NovelToon NovelToon
Ketika Benci Menemukan Rindu

Ketika Benci Menemukan Rindu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Kiky Mungil

Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.

Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2. Berusaha Untuk Normal.

Pagi ini Kalila terbangun dari tidurnya dengan statusnya yang baru, namun tidak ada yang spesial sama sekali, justru dia merasa sebaliknya. Ranjang yang bertabur kelopak mawar putih pun masih rapih, seperti saat ia baru memasuki kamar hotel yang seharusnya ditempati olehnya dan Arlen.

Kalila duduk di sofa, dengan kedua matanya yang sembab, kepalanya yang pusing karena menangis semalaman. Dan rasanya pagi ini hatinya lumayan lega setelah menumpahkan semua sesak di dadanya.

Dia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan melakukan upaya untuk membuat matanya kembali normal sebelum dia keluar dari kamar ini. Ibu mertuanya jangan sampai melihat betapa sembab matanya.

"Mau kemana?" Arlen sudah ada di dalam kamar itu, entah sejak kapan, lelaki itu bertanya begitu Kalila tepat keluar dari kamar mandi dengan masih mengenakan bathrobe dan rambutnya yang tergerai setengah basah.

"Kedai." jawab Kalila sambil menuju lemari untuk mengeluarkan baju yang masih ada di dalam koper.

"Kedai?" Suara Arlen terdengar jengkel. "Ga bisa!"

"Kenapa ga bisa? Bukannya kita udah sepakat." Kalila melihat Arlen dengan posisinya yang masih berjongkok di depan kopernya yang terbuka.

"Mama tau aku sudah ambil cuti satu minggu untuk acara bulan madu, jadi selama satu minggu ini, kamu dan aku harus berpura-pura menikmati bulan madu yang sudah disiapkan Mama ini."

Kalila mendengkus. Ia kemudian berdiri, menghadap Arlen dengan sebelah tangannya mencekal rapat bagian atas bathrobe yang dikenakannya.

"Mana bisa begitu?" protes Kalila. "Maksudmu, aku harus kehilangan pendapatan penjualanku selama satu minggu hanya untuk mengikuti keegoisanmu?"

"Keegoisan?" Arlen mengulang dengan nada yang gusar. "Siapa yang egois sejak awal? Siapa yang menerima perjodohan sialan ini demi uang?!" Arlen melotot kepadanya.

Ia ingin bicara, membela diri, tapi lagi-lagi dia menahan diri, dia hanya bisa menggigit bibirnya dan mengeratkan cekalan tangannya pada kain bathrobe yang dikenakannya.

"Lagi pula, uang puluhan juta yang ditransfer Mama memangnya masih kurang? Isi kartu debit yang aku berikan juga masih kurang? Apa segila itu kah kamu dengan uang?"

"Iya!" jawab Kalila dengan lantang. "Iya, aku memang segila itu dengan uang! Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkan uang, uang dan uang! Puas?!"

Mereka sama-sama diam setelah Kalila melepaskan emosinya. Napasnya berburu karena luapan emosi yang tak terbendung sejak semalam.

"Karena itu... sesuai dengan perjanjian yang kamu lemparkan kepadaku, jangan ikut campur urusanku." ujar Kalila dengan nada sinis hendak berlalu dari hadapan Arlen, tapi tangan Arlen mencekal pergelangan tangan Kalila, menghalangi langkah Kalila untuk beranjak dari hadapannya.

"Seenggaknya tunggu sampai besok."

Kalila menepis tangan Arlen, ia mendengkus dan menatap Arlen dengan tatapan sinisnya.

"Apa kamu menunggu sampai besok untuk bertemu dengan Miranda tadi malam?"

Pertanyaan itu membungkam bibir Arlen, dia tidak bisa menyangkal ucapan sarkasme yang dilontarkan Kalila kepadanya, hanya ekspresinya yang gusar dan kedua tangannya yang terkepal erat.

"Enggak, kan? Jadi, kenapa aku harus menunggu besok?" Pertanyaan itu diucapkan bukan untuk mendapatkan jawaban dari Arlen, jadi Kalila langsung berlalu begitu saja dari hadapan Arlen dengan membawa serta pakaian yang sudah dia pilih dari dalam koper.

Ia masuk ke dalam kamar mandi, mengunci pintu lalu bersandar di sana. Ia mengatur napasnya, mencoba untuk menenangkan degupan jantungnya yang memburu.

"Tenang Lila...tenang...semua akan baik-baik saja." ucapnya dengan nada lirih kepada dirinya sendiri.

    *

Kalila benar-benar pergi ke kedai, rumah sederhana yang dia sewa untuk dia jadikan kedai tempatnya berupaya membuka usaha untuk bertahan hidup.

Asri, gadis berkaca mata satu-satunya pegawai yang dia miliki sudah menunggu Kalila di depan teras kedai, senyum gadis itu menyambut kedatangan Kalila seperti seorang adik yang menunggu kakaknya datang.

"Sudah lama, ya?" sapa Kalila sambil mengeluarkan kunci dari dalam tasnya.

"Aku pikir Mbak Lila ga datang. Tapi Mbak Lila ga kasih tau kalo memang kedai tutup." jawab Asri sambil mengikuti Kalila masuk ke dalam kedai.

"Iya, maaf ya, aku ada urusan mendadak."

Asri mengangguk mengerti. "Aku pasang papan open sekarang atau nanti?"

"Nanti saja, kita rapih-rapih dulu. Aku juga harus cek mesin kopinya, mudah-mudahan ga ngadat."

Asri kembali mengangguk dan tidak membantah apa pun.

Kalila cukup bersyukur karena menemukan Asri, gadis polos itu sangat membutuhkan pekerjaan, dan Kalila menerima sebagai satu-satunya karyawan di kedainya, padahal kalau dipikir-pikir, kedai Kalila tidak sebegitu ramainya. Masih bisa dia handle sendiri.

Kalila dan Asri mulai berkolaborasi merapihkan dan membersihkan kedai seperti hari-hari biasanya, seolah tidak pernah terjadi sesuatu yang besar di hari sebelumnya. Atau, Kalila berusaha menjalani harinya senormal mungkin meskipun dengan rasa kesal karena pagi ini mesin kopinya memilih untuk tidak menyala.

"Permisi, apa udah open order?" Suara laki-laki membuat Kalila dan Asri menengok ke arah pintu.

Lelaki itu nyengir lebar, memamerkan lesung pipi yang selalu menghiasi pipinya.

"Khusus untuk kamu, open order setelah kamu bantuin aku nyalain mesin kopi ini." Kalila mengatupkan kedua tangannya di depan dada, dengan tatapan memohon kepada lelaki itu untuk membantunya.

"Rusak lagi?" Rafa langsung memasuki area barista dan memeriksa mesin kopinya.

Kalila mengangguk frustasi.

"Sudah kubilang, beli mesin yang baru." ujar Rafa sambil mengotak-atik bagian mesin yang tidak Kalila pahami.

"Kan, ada kamu yang bisa benerin." Cengiran Kalila membuat Rafa hanya bisa geleng-geleng kepala.

Tidak sampai sepuluh menit, mesin kopi yang sudah lansia itu akhirnya bisa menyala dan bertugas kembali.

"Satu cappuccino dengan simple syrup tujuh setengah mili." Kalila mendahuli apa yang mau dipesan Rafa. Pasalnya, temannya yang satu itu memang selalu memesan menu kopi yang sama setiap pagi.

"Apa aku harus berikan tambahan tip untuk baristanya karena sudah ingat pesananku."

"Boleh, tapi seratus persen ya."

"Wah, pemerasan itu namanya."

Mereka kemudian terkekeh bersama, begitu pun dengan Asri yang sudah mengenal Rafa.

Obrolan ringan bersama Rafa membuat Kalila cukup terbantu dari pikirannya yang semerawut, hingga obrolan mereka sampai pada satu pertanyaan.

"Sejak kapan kamu pakai cincin nikah, La?"

.

.

.

bersambung

1
Kiky Mungil
Yuk bisa yuk kasih like, komen, dan ratingnya untuk author biar tetep semangat update walaupun hidup lagi lelah lelahnya 😁

terima kasih ya yang udah baca, udah like karya aku, semoga kisah kali ini bisa menghibur teman-teman semuanya ❤️❤️❤️

Saranghae 🫰🏻🫰🏻🫰🏻
Ana Natalia
mengapa selagi seru2nya membaca terputus ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!