Yunan dilahirkan dari seorang wanita miskin. Ia dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Namun, keadaan yang serba kekurangan tak mampu membuatnya bahagia. Diusianya yang sudah menginjak dewasa, Yunan merantau ke kota. Ia bekerja sebagai asisten dari gadis cantik yang bernama Casandra.
Siang malam ia selalu mendampingi wanita itu hingga kesalah pahaman terjadi. Mereka dinikahkan karena dianggap melakukan asusila. Casandra pun terpaksa menerima pernikahan itu. Meski tidak ada cinta ia tak bisa menghindar.
Yunan tinggal di rumah mertuanya karena mereka tak memiliki tempat tinggal. Ia diperlakukan layaknya seorang pelayan. Pun istrinya yang tak mencintainya juga ikut menyudutkan dan menyalahkan kehadirannya. Meski begitu, Yunan tak ambil pusing karena ia sangat mencintai Casandra.
Hingga suatu saat, seseorang datang dan mengatakan bahwa Yunan adalah putra dari keluarga ternama di belahan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Erlan dan Sastro
''Tuan Erlan ada di rumah Nyonya Layin, Tuan.'' Yusman tak segan melaporkan keberadaan sang majikan, ia juga mengganti panggilan untuk Layin yang awalnya ibu menjadi nyonya.
''Benarkah?'' Mata Sastro berbinar, seakan laporan itu adalah hadiah surprise di pagi buta.
Yusman mengangguk yakin. Melihat dengan mata kepalanya sendiri mobil Erlan terparkir di dekat rumah wanita itu. Pun nomor ponsel yang dilacak memberi bukti dengan jelas. Tak diragukan bahwa tuannya menginap di rumah istrinya.
''Apa menurut kamu Erlan memang sudah mengetahui keberadaan Layin lebih dulu?'' tanya Sastro menyelidik.
''Tidak. Menurut warga setempat, Tuan Erlan datang setelah Anda. Itu artinya dia memang sengaja membuntuti mobil yang Anda tumpangi,'' terang Yusman panjang lebar.
Sastro mengangguk paham dan kembali duduk di tempat semula. Menunggu kedatangan Erlan, siap menjawab setiap pertanyaan dari pria itu. Juga, berharap Layin ikut datang ke rumah seperti yang diinginkan. Meskipun sangat kecil kemungkinannya.
''Kamu suruh bibi siapkan makanan yang istimewa. Setelah itu tugas kamu mencari tahu tentang keluarga Margareth,'' suruh Sastro selanjutnya.
Yusman membungkuk lalu pergi meninggalkan kamar Sastro. Bertepatan saat membuka pintu, Erlan datang dengan wajah yang tampak semringah. Sepertinya ada perbedaan yang menyelimuti. Mungkinkah itu karena...
''Pagi, Tuan,'' sapa Yusman ramah.
''Pagi,'' jawab Erlan singkat. Melintasi sang bodyguard yang menatapnya intens.
''Ayah ada di dalam, 'kan?'' Menoleh ke arah Yusman yang masih mematung di tempat.
''Ad-ada, Tuan,'' jawab Yusman gugup. Bergegas turun menyusuri tangga, takut Erlan membaca pikirannya.
Pintu dibuka hanya dengan sekali ketuk. Sastro tersenyum menyambut kedatangan putra semata wayangnya. Mempersilakan masuk hanya dengan isyarat tangan.
''Ayah tahu apa yang akan kamu bicarakan,'' pungkas Sastro sembari menutup pintu.
Tentu, mata ayah ada di mana-mana.
Bukan hal yang tabu jika Sastro tahu tentang apa yang akan dibicarakan Erlan. Pria itu tak mungkin diam begitu saja, pasti sudah menyuruh kaki tangannya untuk ke sana ke mari menyelidiki setiap pergerakannya juga pada Layin dan Yunan.
''Bicarakan saja, ayah sudah siap mendengarnya.'' Duduk di samping Erlan yang terlihat kaku.
''Aku ingin melanjutkan rumah tanggaku bersama Layin dan Yunan, Ayah. Tolong jangan ganggu mereka, cukup waktu itu Ayah membuat istri dan anakku menderita,'' ujar Erlan memohon.
Mengajukan permintaan yang menurutnya tidak terlalu sulit. Berharap Sastro mengabulkannya. Apalagi yang diharapkan dimasa tua selain bersama orang-orang tercinta dan hidup bahagia. Terlebih, Yunan belum pernah merasakan kasih sayang darinya. Sekarang saatnya memberikan apa yang belum pernah diberikan semasa kecil.
''Ayah sudah tua. Hanya bisa mendukung pilihan kamu. Layin berhak mendapatkan kebahagiaan yang pernah aku renggut. Yunan juga pantas menjadi ahli waris keluarga kita. Dia satu-satunya yang akan duduk di kursiku." Seketika mata Sastro mengembun, mengingat penderitaan yang dialami menantu dan cucunya.
Senyum terukir dari sudut bibir Erlan mendengar perkataan sang ayah. Tak sanggup lagi membendung air matanya. Itu artinya lampu sudah menyala terang. Tidak ada lagi halangan untuk memboyong keluarganya ke rumah.
''Aku juga setuju, Ayah,'' sahut Laurent dari ambang pintu.
Gadis itu berjalan mendekati Erlan dan juga Sastro. Duduk di tengah mereka yang sudah memberikan kasih sayang penuh. Namun, ada rasa takut yang terselip setelah mendengar percakapan ayah dan kakeknya. Takut posisinya tersingkir oleh seorang Yunan yang juga sama-sama keturunan Abimanyu.
''Apa kak Yunan itu tampan seperti Ayah?'' Membayangkan wajah Yunan yang pasti mirip seperti Erlan.
''Sangat tampan, dan sebentar lagi kamu bisa curhat dengannya. Dia akan tinggal di rumah ini bersama kita.'' Erlan mengucapkannya begitu yakin. Padahal, ia sudah tahu bahwa Yunan tidak ingin pulang dengannya.
''Anterin aku bertemu dengan dia, Ayah.'' Menggoyang-goyangkan lengan Erlan dengan manja.
''Nanti saja, hari ini ayah akan bertemu dengan klien. Gak ada waktu,'' tolak Erlan lembut. Sebab, ia pun tidak bisa meninggalkan pekerjaan yang menumpuk. Banyak juga yang harus diurus termasuk mencari tahu tentang hubungan Yunan dan Cassandra.
Laurent berdecak kesal, namun tetap memaklumi kesibukan sang papa yang memang tidak ada duanya. Apalagi akhir-akhir ini banyak proyek yang dikerjakan.
''Kalau kak Yunan sudah di sini dan mau menggantikan ayah, kita punya banyak waktu luang dan bisa berlibur dengan ibu Layin juga,'' imbuh Erlan menenangkan.
Laurent mengangguk setuju. Mungkin ini belum waktunya bisa bersama dengan Yunan, namun berharap saudaranya itu segera pulang dan tinggal bersamanya.
Setibanya di kantor, Erlan memanggil sekretarisnya untuk datang ke ruangan. Mereka akan membicarakan perihal pertemuannya dengan klien siang ini. Meski sudah tak sabar ingin segera pulang ke rumah Layin, tetap memprioritaskan pekerjaan yang juga sangat penting.
''Sepertinya pertemuan hari ini diundur saja, siang ini aku ada acara yang lebih penting,'' ucap Erlan sembari membaca laporan.
Sekretaris cantik yang bernama Elsi hanya mengangguk dan segera menghubungi kliennya, dan beruntung langsung disetujui tanpa banyak pertanyaan.
''Apa kamu tahu tentang Cassandra?'' tanya Erlan mengalihkan pembicaraan. Barangkali mendapatkan informasi dari sang sekretaris.
Elsi mengangguk. ''Siapa yang tidak mengenalnya, Tuan. Bahkan seluruh pengguna sosial media pasti tahu. Cuma gak nyangka saja dia punya suami pengangguran.''
Seketika Erlan menggebrak meja. Wajahnya mendadak pias. Darahnya mendidih penuh dengan amarah membuat Elsi terkejut.
''Ma-maaf, Tuan. Apa saya salah bicara?'' tanya Elsi gagap.
Erlan memejamkan mata. Meredam emosinya yang sempat membuncah di ubun-ubun. Entah kenapa tiba-tiba ingin marah mendengar putranya dihina. Bahkan hanya dari bibir seorang sekretaris.
''Pergi dari sini!'' Erlan menunjuk ke arah pintu. Enggan menatap wanita yang sudah bekerja dengannya selama tiga tahun.
Elsi bergegas pergi dan menutup pintu. Mengusap dadanya yang masih terasa gemetar dengan reaksi sang bos.
''Perasaan aku gak salah bicara. Tapi kenapa tuan Erlan marah.'' Menelisik kata-kata yang menurutnya tadi sudah tepat.
Toh tidak hanya dirinya, semua orang juga menyebut seperti itu. Bahkan, banyak yang memandang Yunan sebelah mata seperti parasit. Melanjutkan pekerjaannya dan lebih berhati-hati lagi saat berbicara.
Sebentar lagi aku akan membungkam mulut semua orang yang merendahkan putraku. Mereka harus menerima balasannya.
Menelpon Yunan dan menyuruhnya datang ke kantor.
Belum sempat menjawab, Erlan sudah memutus sambungannya. Sengaja, karena tahu pasti permintaannya akan ditolak.
''Apa-apaan sih, Ayah.'' Yunan menggerutu kesal. Menoleh ke arah Cassandra yang sibuk berbicara dengan temannya.
Tak bisa mengabaikan permintaan Erlan, Yunan pun memberanikan diri menghampiri sang istri yang tampak bercanda dengan beberapa orang penting.
''Aku ada urusan penting, kamu mau ikut atau di sini?'' tanya Yunan berbisik.
Cassandra tak mengindahkan ucapan Yunan. Ia pura-pura tidak mendengar dan sibuk dengan teman-temannya. Al-hasil, Yunan langsung pergi. Cukup bersabar menghadapi sang istri yang sering keterlaluan.
pintar tp dungu
ya sdh ego saja yg kau gunakan mentang2 kaya trs bgtu bertindak yg katanya sesuai nalar, poligami itu berlaku kl manusia benar 2 adil, lhah km memilih utk emosi? bkn kata hati hrs bisa bedakan ya