Terjerat Cinta Selingkuhanku

"Kalau minum pelan-pelan," omel Eliza merasa kasihan melihat wajah Sarah memerah.

"Aku tersedak gara-gara mendengar ucapan mu, Eliza." Sarah menghirup dulu udara menenangkan diri dari yang terjadi barusan. Setelah merasa lebih baik, baru lah ia lanjutkan berkata, "dan kamu bilang dia menyentuhmu dan mencium mu di depan umum?" tanya Sarah yang diangguki oleh Eliza.

"Oh my God! Ini mustahil terjadi." Sarah tidak percaya itu. Mengapa? Karena setahunya dan menurut info yang ia dapatkan dari Hans adalah, hanya wanita tertentu yang tidak akan bisa membuat seorang Alexander Abraham mengalami sebuah alergi jijik terhadap wanita.

"Kenapa?" tanya Eliza kebingungan.

"Hanya orang tertentu yang mudah menyentuhnya dan kemungkinan kamu salah satunya, El. Tapi, ada bagusnya juga, kamu bisa lebih dekat lagi dengannya untuk membuat pria itu tertarik padamu dan meninggalkan Mauren, aku dukung rencanamu itu, Eliza."

Eliza tersenyum penuh misteri, "Tentunya dong, awal dari pembalasan untuk Mauren. Apa yang dulu ia renggut akan ku renggut kembali. Mauren, tunggu tanggal mainnya."

"Tapi apa yang akan kamu lakukan? Kamu harus bisa masuk minimal ke perusahaannya agar terus menerus bertemu dengannya."

"Ya kamu benar, semoga saja ada lowongan pekerjaan supaya aku bisa masuk ke sana."

Sarah menggelengkan kepalanya tak menyangka apa yang Eliza alami membuat sahabat nya memiliki niat merebut suami orang dan menjadi pelakor di dalam rumah tangga pelakor.

******

Tempat lain

"Lex, lo yakin akan tinggal di apartemen berbeda? Yang dulu saja jarang lo tempati sudah ingin beli lagi." Kenan heran pada bos sekaligus temannya sendiri, mudah banget menghamburkan uang hanya untuk membeli sesuatu yang mungkin menurut orang lain sulit dan tidak bermanfaat.

"Terserah gue dong mau beli lagi atau tidak, bukan urusanmu, Kenan. Mending lo urus saja diri sendiri." Omel Alex yang tengah merebahkan tubuhnya ke atas sofa apartemen barunya.

"Emang bukan urusan gue, tapi ini uangnya sayang dan masih ada tempat yang lama, rumah, dan apartemen kenapa harus beli lagi."

"Oh tuhan! Lo ini banyak ngoceh seperti perempuan. Mendingan sekarang belikan gue pembersih kulit, kalau perlu borong sekalian dengan toko-tokonya."

"Lo mau jualan, Bos?" Kenan yang tengah duduk anteng memangku laptop mengerjakan apa yang harus ia kerjakan terhenyak bosnya minta beli pembersih itu.

"Bukan, tapi buka warung sembako. Puas lo? Tinggal ngikutin saja harus ngomel mulu. Lama-lama mood gue makin rusak olehmu,' ujar Alex menggeram kesal dan merubah posisinya menjadi duduk.

"Oh kirain mau buka toko bakso." Kenan terkekeh atas ucapannya sendiri yang jauh dari kata nyambung. "Okelah, Bos. Serahkan itu semuanya pada gue. Lo tinggal diam saja disini dan kalau perlu biar gue borong dengan penjualnya."

Alex mencebik kesal seraya mendelik tajam. Sudah kesal atas kehadiran Mauren di rumahnya, kesal juga punya asisten seperti Kenan. Namun juga membutuhkan kinerja pria itu dan mengacungi jempol atas kerja kerasnya berada di sisi dia dari dulu.

"Bos, sekertaris kita keluar satu karena bakalan fokus di kerjaan miliknya. Apa perlu gue membuka lowongan lagi untuk menempati sekertaris mu?" Kenan bersuara lagi setelah beberapa saat mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing.

"Kalau perlu lo cari yang benar-benar mau bekerja serius dan bisa bertahan lama di perusahaan kita. Tapi ingat, gue tidak mau sekertaris wanita yang menjadi anggota karyawan gue." Alex paling tidak menyukai hal itu. Apalagi sekertaris yang keluar merupakan sekertaris cekatan dalam segala bidang dan sering menyiapkan segala macam keperluan kantor pun bisa di lakukannya.

"Ok Bos, siap laksanakan." Dan Kenan pun langsung mengotak-atik lagi benda yang masih ia pangku menuliskan sebuah pengumuman pencarian sekertaris pria.

******

Hotel

"Rencana apa lagi yang harus aku susun agar Alex lengket padaku, Rico? Dia sulit sekali di taklukan tidak seperti pria yang lainnya," ujar Mauren meminta saran pada salah satu rekan yang sering membantunya mendapatkan apa yang ia mau dan juga orang itu ikut andil dalam segala hal.

"Kenapa tidak kamu jebak saja dengan obat perangsang sayang? Kamu buatkan dia minuman khusus untuknya dan berikan kepada dia saat sudah tiba di rumahnya." Orang yang tengah meraba setiap titik sensitif Mauren itu memberikan sebuah ide yang cukup bagus bagi Mauren.

"Kamu benar sekali, sepertinya dia harus dijebak agar mau menyentuhku. Kalau nanti kita saling berhubungan aku akan memberikan servis terbaik supaya dia terus ketagihan." Mauren menikmati sentuhan yang dilakukan pria bernama Rico itu.

"Iya, kamu memang terbaik jika soal ranjang, sayang. Sungguh saya beruntung memilikimu, Mauren."

Mauren hanya tersenyum sambil merem melek merasakan sebuah sentuhan nakal yang Rico berikan padanya.

"Ah Rico, ini sungguh geli tapi enak," racau Mauren seraya merem melek menikmati.

"Ow benarkah? Kalau begitu kita lanjutkan pada hal yang jauh lebih nikmat lagi."

Keduanya terus bermain bergulat di atas ranjang menikmati setiap sentuhan surga dunia.

*****

Cafe

Celline berlari menghampiri Eliza yang tengah berada di barisan para barista.

"Bu Bos kamu harus lihat ini!" ujar Celine dengan nafas memburu mendekati Eliza yang sedang meracik kopi.

"Ada apa, Celine? Heboh sekali kamu ini?" Mau tak mau Eliza memberhentikan dulu kegiatannya dan memperhatikan Celine yang tengah menunjukan tablet kepada dia.

"Perusahaan milik Alexander Abraham tengah membutuhkan seorang sekertaris, Bu Bos. Mereka membuka lowongan kerja dan ini kesempatan bagus untuk Bu Bos bisa masuk ke dalam perusahaan itu untuk mendekati pemiliknya," papar Celine menunjukan tulisan mengenai lowongan kerja pada Eliza. Ucapannya pun berbisik agar tidak di dengar oleh orang lain. Untungnya masih sepi pengunjung, jadi tidak perlu khawatir pembicaraan mereka didengar orang.

Sebenarnya ini juga ide Celine agar Eliza merebut suami orang. Celine dan Sarah tentu setuju karena mereka ingin memberikan pelajaran pada Mauren atas apa yang telah dilakukannya pada kakaknya dulu.

"Hmmm ini berita yang baik, Celine. Tapi disini tertera yang dicari sekertaris pria, bukan wanita. Apa aku mampu masuk ke sana?" Eliza bingung jadinya. Kalau yang dicari wanita dia mungkin masih bisa melamar pekerjaan, tapi kalau pria rasanya cukup sulit melakukannya.

"Kamu coba dulu jadi wanita dan datang langsung ke kantornya. Kalau perlu Bu Bos maksa masuk dan memohon meyakinkan untuk bisa di terima kerja di sana." Celine memberikan sebuah ide yang cukup mengambil resiko di tolak mentah-mentah saat mengetahui yang mau bekerja adalah wanita.

"Nanti aku coba melamar dalam keadaan menjadi wanita, tapi kalau pada akhirnya di tolak aku akan menyamar," ujar Eliza tersenyum simpul merencanakan sesuatu. Otaknya begitu encer hingga sampai mampu keluar ide begitu saja. Eliza menopang dagu dengan sikut menekuk di atas meja seraya tersenyum penuh misteri.

"Kamu akan menyamar jadi pria?" tanya Celine tak percaya atasannya memiliki ide itu. Eliza mengangguk mengiakan.

"Oh my God! Di luar dugaan."