Wanita mengunakan pakaian lebar dan juga Hijabnya, taat akan agama. Mempunyai sikap yang unik, sehingga banyak sekali yang menyukainya, dia adalah Hafsah Kamilatunnisa.
Namun semua berubah saat bertemu dengan seseorang yang cukup berpengaruh dalam kehidupannya, memiliki sisi gelap yang lambat laun ia ketahui. Ingin pergi, namun terlambat. Benih-benih cinta telah hadir diantara mereka, Pria itu tak lain adalah Arkanza Aynan.
Terbilang sangat sukses dalam dunia bisnis, membuat orang begitu sangat segan kepadanya. Tidak ada yang berani untuk membuatnya marah, jika itu terjadi. Maka, sama saja menyerahkan nyawa mereka sendiri untuk dilenyapkan.
" Aku mencintaimu, bantu aku untuk melepas semuanya." Permintaan Arka untuk bisa menjalani kehidupan yang normal, seperti manusia lainnya.
Akankah muslimah itu bisa mengabulkan permintaan dari seorang Arka?
Bisahkah keduanya untuk bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21.
Disaat terdengar suara letusan senjata, yang membuat semua yang berada disana menjadi panik. Unni merasakan sesuatu yang terasa amat sakit pada bahu kanannya, hal tersebut tidak disadari oleh orang lain. Karena Unni saat itu menggunakan pakaian dan hijab yanh berwarna gelap, ingin ia berteriak dengan keras. Namun situasi disana, membuatnya menahan hal tersebut.
"Darah! Khumairoh, kamu!" Panik Peter yang mendapati tangannya telah basah oleh cairan berwarna merah.
"Ja jangan, jangan dibuka." Rintih Unni saat Peter menyingkap hijab pada bagian lengannya.
"Tapi kakak ingin memastikan lukamu, jangan membantah!" Tegas Eiger dan segera melihat apa yang terjadi pada bahu Unni.
Pakai Unni pada bahunya telah basah, Peter merobek sedikit pakaian tersebut untuk melihat lukanya. Peluru yang digunakan oleh pelaku tersebut, sudah berubah warna kulit bahu Unni menjadi kebiruan.
Membuka jas yang dikenakannya, Peter merobek kemeja yang ia kenakan dan mengikatkannya pada bahu Unni. Kecepatan mobil bertambah dengan kepanikan yang ada, Peter tahu jika peluru tersebut telah dilumuri racun yang cukup berbahaya. Hal itu terlihat dari perubahan kulit pada bahu Unni.
"Khumairoh! Hei, buka matamu! Ti tidak, cepat Eiger!" Teriak Peter yang semakin panik, dengan tidak sadarnya Unni.
Mobil itu kini sudah berhenti pada salah satu rumah sakit terdekat yang mereka temui, Peter mengendong Unni dan membawanya masuk ke dalam ruang gawat darurat.
Terlambat menyadari luka yang berada pada tubuh sang adik, membuat luapan amarah Peter semakin besar.
"Bagaimana?" Peter menanyakan perihal pelaku dari peristiwa tersebut.
"Sedang dalam pengejaran, kau mencurigai sesuatu?" Peter berharap Eiger bisa menebak pelaku tersebut.
"Entahlah, aku tidak bisa fokus untuk hal itu. Kenapa harus adikku yang mereka incar!" Erang Peter dengan menendang dinding pembatasan ruangan yang ada.
"Tenangkan dirimu, ini rumah sakit." Eiger tidak ingin mereka menjadi pusat perhatian dari banyak orang.
Sedangkan di perusahaan lainnya, Azka tampak sangat gelisah dan pikirannya selalu ada bayangan Unni didalamnya.
"Mau kemana?" Kenzo menghentikan Azka yang sudah berada didepan pintu ruangannya.
"Urus perusahaan sebentar, jangan cerewet." Azka semakin menjauh dari Kenzo yang terdiam.
Masuk ke dalam ruangan Azka, meletakkan berkas yang seharusnya ia berikan pada tuannya. Kenzo duduk sejenak di dalam sana, pikirannya terus berkelana mencari jawaban atas kepergian Azka.
"Kenapa kepalaku menjadi penuh seperti ini." Kenzo mengetuk kepalanya menggunakan jemari tangannya.
Tok tok...
"Masuklah." Menghentikan pikirannya dari mencari jawaban.
"Permisi tuan." Fahry masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Tuan Azka sedang pergi, ada apa?" Melihat berkas yang diserahkan padanya.
"Laporan untuk bulan ini tuan, Jihan tidak hadir. Saya khawatir jika nanti tuan membutuhkannya." Penjelasan Fahry singkat.
"Jihan? Dia temannya nona Hafsah bukan?" Tiba-tiba saja terlintas di kepala Kenzo mengenai hal tersebut.
"Benar tuan, memangnya ada apa tuan?"
"Berikan nomor ponselnya?"
Cukup kaget dengan apa yang diminta Kenzo, menolaknya juga tidak ada gunanya. Fahry memberikan nomor Jihan kepada Kenzo, lalu ia menghubungi nomor tersebut.
"Kenapa tidak diangkat?" Geram Kenzo yang mencoba berulang kali menghubungi Jihan.
Tidak mau ikut terkait dalam urusan yang ada, Fahry segera pamit dari ruangan tersebut. Yang dimana meninggalkan Kenzo sendirian, masih sibuk bersama ponselnya.
"Hayo angkat!"
"Hallo..."
"Nona Jihan?"
"Ya, saya. Ini siapa?"
"Saya Kenzo, anda sedang bersama nona Hafsah?" Langsung menanyakan inti dari pertanyaannya.
"Ada apa tuan? Benar, saya bersamanya."
Belum selesai menjawab dan mengatakan mengenai keberadaan mereka, Kenzo langsung memotong pembicaraan dan menanyakan keberadaan mereka saat ini. Setelah mendapatkannya, ia segera meluncur kesana.
"Loh, kok rumah sakit? Apa dia salah kasih alamat ya, atau aku yang salah dengar." Kenzo turun dan menghubungi Jihan kembali.
Mereka bertemu saat Jihan menghampiri Kenzo, keningnya tampak berkerut melihat wajah Jihan yang pucat dan ada ketakutan terlihat disana.
"Kenapa kamu dirumah sakit?" Tidak ingin penasaran dalam dirinya semakin besar.
"Hmm, temannya saya mengalami tembakan tuan. Tuan, ada apa mencari saya? Bukannya saya sudah izin tidak hadir." Jihan pun ikut bingung dengan Kenzo yang mencarinya.
"Tembakan? Tidak ada, saya hanya mau menanyakan nona Hafsah. Apa kamu bersamanya?"
"Bagaimana tuan tahu, saya bersamanya?"
"Ada yang mau saya bicarakan padanya, dimana dia?" Mata Kenzo seakan mencari keberadaan Unni.
"Ee, ada didalam tuan. Dialah teman saya yang tertembak." Dengan ragu Jihan memberitahukannya.
"Hah! Nona Hafsah tertembak? Kenapa bisa?"
Saat itu juga ponsel Kenzo bergetar, belum sempat Jihan menjelaskan mengenai peristiwa yang terjadi padanya dan juga Unni.
"Cari Dia! Temukan dia, Kenzo!" Teriakan dari ponsel membuat telinga Kenzo berdenging.
"Cari dan temukan siapa? Jangan berteriak, telingaku sakit mendengarkan suaramu ini." Balas Kenzo.
"Hafsah Kenzo, dia tidak ada di apartemennya. Aku harus menemukannya!" Kembali suara tegas itu terdengar.
"Huh, cepat kemari. Kau akan menemukannya."
"Kemana? Kenapa aku harus kesana? Aku harus mencarinya Kenzo."
"Diam! Cepat kemari atau kau akan menyesal!" Suara Kenzo begitu tinggi dan ia segera menghentikan pembicaraannya.
Sejenak ia mengirimkan lokasi dimana keberadaannya saat ini kepada Azka, lalu ia mengikuti Jihan untuk membawanya menemukan Unni.
Kini Kenzo berhenti, menatap siapa yang kini berada dihadapannya. Mengusap wajah dan mengedipkan kedua matanya dengan sangat cepat, seakan tidak percaya akan apa yang ia lihat.
...Peter! Benarkah itu dia, kenapa dia ada disini? Jangan-jangan, dia juga menyukai nona Hafsah? Ah, tidak! Itu tidak benar....