NovelToon NovelToon
Sang Manager : Cinta Orang Kantoran Part 3

Sang Manager : Cinta Orang Kantoran Part 3

Status: sedang berlangsung
Genre:Bullying di Tempat Kerja / Office Romance
Popularitas:251.3k
Nilai: 4.9
Nama Author: Septira Wihartanti

Mencari-cari kesalahan karyawan dengan tujuan dipecat adalah pekerjaan Regi Einar. Ia menerima daftar Karyawan Bermasalah di Garnet Bank, dan tugasnya adalah mencari alasan masuk akal yang bisa dijadikan senjata untuk mengeluarkan 'penyakit' di perusahaan. Pekerjaan itu tidak mudah. Bahkan beberapa karyawan seakan tidak berdosa dan sudah mengabdi lama di sana.

Regi bisa menyelesaikan setengah dari daftar bermasalah, namun ia tiba-tiba tersendat akan sesuatu yang datang pertama kalinya dalam hidupnya.

Kenapa Ratu Arumi harus begitu cantik di matanya?! Dan kenapa ia harus jatuh cinta saat sedang di tengah proyek penting?! Selama 28 tahun ia single, kenapa harus sekarang?!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keadaan Membaik

Ratu diam saja saat ditarik-tarik Regi sampai mereka masuk ke dalam mobil Regi di parkiran basement.

Pun, dalam posisi begitu, Regi masih sempat-sempatnya membukakan pintu mobil untuk Ratu.

Setelah Regi sendiri masuk ke dalam mobil, ia bersandar di kursinya sambil menunduk.

Ratu hanya duduk diam dengan waspada. Di pikiran wanita itu “Kena omel lagi nih gue...”

Tapi Ratu hanya duduk diam sambil sesekali melirik Regi dengan canggung.

Pria itu hanya menunduk, sambil memejamkan matanya.

Ratu tak sabar, dan akhirnya meluncurkan kata-kata itu dari mulutnya. “Pak Regi... kalau mau nangis yang puas, aku memaklumi kok.”

Regi melirik Ratu, dengan sinis. Lalu berdecak kesal.

Ratu merusak moment tenangnya. Entah kenapa ia reflek menarik tangan si cewek bawel ini.

“Kamu lulusan Stanford?!” dengus Regi seakan tak percaya dengan Ratu.

Ratu mengangguk, “Mas Iwan yang biayain.”

“Hoooo, jadi itu sebabnya kalian saling kenal.”

“Hemmm... ketemunya sih waktu saya SMA, Pak. Dia waktu itu pakai seragam OB, lagi disuruh beli nasi pas makan siang sama karyawan-karyawan. Saking seringnya ketemu, kami jadi dekat. Aku curhat kalau ingin kuliah tapi nggak ada dana. Eh, dibantuin sama dia.”

“Keluarga itu... tidak melakukannya secara cuma-cuma.”

“Iya Pak, Aku tahu sejak awal ada, kalau ada OB yang punya duit banyak, pasti jenis yang berbahaya. Aku tidak menyukai konsep menyamar jadi OB untuk menyusup ke kantor sendiri. Menurutku itu curang, tidak gentle. Karena sebenarnya kinerja karyawan jarang ada yang relate dengan kehidupan pribadinya.”

“Kamu menyindirku ya?”

“Sekaligus menyindir Mas Iwan dan Pak Sebastian juga.” Ratu menaikkan bahunya. “Kalau memang seperti itu penilaiannya, aku yakin kita semua, satu gedung, pantas dipecat. Karena manusia tidak ada yang sempurna.”

“Hm...”

“Pak Regi memecat Pak Fajar karena dia beristri dua dan diindikasi suatu saat akan mengganggu ketertiban kantor karena konflik keluarganya. Tapi kalau diukur dengan KPI, 20 tahun dia bekerja di Garnet, semua data terseleksi dengan baik, jarang terjadi Fraud. Pak Regi memecat Pak Hidayat karena dianggap mengganggu ketertiban kantor dengan hutang-hutang-nya, tapi di luar itu, kinerjanya maksimal. Semua proyek dikerjakannya dengan baik. Coba kalau Pak Regi dipecat karena alasannya Pak Regi belum beristri dan ditakutkan di masa depan akan membawa nama buruk perusahaan karena dugaan Gay, apakah itu adil Pak?”

Regi diam, lalu bersandar di kursinya.

“Adil.” Jawabnya.

“Hah?!” Ratu kaget.

“Karena...” Regi mencondongkan tubuhnya ke arah Ratu. “Sejauh perusahaan masih memperkerjakan manusia, dan bukan terminator, maka Urusan Pekerjaan dan Urusan Pribadi akan selalu berkaitan.”

“Weleh...” Ratu mencibir.

“Lihat buktinya? Sejak Fajar beristri dua, dia jadi menipu operasional kantor? Sejak Hutang Hidayat menumpuk, dia jadi sering melamun? Jadi sering menghilang entah kemana karena sibuk cari duit tambahan, atau kabur-kaburan dari DC? Sejak Wahyu dituntut bergaya hedon sama ibu dan istrinya, duit nasabah dia ambil, lihat kaitannya?! Kalau aku dituduh Gay, di negara yang mayoritas penduduknya menolak kaum Lagibete atas dasar Agama, mereka masih memiliki opsi perusahaan lain yang membuat mereka lebih nyaman! Lihat kaitannya Ratu?!”

"Perusahaan kita kan tidak untung dari penjualan di dalam negeri saja Pak, masih banyak yang dari luar negeri. Kita bisa fokus ke sana saja."

"Memulihkan nama baik di dalam negeri lebih mahal biayanya daripada memecat 1 orang biang kerok."

“Iya-in aja, mana mungkin aku menang...” sungut Ratu sambil cemberut.

“Lagian kamu ngapain sih ngomongin kerjaan kantor di hari Minggu?!” sahut Regi kesal.

“Ya biar Pak Regi nggak jadi nangis.”

Regi pun diam.

Lalu kembali bersandar sambil bilang, “Apa’an sih. Siapa yang mau nangis...” gumamnya. Tapi nada suaranya gemetar.

“Lalu... kita saat ini cuma berdua, kamu ngapain manggil saya pakai ‘Pak’?!”

“Aneh aja kalau nggak pakai sebutan ‘Pak’ secara kamu sering berlagak jadi yang paling tahu segalanya.”

“Aku memang tahu banyak hal, tapi aku sekarang bingung, fungsi kamu di sini buat bikin aku marah atau senang?” gerutu Regi.

Ratu pun menyeringai.

Iya, dia akui kalau ketemu Regi bawaannya ingin berdebat selalu. Niatnya mau menghibur, membesarkan hati lelaki itu, tahu-tahu sudah diskusi keras.

“Iya Regi Sayang, kalau terharunya sudah selesai, yuk kita temui lagi orangtua kamu.” Ratu memperlebar senyumnya

“Sebentar lagi saja, aku ingin ketenangan.” Desis Regi.

Sejenak, hanya ada keheningan di antara mereka. Regi dan Ratu, dengan pikiran mereka masing-masing.

“Bapak kamu orang baik.” Kata Ratu selanjutnya.

“Hm, aku lumayan kaget.”

“Dia selama ini tidak tampak memperhatikan kamu?”

“Iya, dia tidak menunjukkan emosi selama ini.”

“Begitu lah seorang ayah, Ayahku juga begitu. Diam-diam tahu-tahu semua beres. Kami bahkan tak diberi kesempatan berterima kasih, tahu-tahu dia sudah meninggal dunia.” Kata Ratu.

Dan mereka berdua pun mengambil nafas panjang.

“Aku rasa sekarang ibuku lagi marah-marah ke bapak.” Regi mencibir.

“Untuk meredakannya, kamu cukup bilang...”

****

“Mau bagaimana pun sifat Ibu, aku tetap sayang ibu, kok.” Kata Regi saat mereka kembali ke restoran.

Bu Jeane, alias Jani, langsung ternganga. Bukannya senang dia malah bingung dengan sikap anaknya.

“Ibu nggak pernah bikin aku senang. Aku nggak ingat kapan aku tertawa karena ibu. Herannya aku juga selalu kangen ibu setiap hari. Aku menjauh tinggal sendiri agar tidak numpuk dosa saja. Karena kalau tinggal serumah, aku nggak yakin bisa sabar menghadapi ibu.”

Lalu mereka berempat pun terdiam.

“Ucapan ibu adalah doa, aku diam karena aku tidak ingin ibu mendoakanku macam-macam yang jelek-jelek. Karena kalau aku bicara menimpali, ibu akan semakin jadi. Aku takutnya jadi kenyataan untuk diriku sendiri.” Kata Regi menambahi. “Aku bereaksi saat Tante Rinda bicara, karena dia bukan ibuku. Menurutku sah-sah saja, karena dia secara tak langsung sedang mengejek cara ibu dan Bapak mendidik anak.”

Tampak Pak Yudi mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Kalau sampai akhir hayat ibu tidak puas akan diriku, yah... aku bisa apa. Tidak semua harapan ibu mampu kupenuhi. Kita dua manusia yang berbeda. Aku keluar dari perut ibu, bukan berarti aku dan ibu adalah satu orang. Tapi karena pada hakikatnya ibu merawatku sejak aku masih berbentuk janin, itulah yang membuat aku tetap sayang ibu.”

Pak Yudi dan Ratu kini mengangguk-angguk tanpa suara.

Sementara Bu Jani masih tetap bungkam.

“Untuk semua yang tidak sesuai dengan harapan ibu, aku minta maaf. Besok aku akan minta maaf lagi karena setiap hari yang kulakukan tidak akan sesuai dengan harapan ibu.” Regi pun menyudahi kalimatnya.

“Tahu kan Om, yang bikin saya suka sama Regi?” bisik Ratu sambil mencondongkan diri ke arah Pak Yudi.

“Saya juga sampai kaget loh ini.” Bisik Pak Yudi ke Ratu.

Dan Bu Jani pun menarik nafas panjang, dan menghembuskannya dengan berat.

“Hm.” hanya itu suaranya.

Tapi Regi dan Pak Yudi mengerti, Bu Jani sedang menahan tangis. Mudah-mudahan itu tangisan haru.

“Yuk, kita makan! Ratu, apa menu spesial di sini? Yang masakan Indonesia saja!” kata Pak Yudi memecahkan keheningan.

“Siap Om! Saya ke kitchen untuk request ke chef langsung! Buat Om dan Tante yang spesial pokoknya. Kalau Sayangku sudah pasti cuma minum kopi kalau di restoran sih...” kata Ratu sambil beranjak dan dengan riang ia berjalan ke arah dapur restoran.

Regi melirik Ratu sambil membatin , ‘Kok dia tahu?! Sudah berapa lama aku diperhatikan?!’.

Kini tinggal Regi dan keluarganya saja. Ratu memang sengaja meninggalkan mereka bertiga saja, kalau pesan makanan kan tinggal tekan tombol saja pelayan akan datang. Tapi Ratu beranggapan kalau tidak seharusnya Ratu berada di tengah konflik keluarga.

Yang membuat Regi bilang ‘sayang’ ke ibunya, memang saran dari Ratu.

Tak disangka, malah efektif.

“AH! Jadi kangen ibu. Telpon ah...” gumam Ratu sambil menuju ke arah kitchen.

**

“Regi, bapak penasaran...” Pak Yudi bersandar di sofanya sambil melipat kedua tangannya di dada. “Kamu nyamankah dengan pekerjaanmu di kantor?” ia mengernyit ke arah Regi.

“Tidak, Pak.” Sahut Regi blak-blakan.

“Ah! Sudah bapak duga kamu pasti jawabnya jujur dan apa adanya.” Pak Yudi menyeringai. “Jarang sekali ada yang seperti kamu, tidak menjilat dan menjelekkan di belakang, yang tipe seperti kamu langsung bicara di depan.”

“Aku tidak melihat adanya keuntungan dengan menjilat sekaligus menjelekkan. Kecuali dia owner yang membayarku, aku mungkin akan diam saja kalau ada yang tak sesuai.”

“Tapi kamu pasti pasang wajah cemberut.”

Regi mengangguk, mode wajahnya memang reflek sangat jujur sampai dianggap menyebalkan.

“Rahwana Bataragunadi, orang baru di dunia bisnis yang berbahaya.” Kata Pak Yudi. “Banyak orang bilang dia kenal banyak mafia.”

“Aku berusaha tidak mengenalnya seintens itu Pak. Rasanya tambah-tambah masalah aja.” Kata Regi.

“Posisi kamu terhadapnya?”

“Kalau proyek yang sedang kukerjakan sekarang berhasil, aku akan diangkat jadi wakil direktur tepat di bawahnya. Kalau gagal, aku dimiskinkan.”

Bu Jani makin melongo mendengarnya.

“Bisa jadi ada pistol di tempel di dahiku. Kalau bukan dari Mas Iwan yaaa... dari korbanku.” Kata Regi.

“Kenapa kamu bisa terbawa-bawa ke proyek rahasia ini? Proyek macam apa?” tanya Pak Yudi dengan khawatir.

“Macam proyeknya, dengan berat hati, akan kurahasiakan dari Bapak dan Ibu juga, demi keamanan kita semua. Yang harus diketahui, pekerjaanku kali ini membutuhkan mental yang kuat karena berhubungan dengan kondisi psikis seseorang.” Kata Regi.

“Contohnya saja, satu clue.” Desak Pak Yudi. Ia ingin suatu saat kalau ada apa-apa, setidaknya ia tahu duduk masalahnya dan bisa melindungi Regi semaksimal mungkin dengan posisi seorang ayah.

“Contohnya... penilaianku terhadap Wahyu sangat bisa dijadikan patokan pemecatan, masih ditambah dengan tidak ada pekerjaan di perusahaan multinasional di seluruh dunia yang akan menerimanya jadi karyawan. Dalam hal ini aku mewakili Garnet Grup, dan Blacklist dari Garnet Grup sangat diakreditasi.”

Tampak wajah Bu Jani semakin tegang. Ia tidak menyangka posisi Regi sepenting itu. Di perusahaan besar sekelas Garnet.

“Memang kamu memiliki bukti untuk eksekusinya?” tanya Pak Yudi.

“Tentu. Tapi... walau pun tanpa bukti, aku masih bisa menyortirnya.” Regi tersenyum licik, sangat licik sampai Pak Yudi merinding.

“Ah... bapak tahu kamu sedang terlibat dalam proyek apa...” Pak Yudi pun menarik nafas tegang. “Itu berbahaya Regi. Salah langkah sedikit, kamu bisa mendapatkan ancaman.”

“Makanya... aku nggak ingin Bapak dan Ibu terlibat.”

“Bu, mulai sekarang jangan sering ganggu-ganggu Regi, dia harus fokus ke proyek ini. Berapa lama due datenya?”

“Setahun.”

“Astaga, lama sekali...” Pak Yudi menggelengkan kepalanya. “Kenapa kamu terima pekerjaan ini?”

“Aku nggak berani mundur. Pak Sebastian memanggilku langsung.”

“Kamu bertemu dengan legend itu?”

“Nego gaji, bahkan.”

“Wow... hebat kamu.”

“Tapi Pak, bertemu Rahwana jauh lebih buruk dibanding Pak Sebastian.” Regi memelankan suaranya.

“Bapak nggak pernah ketemu dua-duanya, tapi bapak bisa prediksi kamu maju kena mundur nggak bisa.”

Regi mengangguk. Bapaknya mengerti. Ia merasa didukung keluarganya.

Hal itu sudah cukup baginya untuk kembali bersemangat menjalani hidup.

“Loh? Mas Regi makan di sini juga?!”

Suara itu...

Ya Ampun.

Regi memejamkan mata sambil ngedumel.

Benar.

Ia baru saja membicarakannya dan feeling ‘orang ini’ sangat kuat sampai-sampai dibicarakan langsung muncul sendiri.

1
🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ𝐀⃝🥀𝐀му𒈒⃟ʟʙᴄ🍂
wooyy Reg hati-hati kalo ngomong, ada bapaknya tuh😂😂😂
🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ𝐀⃝🥀𝐀му𒈒⃟ʟʙᴄ🍂
wkwkwk kepret aja tuh pak Dimas, pak Felix😂😂😂
🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ𝐀⃝🥀𝐀му𒈒⃟ʟʙᴄ🍂
wkwkwk
awas nanti ngga di restui kamu Ratu 😂😂
Tyaga
wkwkwkwkk..anak siapaa tuhh 🤣
Tyaga
wkwkwkkkk....🤣
elvi yusfijar
hhmm siap2 regi,, bakalan jd bapak asuh ini , d kumpulin sama bocah2
🍊 BORNEO𒈒⃟ʟʙᴄ 🅲🆄🅼🅸
ya ampuuuun Dimas 🤣🤣🤣
🍊 BORNEO𒈒⃟ʟʙᴄ 🅲🆄🅼🅸
eh ko kata kata ratu rada bikin anu ya
🍊 BORNEO𒈒⃟ʟʙᴄ 🅲🆄🅼🅸
😊😊😊😊😊
Tri Dikman
Yes pke anget
🍊 BORNEO𒈒⃟ʟʙᴄ 🅲🆄🅼🅸
Udah mode cemburu gini pokoknya segalanya serba salah
🍊 BORNEO𒈒⃟ʟʙᴄ 🅲🆄🅼🅸
sabar ya bas 😂😂😂
🍊 BORNEO𒈒⃟ʟʙᴄ 🅲🆄🅼🅸
ya ampun saking pada penasaran nya langsung hening 🤣🤣
mbak i
mumet mams
mbak i
hadeuh pisualnya merazahhhkan
Tyaga
wkwwkek...kasian mamat loe Bass kena lemparan emak 😄😄
Tyaga
yang gw bingung kenapa orang2 itu msh ada aja di Garnet dan punya posisi penting..kayak si Yanto itu.
wwkwkwkwkwk tp kalau ga ada mereka yaa ga ada cerita ini sih.. 🤣
Tyaga
ohh seperti itu...i see
Jessica
Luar biasa
Wiwit Duank
serrruuuu iih tambah rameee 🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!