Jangan menikah saat hati kita belum bisa move on dan berdamai dari masa lalu, karena yang akan dirugikan tak hanya diri sendiri, namun juga pasangan baru kita. Hal itu yang pada akhirnya menjadi konflik pada hubungan Rania dan juga Andreas. Pernikahan mereka di ambang pada perpisahan karena masa lalu Andreas tiba-tiba datang ditengah-tengah mereka, terlebih sikap Andreas yang dingin dan cuek membuat Rania lelah untuk terus bertahan pada pernikahannya, karena seolah hanya dia yang selama ini memperjuangkan hubungannya. Ia pun akhirnya memilih untuk pergi. Tapi, bisakah ia pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biru_Muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdamai Demi Kebahagiaan Bersama
Tak terasa waktu telah berlalu, obrolan bersama oma begitu asik hingga ia kembali lupa waktu. Dan, tiba-tiba saja sudah waktunya untuk tidur. Rania pun kembali harus masuk ke kamar dan harus siap untuk kembali bertemu dan satu ruangan bersama suaminya.
Ia mencoba menenangkan hatinya sebelum masuk kedalam kamar. Mencoba mengatur nafasnya, ekspresinya dan akhirnya membuka pintu untuk masuk kedalam. Namun, belum sempat ia membuka, pintu kamar sudah terbuka dengan sendirinya. Andreas yang dari dalam membukanya untuk keluar.
Kecanggungan melanda keduanya yang sama-sama terkejut. Membuat tubuh mereka sejenak membeku dan hanya berdiri diam saling menatap di depan pintu. Hal itu menciptakan keheningan yang sunyi di antara mereka.
"Kamu mau masuk?" Ucap Andreas yang akhirnya membuka suara lebih dulu.
"Iya"
Rania menjawabnya singkat, yang kemudian mulai masuk kedalam kamar. Andreas yang tadinya hendak keluar kembali masuk mengikuti istrinya.
"Kamu tidak jadi keluar?" Tanya Rania, melihat suaminya itu ternyata kembali masuk kedalam kamar.
"Sebenarnya aku memang tidak ada niat untuk keluar kamar."
"Lalu membuka pintu tadi untuk apa?"
"Untuk menjemput kamu yang ada dibawah."
Rania terdiam mendengar perkataan Andreas.
"Untuk apa dijemput segala, memangnya aku anak kecil"
Ia berlalu menuju ke arah kamar mandi untuk mencuci mukanya.
"Karena ku pikir kamu tidak akan mau masuk kedalam kamar dan memilih tidur diluar."
"Kalau aku tidur diluar, oma akan tahu kondisi kita. Jadi, mau tidak mau aku harus kembali ke kamar." Pungkasnya yang akhirnya masuk kedalam kamar mandi.
Andreas yang melihat itu hanya bisa pasrah dan tak bisa protes. Ekspresinya lagi-lagi merasa kesulitan menghadapi sikap istrinya yang masih marah padanya. Terlebih pada sikap istrinya yang jadi lebih ketus kepadanya, membuatnya sedikit kewalahan.
Cukup lama Rania di dalam kamar mandi, dan Andreas juga harus kembali melanjutkan pekerjaannya yang hampir selesai. Sempat menciptakan keheningan, suasana kembali bernyawa ketika Rania akhirnya keluar dari kamar mandi dan mencoba untuk mengajak bicara Andreas yang sebelumnya selalu ia hindari.
"Aku ingin membicarakan hal serius sama kamu, mas." Bukanya.
Andreas menghentikan pekerjaanya dan mulai menatap ke arah istrinya. Ia tak langsung membalasnya, namun ia menerima apa yang hendak dikatakan oleh istrinya meski ada sedikit ketegangan darinya ketika melihat ekspresi Rania yang memasang wajah serius di depannya.
"Baiklah, aku akan mendengarkan." Jawabnya kemudian yang menghampiri istrinya.
"Aku sudah memutuskan tentang hubungan kita harus bagaimana kedepannya."
Mendengar itu seketika membuat tubuh Andreas membeku. Terlihat ia sedikit belum siap mendengar keputusan istrinya. Ekspresinya pun memperlihatkan ketidaknyamanannya, namun mencoba untuk tetap tenang menunggu kelanjutannnya.
"Jadi, apa yang sudah kamu putuskan?"
Penasaran, namun ia juga tak ingin mendengarnya. Andreas hanya bisa mencoba bersikap tenang dalam situasi yang akan menentukan hubungannya bersama istrinya.
Sedangkan Rania, mencoba menguatkan hatinya dan mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri sebelum melanjutkan kalimatnya.Mengingat ini adalah keputusan yang tidak mudah baginya, karena harus berdamai dengan lukanya. Walaupun terlihat berat untuk melakukannya, namun mungkin ini akan menjadi yang terbaik untuk mereka kedepanya.
"Aku akan memberi kamu kesempatan terakhir, mas."
Setelah berpikir cukup lama sebelum bicara, ia pun akhirnya mengatakannya juga di depan Andreas tentang keputusannya yang memilih untuk memberinya kesempatan sekali lagi, yang artinya membatalkan niatnya untuk berpisah dari suaminya.
Mendengar itu tentu membuat Andreas senang. Ia sempat takut mendengar jawaban istrinya, kini memperlihatkan senyum leganya. Wajahnya langsung berubah ceria mendengar bahwa istrinya itu mau memberinya kesempatan lagi.
"Tapi, aku masih belum bisa sepenuhnya memaafkan kamu, mas"
Rania kembali menegaskan pada Andreas bahwa ia memberinya kesempatan terakhir untuknya berubah dan menebus semua kesalahannya di masa lalu terhadapnya. Meski begitu ia sebetulnya belum bisa sepenuhnya memaafkan kesalahan suaminya. Namun, ia ingin memberinya kesempatan sekali lagi, setelah melihat kesungguhan suaminya meminta maaf dan memohon kepadanya.
"Aku memberi kamu kesempatan lagi, karena kamu yang memohon untuk diberi kesempatan. Karena itu, aku ingin melihat cara kamu memperbaiki hubungan kita." Tuturnya, ingin pembuktian pada Andreas.
Walaupun belum bisa mendapatkan maaf dari istrinya sepenuhnya. Hanya saja perasaan Andreas sedikit lega. Mengingat ia dan Rania tak akan berpisah.
"Terimakasih sudah mau memberiku kesempatan untuk menebus kesalahanku Rania. Aku berjanji akan memperbaiki semuanya mulai dari sekarang." Ujar Andreas yang tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya dan berjanji pada Rania untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak.
"Hanya saja yang perlu kamu ketahui, aku masih belum bisa tidur disatu ruangan sama kamu, mas."
Baru merasa senang, ia kembali dikejutkan soal Rania yang masih keberatan untuk tidur bersamanya disatu ranjang yang sama.
"Jadi, kamu tetap mau pisah kamar denganku?" Ucapnya yang sedikit keberatan. Dan, terlihat sangat tak mau pisah kamar dengan istrinya.
"Iya." Jawab Rania tanpa keraguan.
"Apa tidak bisa kalau itu tidak usah dilakukan saja?" Ujarnya dengan nada dan ekspresi yang sedikit memohon
Rania menatap heran pada suaminya itu yang tak mau pisah kamar dengannya.
"Kamu ini kenapa sih mas, kok tidak mau banget pisah kamar denganku? Kan kita juga masih satu rumah?"
Andreas tak bisa menjawab pertanyaan Rania. Karena sebetulnya dia juga tidak tahu kenapa bisa begitu. Entah mengapa ia ingin terus berada di dekat Rania.
"Aku juga tidak tahu, hanya tidak ingin kita pisah kamar saja." Jujurnya dan tak menyangkal alasan sebenarnya.
Rania menatap tak percaya pada jawaban suaminya. Yang membuat dirinya begitu heran adalah melihat sikap suaminya yang entah mengapa jadi sedikit kekanakan, tidak seperti biasanya yang begitu dingin dan cuek.
"Kamu benar-benar aneh banget sih, mas." Ucapnya begitu bingung menghadapi suaminya yang sekarang memasang wajah sedikit memelas di depannya.
"Kita kan suami istri Rania, masa hal itu aneh untuk suami istri tidur disatu ranjang yang sama?"
"Bukan soal tidur seranjangnya, tapi soal sikap kamu yang berubah sedratis itu yang bikin aku merasa aneh. Seperti bukan Andreas yang aku kenal selama ini."
Andreas langsung diam mendengarnya. "Aku berubah?" Ucapnya yang seolah tak menyadari perubahan sikapnya sendiri.
"Kamu tidak sadar sama perubahan sikap kamu sendiri?"
"Entahlah, karena aku hanya mengikuti hati nuraniku." Jawab Andreas yang juga tak mengerti pada perubahan sikapnya sendiri.
"Mungkin, ini semua karena kamu." Pungkasnya lagi.
"Aku?" Rania menatap bingung.
"Iya, aku berubah karena kamu Rania."
Kali ini Rania yang menjadi diam. Ia tak percaya suaminya mengatakan kalimat yang membuatnya jadi berhenti bicara. Menatap heran juga sedikit tak percaya di depan suami yang masih terlihat tenang setelah mengatakan kalimat yang membingungkannya.
"Mas, apa kamu menyukaiku?"
Dengan satu keberanian, ia kembali menanyakan perasaan suaminya itu.
"Aku tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaanku sendiri. Hanya saja.. aku tidak bisa membiarkan kamu pergi dari hidupku."
Masih cukup membingungkan bagi Andreas dalam mengartikan perasaanya sendiri. "Kamu sudah berhasil membuatku gila, saat kamu meminta pisah dariku Rania." Tuturnya.