Gisel mendapatkan ide gila dari keluarganya, yaitu untuk memb*nuh Evan—suaminya. Karena dengan begitu, dia akan terbebas dari ikatan pernikahannya.
Mereka bahkan bersedia untuk ikut serta membantu Gisel, dengan berbagai cara.
Apakah Gisel mampu menjalankan rencana tersebut? Yuk, ikuti kisahnya sekarang juga!
Jangan lupa follow Author di NT dan di Instaagram @rossy_dildara, ya! Biar nggak ketinggalan info terbaru. Sarangheo ❣️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rossy Dildara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 11
Evan langsung masuk ke dalam kamar dengan raut datar. Dan tanpa menjawab sepatah kata pun, dia berlalu masuk ke dalam kamar mandi.
"Lho, Bang!!" Melihat keanehan pada sikap dan perilaku Evan, Gisel segera berlari mengejarnya masuk ke dalam kamar mandi, sebelum pintu itu berhasil ditutup.
"Kenapa dengan mereka? Apa ada masalah?"
Umi Mae yang berdiri di depan pintu kamar terlihat bingung dengan situasi yang terjadi. Namun, dia memilih untuk menutup pintu kamar itu dan berlalu masuk ke dalam kamarnya.
Setiap rumah tangga pasti tidak akan terlepas dari masalah, entah apa pun itu. Umi Mae dapat memaklumi hal itu dan yakin—jika Evan adalah pria dewasa yang pastinya bisa mengatasi masalah rumah tangganya sendiri. Dia di sini tidak perlu ikut campur, cukup mendoakan saja.
'Tolong lindungi rumah tangga anak bungsuku ya, Allah. Aku yakin ini hanya masalah kecil, hanya sebuah kesalahan pahaman.'
*
"Keluar sekarang!" teriak Evan dengan ekspresi terkejut, mengagetkan Gisel yang spontan memeluk tubuhnya dengan erat. Gisel bisa merasakan denyutan jantung yang berdebar kencang, mencerminkan ketakutannya akan perubahan sikap suaminya.
"Abang sebenarnya kenapa, sih? Kenapa aku merasa Abang seperti menghindariku. Apa aku punya salah, sama Abang?" Gisel bertanya dengan suara lembut, berusaha menjaga ketenangan meskipun kekhawatiran melanda hatinya. Dia ingin mencari jawaban yang bisa meredakan kecemasannya.
"Pertanyaan macam apa ini?!" Evan langsung mendorong tubuh Gisel dengan kasar, melepaskan pelukan mereka. Dia mundur beberapa langkah sambil bersedekap dada, wajahnya dipenuhi dengan ekspresi kesal. "Harusnya kamu nggak perlu bertanya, harusnya kamu sadar sendiri!!" tambahnya dengan nada tajam, matanya melotot menunjukkan kekesalannya.
"Sadar sendiri?" Gisel merasa kebingungan, dahi berkerut mencoba memahami maksud di balik kata-kata Evan. "Apa yang Abang maksud?"
"CK!!" Evan mengeluarkan suara decak kesal, lalu dengan cepat membuka jas dan kemejanya. Namun, Gisel tidak menyerah begitu saja. Dia kembali memeluk tubuh Evan yang kini sudah bertelanjang dada, mencoba mencari jawaban yang dia butuhkan.
"Abaaanggg ... katakan, katakan apa kesalahanku? Kalau Abang hanya bersikap seperti ini aku nggak akan tahu kesalahanku." Gisel berbisik dengan penuh kelembutan, berharap suaminya akan membuka hatinya dan berbagi apa yang membuatnya begitu marah.
Tidak! Gisel tidak akan membiarkan Evan marah kepadanya. Itu akan berbahaya. Bagaimana jika pria itu berubah pikiran untuk kembali memenjarakannya?
"Lepas dulu! Aku nggak akan memberitahunya kalau kamu nggak melepaskanku!" pekik Evan dengan emosi yang memuncak.
'Ish, sombongnya ... dipeluk doang sampai nggak mau,' Gisel menggerutu dalam hati, perlahan-lahan melepaskan pelukan itu. Dia merasa kecewa dan terluka oleh sikap kasar Evan, tetapi dia tahu bahwa dia harus mengalah demi menjaga keamanannya.
"Sekarang jawab, apakah selama ini kamu masih mengharapkan Pak Rama?" tanya Evan dengan tajam.
Pertanyaan itu membuat Gisel merasa terjepit. Dia merenung sejenak, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab. Ada keheningan yang menggantung di udara, membuat suasana semakin tegang.
"Enggak, Bang!" jawab Gisel dengan mantap, berusaha meyakinkan Evan bahwa dia tidak lagi mengharapkan Rama.
"Jangan bohong!!" tegur Evan dengan ketidakpercayaan yang terpancar dari matanya.
"Demi Allah, Bang."
"Enggak usah bawa-bawa nama Allah, itu dosa besar hukumnya!" tegaskan Evan dengan rasa ketidakpercayaan yang semakin kuat.
Gisel menyadari, apa yang dia katakan memanglah dosa. Tapi tak ada pilihan lain, karena mungkin dengan sumpahnya bisa membuat Evan percaya padanya.
"Aku jujur, Bang. Abang harus percaya padaku," ucap Gisel dengan suara penuh harapan, berharap bahwa Evan akan melihatnya sedang jujur dan mempercayainya.
"Terus, kenapa saat kamu bertemu dengan Pak Rama ... kamu masih mengaguminya? Sampai-sampai kamu juga mengatakan bahwa dia adalah suami masa depanmu?!" Evan menanyakan dengan rasa cemburu yang berkobar.
Apa yang dilakukan oleh Evan terhadap Gisel tadi pagi adalah hal yang diminta oleh Mbah Yahya.
Awalnya, Evan tidak ingin melakukannya karena dia merasa tidak tega terhadap Gisel.
Namun, karena terus didesak, dan tidak sengaja Umi Mae menemukan pil KB di dalam koper Gisel, Evan mulai menyadari bahwa mungkin ada kebenaran dalam saran yang diberikan oleh Mbah Yahya.
Bisa jadi, Gisel menunda kehamilannya karena masih mengharapkan Rama. Evan sendiri memang tidak tahu, sejak kapan Gisel mulai mengonsumsi pil kontrasepsi.
"Abang kata siapa, aku bertemu dengan Mas Rama?" tanya Gisel, mencoba mempertanyakan asumsi yang dibuat oleh Evan.
Dia juga teringat akan penyemburan yang dilakukan oleh Mbah Yahya. Mungkin saja pria tua itu telah mengadu kepada Evan, yang kemudian membuatnya marah seperti ini.
"Aku tanya padamu. Dan nggak seharusnya kamu memberikanku pertanyaan balik!!" geram Evan, semakin memanas dengan wajah yang memerah dan rahang yang terkatup erat.
"Iya, iya, aku tadi pagi memang bertemu dengan Mas Rama, Bang. Tapi nggak sengaja. Dan aku juga sama sekali nggak mengatakan hal itu!" Gisel mencoba menjelaskan, meskipun sebagian dari penjelasannya adalah bohong.
"Masih saja kamu berbohong, ya? Padahal sudah didesak seperti ini!"
"Demi Allah, Bang," sahut Gisel dengan tekad yang kuat. Dia berusaha meyakinkan Evan dengan sumpahnya. Gisel bahkan bersimpuh di depan Evan, berharap bahwa tindakan ini akan membuat pria itu lebih mempercayainya daripada Mbah Yahya. "Kenapa Abang nggak percaya juga sama aku? Bahkan, aku sudah bersumpah dan bersujud begini? Lagian, untuk apa juga aku masih mengharapkan Mas Rama? Sedangkan aku sudah punya suami sebaik Abang." Gisel menambahkan dengan sedikit rayuan, berharap bisa menenangkan Evan.
Evan dengan cepat merogoh kantong celananya dan melemparkan sesuatu ke dekat kaki Gisel. "Terus ini maksudnya apa? Kenapa kamu diam-diam meminum pil KB?"
Benda itu adalah selembar pil KB, dan Evan menyadari bahwa sudah ada 6 pil yang hilang. Dia yakin bahwa Gisel telah meminumnya tanpa sepengetahuannya.
'Mati aku!!' batin Gisel.
Dengan tangan yang gemetar, dia mengambil benda itu. Gisel pun langsung mencoba memutar otaknya untuk mencari alasan yang tepat.
"Aku meminumnya karena aku belum siap hamil, Bang," jawab Gisel dengan bibir gemetar.
Dada Evan seketika berdenyut, merasakan rasa sakit yang mendalam.
"Kamu belum siap hamil, atau memang nggak mau hamil anakku?"
"Belum siap hamil, Bang!" tegas Gisel, sambil mengangkat wajahnya yang tiba-tiba sudah berderai air mata. Dia berharap bahwa dengan menangis, dia bisa membuat Evan percaya. Meskipun air matanya adalah air mata buaya "Mana mungkin, aku nggak mau hamil anak Abang. Setiap kali Abang mengajakku bercinta saja, aku nggak pernah sekalipun menolaknya. Abang tau itu, kan?" Gisel menambahkan dengan harapan bahwa kata-katanya akan menguatkan keyakinan Evan.
"Lalu, apa alasanmu sebenarnya? Dan kenapa kamu menyembunyikannya dariku, hah??" bentak Evan yang masih dalam keadaan emosi.
"Aku takut Abang nggak setuju," jawab Gisel dengan lembut, lalu menambahkan. "Dan alasanku sendiri karena 'kan Abang juga tau kalau aku ini seorang guru. Aku masih ingin mengajar, Bang. Apalagi aku baru memulai karierku sebagai guru SD. Rasanya sedih jika nanti aku mengajar hanya sebentar karena cuti hamil. Aku juga kepengen ... meskipun sudah menikah dengan Abang, aku bisa meraih cita-citaku. Tentu saja Abang juga ikut senang 'kan, kalau cita-citaku tercapai?"
...Halllaaah, bohong, Baaanggg jangan percaya 🤣 Kakak-kakak pembaca disini saksinya 🤭...
jadikan ini sebuah pelajaran berharga didalam kehidupan bang evan, ternyata berumah tangga itu butuh ketulusan hati, cinta dan kepercayaan, jika didasari dengan kebohongan apalagi sampai ingin melenyapkan itu sudah keterlaluan
buat kak Rossy semangat 💪, jujur aku suka ceritanya kak, seru buatku, malah selalu nunggu up tiap hari
alurnya itu unik dan bikin penasaran cuman pas up pendek banget thor🥲
sabar bang Evan masih ada Risma yang setia menunggu
jangan cepat ditamatin 😭