“Jadi kapan internet saya aktif kembali? Saya tidak akan menutup teleponnya jika internet saya belum aktif!” hardik Peter.
“Mohon maaf Pak, belum ada kepastian jaringan normal kembali. Namun, sedang diusahakan secepatnya,” tutur Disra.
“Saya tidak mau tahu, harus sekarang aktifnya!” ucap Peter masih dengan nada tinggi.
Disra berniat menekan tombol AUX karena ingin memaki Peter. Namun, jarinya tidak sepenuhnya menekan tombol tersebut. “Terserah loe! Sampe bulu hidung loe memanjang, gue ladenin!” tantang Disra.
“Apa kamu bilang? Bisa-bisanya memaki pelanggan! Siapa nama kamu?” tanya Peter emosi.
Disra panik, wajahnya langsung pucat, dia melihat ke PABX-nya, benar saja tombol AUX tidak tertanam kebawah. Sehingga, pelanggan bisa mendengar umpatannya.
Gawat, pelanggan denger makian gue!
***
Novel pengembangan dari cerpen Call Center Cinta 🥰
Ikuti kisah seru Disra, yang terlibat dengan beberapa pria 😁
Happy Reading All 😍
IG : Age_Nairie
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon age nairie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 Cinta Ditolak, Dukun Bertindak!
Disra terbatuk mendengar ucapan Melvin yang menurutnya sangat konyol. Bagaimana mungkin memakan dari alat makan yang sama disebut dengan ciuman tak langsung.
Melvin menghampiri dan memberikan segelas air mineral untuk Disra. Sang gadis hanya memicingkan matanya. Namun, dia tetap menerima air tersebut dan meminumnya.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Melvin.
Disra menepuk dadanya pelan. “Ya, aku baik-baik saja.”
Melvin kembali ke kursinya, senyum manis masih terukir di sudut bibir pria itu, dan itu, membuat Disra kesal.
“Pak ….”
“Mevin atau Peter,” potong Melvin, tak suka jika Disra terus memanggilnya dengan sebutan Pak.
“Oke. Melvin. Apa yang ingin kau sampaikan padaku? Kau bilang, akan membicarakannya saat kita selesai makan? Aku sudah selesai makan,” jelas Disra.
“Kau belum menghabiskan makananmu,” terang Melvin.
Disra melirik daging steak di piringnya. Sayang, sangat sayang jika tak dihabiskan. Namun, harga dirinya terlalu tinggi. Dia harus menyelesaikan masalahnya dengan Melvin.
Untuk daging steak, dia akan menikmatinya jika sudah mendapat gaji. Ya, dia harus memakan makanan enak itu lagi.
“Aku sudah kenyang. Tidak terlalu banyak makan, sedang diet!” papar Disra.
“Oh. Tapi, menurutku kau sudah sempurna seperti itu.”
Disra berdahem, tak peduli dengan pujian atau gombalan pria itu. “Sekarang, kau bisa mengatakan apa yang ingin kau katakan,” jelas Disra.
Melvin menenggak minumannya. Menyesap cairan di dalam gelas, jakunnya bergerak menandakan cairan tersebut masuk ke dalam tubuhnya. Disra menatap Melvin yang sedang minum. Merutuki dirinya karena dalam otaknya tercetus kata ‘Hot’.
Disra menggeleng kepalanya pelan. Menunggu pria di depannya mengeluarkan kata.
Melvin meletakkan gelas yang digunakannya. Dia menatap Disra lembut. “Aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa aku benar-benar menyukaimu. Tidak sekalipun aku merasa jijik padamu. Ciuman itu … adalah proyeksi dari rasa cintaku, dan aku memintamu untuk membuang blazer itu, karena aku tidak ingin kau lelah mencuci, hanya itu saja. Jadi, jangan berpikir buruk tentangku.” Melvin menghela napasnya pelan.
“Mana ada pria yang ingin melihat wanitanya kelelahan, aku tak akan membiarkan istriku bekerja keras hanya untuk mencuci,” lanjutnya mengukir senyum pada Disra.
Pria tampan, sangat tampan sebenarnya. Namun, hal itu yang membuat Disra tambah kesal. Mana mungkin pria tampan membual omong kosong pada wanita yang tak tergolong cantik. Terlebih, Melvin sangat tampan dan kaya. Ya, meskipun dia tak tahu beberapa kekayaan pria itu. Namun, dilihat dari mobil dan juga apartemennya, sudah merupakan orang berada menurutnya.
“Okeh,” gumam Disra. Dia tak tahu harus berkata apa pada pria di depannya.
“Aku akan datang ke rumahmu dan melamarmu secara resmi. Jadi, katakan padaku, pernikahan seperti apa yang kau inginkan. Kita akan segera mengurus pernikahan kita," jelas Melvin.
Disra membulatkan matanya saat Pria di depannya membicarakan pernihakan mereka.
“Maksudmu, kau … mau menikah denganku?” tanya Disra dengan alis yang menyatu.
“Ya, benar. Aku mengajakmu datang ke sini untuk membicarakan pernikahan kita, aku ingin kau menjadi istriku secepatnya. ” jelas Melvin.
Hei, Pak? Tahu hukum menikah bagi penderita gangguan mental? Itu tak diperbolehkan!
Disra hanya bisa memaki lelaki di depannya dalam hati. Merasa lelaki di depannya memang sudah gila. Jika dirinya seorang wanita kaya raya dengan wajah jelek, dan Melvin hanya lelaki biasa yang hanya mengandalkan ketampanan. Mungkin, Disra akan mengira pria itu mengejarnya karena kekayaan. Namun, di sini tidak ada kelebihan dari dirinya.
Jika dirinya cantik dan pantas bersanding dengan Melvin, mungkin dia akan mengira lelaki itu jatuh cinta padanya karena kecantikannya. Mungkin dia akan menjadi Cinderella masa kini. Gadis miskin yang dicintai oleh pangeran. Atau mungkin dia akan menjadi Snow White, pangeran yang tergila-gila akan kecantikannya.
Tidak cantik dan tidak pula kaya. Mustahil laki-laki di depannya tertarik padanya, terlebih dengan hidung minimalis yang Disra sendiri terkadang berpikir, apakah hidungnya hasil dari meminta?
Selain pria di depannya sedang mempermainkannya. Tidak ada ada lagi hal baik dalam pikiran Disra. Hanya itu alasan tepat Melvin mendekatinya. Cinta pada pandangan pertama? Bukankah itu omong kosong? Mereka pernah bertemu sebelumnya di kelas dan saat itu, Melvin sangat dingin dan menjengkelkan.
Perubahan sikap Melvin terjadi saat pria itu berkunjung ke rumahnya. Ya, berkunjung sebagai pelanggan Terabig Net yang berseteru dengannya. Mungkin, pria itu ingin membalas dendam karena makiannya dan saatnya bertepatan dengan mereka yang ternyata memiliki hubungan dosen dan mahasiswa.
Disra menghembuskan napasnya. Dirinya belum mengenal dalam kepribadian Melvin, sikap extream pria itu. Permintaan tak masuk akal pria itu yang memintanya menjadi istrinya. Membuat Disra lebih berhati-hati. Tak ingin menolak secara kasar. Dia takut jika menolak secara kasar. Maka, Melvin melakukan hal yang di luar nalar.
Cinta ditolak, dukun bertindak! Ya, selogan itu yang pernah Disra baca pada tulisan di bak truk dengan gambar seorang artis sebagai pelengkapnya.
Disra melirik sekilas pada Melvin. “Pak … emm maksud saya, Peter. Aku tidak tahu apa yang membuatmu memintaku untuk menikah denganmu. Namun, bagiku … ini merupakan hal besar, dan aku belum siap untuk menikah. Usiaku masih terlalu muda, banyak yang ingin kuraih. Satu hal yang terpenting adalah … tidak ada cinta di antara kita. Itu adalah hal terpenting dalam pernikahan.”
“Aku mencintaimu, karena itu aku ingin kau menikah denganku,” jelas Melvin.
Disra membuka mulutnya, dia mencoba untuk bersabar, tak ingin tersulut emosi dan tak ingin membuat Melvin pun emosi. Meskipun, bukan bermaksud menganggap dirinya istimewa. Namun, pikiran buruk ada di kepalanya. Tak mau dijadikan tahanan cinta seorang pria seperti di novel-novel. Disekap di sebuah mansion mewah dengan segala fasilitasnya. Namun, dirinya terkurung dan hanya akan menjadi pemuas n*fsu.
Disra ingin terkekeh membayangkan dirinya menjadi tawanan cinta Melvin. Dirinya berkhayal terlalu tinggi. Pikiran buruk lain terlintas di kepalanya. Masih lebih untung menjadi tawanan cinta yang diberi kemewahan dan menjadi pemu*s n*fsu lelaki tampan. Namun, jika yang ada di hadapannya adalah psikopat tampan? Apakah dirinya akan dimutilasi dan dijadikan sup?
Disra bergedik dengan pemikirannya sendiri. Dia mulai mengatur napasnya, secepatnya harus terlepas dari pria tampan dan aneh ini.
“Terima kasih telah mencintaiku. Namun, seperti yang saya katakan. Bahwa saya, masih ingin mengejar cita-cita saya dan belum memikirkan pernikahan,” tolak Disra secara halus.
“Memang, apa cita-citamu?” tanya Melvin. Apapun keinginan Disra, dia akan berusaha keras memenuhinya.
Mamp*s! Gua nggak punya cita-cita.
Ambisinya hanya ingin menjadi wanita kaya, apapun profesinya. Dia berpikir sejenak, mencari alasan. “Astronot!” jawab Disra asal.
Ingin sekali memukul kepalanya yang sembarang berbicara. Mengapa kata ‘Astronot’ terlintas di kepalanya.
“Astronot?” tanya Melvin mengerutkan dahinya.
“Hahaha!” Disra hanya terkekeh. “Iya, itu cita-citaku. Bukankah ada pepatah yang mengatakan raihlah cita-citamu setinggi langit? Dan aku pikir, Astronot lah yang tepat.”
Melvin hanya terdiam, apakah Disra masih bisa mengejar cita-citanya? Bukankah itu mustahil?
dandan yg cantik, pake baju kosidahan buat Dateng kondangan Marvin /Facepalm/