen itu berhasil membuatnya menahan napas. Laura dan Mahen memang pernah menghabiskan malam bersama, tetapi Laura tetap saja merasa gugup.
"Jaga anak kita dengan baik, aku menitipkannya padamu," ucap Mahen lagi kemudian ia mengusap lembut rambut Laura. "Aku pamit ya, jaga dirimu," ucap Mahen lalu ia berdiri.
Satu senyuman manis Mahen persembahkan untuk Laura, ia meminta Laura untuk tetap berada di kamar tidak perlu mengantarnya.
Mahen yang telah berlalu bersama pintu yang telah tertutup rapat membuat Laura merasa lemas. Ia tidak suka dengan perasaannya yang selalu ingin dekat dengan pemilik benih di dalam rahimnya.
"Setelah ini aku harus melakukan apa?" gumam Laura.
*****
Anna menatap Mahen yang baru saja datang ke tokonya. Tadinya Anna pikir ia tidak akan dijemput oleh kekasihnya ini setelah seharian Mahen tidak memberi kabar. Ingin rasanya Anna marah padanya, Mahen seakan jauh darinya beberapa waktu ini tetapi ia tidak bisa. Ia tidak mau Mahen kesal jika ia menjadi wanita pemarah.
"Zoya, apa kamu tidak ingin pulang bersama?" tanya Anna, dalam hati ia berharap Zoya menolaknya.
Zoya yang ditanya seperti itu tidak langsung menjawab. Ia menatap kesal pada Mahen tanpa perasaan takut sama sekali. "Mengapa Tuan memecat Laura? Dia bukanlah orang jahat, dia bekerja dengan sempurna, apa kesalahannya?"
Mendapat pertanyaan seperti itu sempat membuat Mahen terdiam. Ia harusnya mengantisipasi hal ini, ia lupa jika Laura tidak sendiri bekerja di tempat Anna.
"Apakah kamu punya hak bertanya pada saya? Apakah kamu juga ingin saya pecat?"
Mahen mengira Zoya akan takut, tetapi diluar dugaan Zoya justru langsung menantangnya. "Mengapa tidak? Laura adalah sahabat saya, Anda begitu tega memecatnya tanpa alasan yang jelas. Entah di mana sahabatku yang malang itu berada. Apa yang harus aku katakan pada orang tuanya?"
Mahen merapatkan bibirnya. Tidak memiliki jawaban untuk keluhan Zoya, ia meminta Anna untuk segera masuk ke dalam mobil.
"Dasar arogan!" umpat Zoya.
Mobil Mahen melaju cukup kencang di tempat yang sepi kendaraan. Jarak ke rumah yang ditempati Anna masih cukup jauh sebab Mahen tidak mengambil jalan pintas. Ia ingin mengajak Anna untuk jalan-jalan sebentar sebab ia tahu Anna pasti akan marah setelah ia mengatakan malam nanti ia akan kembali pergi ke luar negeri.
Mahen menggenggam tangan Anna dan satu tangannya fokus mengendalikan setir mobil. Tidak ada pembicaraan apapun, keduanya hanya ingin menikmati waktu bersama. Mahen merasa begitu bahagia setiap kali bersama Anna, hanya saja di salah satu sudut hatinya ia masih saja merasakan kekurangan yang entah apa.
"Sayang, ada yang ingin aku katakan padamu," ucap Mahen disela-sela menyetir.
Anna yang sibuk dengan pemandangan di luar jendela pun menoleh. Ia tersenyum lebar lalu mengangguk. "Katakan saja."
"Malam nanti aku akan berangkat ke Singapura. Untuk beberapa hari saja," ucap Mahen.
Anna melepaskan tautan tangan mereka. Lagi lagi ia ditinggalkan. Baru beberapa hari Mahen kembali dan mereka belum memiliki waktu bersama sebab Mahen sibuk keluar kota alias sibuk mengurus Laura, kini Mahen akan pergi lagi, Anna benar-benar tidak bisa menerimanya.
"Anna jangan marah ya, tidak akan lama," bujuk Mahen.
Anna menghela napas. "Asalkan kamu janji setelah kamu kembali kita akan langsung mengadakan pertunangan. Jujur saja aku semakin hari semakin khawatir kamu tidak akan bisa menjadi milikku seutuhnya," ujar Anna, ia sudah tidak mau lagi mengambil risiko paling buruk jika seandainya ia bukanlah wanita yang dicari Mahen selama ini. Setidaknya ia sudah menguatkan posisinya.
"Ya, kita akan bertunangan," ucap Mahen dengan mantap, tetapi siapa yang tahu di hatinya ada rasa ingin menolak.
mahen, ati2 klo ngomong, cwe tuh sensitif bgt, apa lg pas bunting/Smile/