Eirene, seorang model ternama, karena kesalahannya pada malam yang seharusnya dapat membuat karirnya semakin di puncak malah menyeretnya ke dalam pusara masalah baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, menjadi istri seorang tentara marinir.
Rayyan, anak kedua dari 3 bersaudara ini adalah seorang prajurit angkatan laut marinir berpangkat kapten, bukan hanya sederet prestasi namun setumpuk gelar playboy dan keluarganya turut melekat di belakang namanya. Tak sangka acara ulang tahun yang seharusnya ia datangi membawa Rayyan menemui sang calon penghuni tetap dermaga hati.
"Pergilah sejauh ukuran luas samudera, tunaikan janji bakti dan pulanglah saat kamu rindu, karena akulah dermaga tempat hatimu bersandar, marinir,"
-Eirene Michaela Larasati-
"Sejauh apapun aku berlayar, pada akhirnya semua perasaan akan berlabuh di kamu, karena kamu adalah dermaga hatiku."
-Teuku Al-Rayyan Ananta-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PEKERJAAN TERAKHIR
Eirene menghitung, rasanya tak cukup dengan jari saja, cobak-cobak! Lipstick yang ia pakai saja harganya diatas nominal juta, belum lagi bedak, baju, maskara, eyeliner, parfum! Outfit dan segala make up yang ia pakai kesini jika dihitungkan sudah berapa puluh juta, tapi lelaki ini hanya bermodalkan 5 ribu saja! Dahsyatnya, ck--ck!
Rayyan bukannya minta maaf sampai sujud-sujud, tapi ia malah tertawa, seakan dunia sedang main ludruk dengannya, "untuk saat ini karena belum terikat apapun abang cuma bisa kasih ini. Tapi jika status kamu sudah berubah jadi istri, semuanya abang kasih--" ucap Rayyan. Eirene menatapnya penuh curiga, maksudnya semua itu termasuk bon hutang gitu? Eirene mencebik, playboy cap kadal! Aneh saja, pria low budget begini bisa jadi playboy di kesatuan, Eirene menyipitkan matanya ke arah Rayyan.
"Jadi curiga kalo kamu bukan anak kandungnya umi madame---" akui Eirene. Secara dengan melihat Salwa dan Zaky, sudah dapat dipastikan jika keduanya adalah orang berada.
"Kalo bukan, gimana? Kalo ternyata abang anak pungutnya abi sama umi apa kamu tetep mau?" tanya Rayyan tersenyum menggoda.
"Ya engga apa-apa juga sih, ngga ada bedanya!" gidiknya acuh, Eirene menaruh cup yang sudah kosong itu di tangan Rayyan, terbiasa menjadi tuan putri ia malas untuk mencari tempat sampah. Dengan mudahnya perwira itu meremas cup plastik dengan sebelah tangannya menjadi segenggam sampah.
Rayyan duduk di hamparan rumput bagian kanan gerbang dimana sebuah tank baja milik kesatuan marinir terparkir sebagai icon markas ini. Rumpun pohon bambu dengan daun yang begitu hijau segar menjadi penyejuk di teriknya ibukota. Deretan pohon Tusam berjejer di dalam sepanjang jalanan Kormar sebagai tiang-tiang nan kokoh kemegahan markas, belum lagi palem-palem mini menjaga gerbang putih yang megah menjulang menyambut setiap mata yang memandang "KESATRIAN MARINIR". Pos jaga dengan aksen biru PROVOST berada di tengah-tengah sedikit depan gerbang, portal besi menutupi samping kanan dan kiri demi keamanan, sebuah marka peringatan berdiri disana.
TAMU WAJIB LAPOR
"Mana bray!" di balik tembok markas Kormar, rekan-rekannya tengah mengintip manja sepasang kekasih yang sebentar lagi akan menyandang status pengantin ini, saking mereka penasaran dengan episode lanjutan proses pembinaan Eirene. Mereka bukan tidak tau jika tadi Eirene ngambek di depan gedung kantor, dan mereka mengait-ngaitkannya dengan prosesi pembinaan Eirene di dalam oleh Lettu Diana.
"Kira-kira tadi di dalem perang engga?" tanya Rendra setengah berjongkok seraya mata yang awas melihat Eirene dan Rayyan sedang cekikikan.
"Wo, yang bener loe! Katanya Rayyan diamuk Eirene, tapi mereka lagi ketawa-ketiwi sekarang?" tanya Pramudya ikut mengintip dari balik tembok gerbang Kormar dengan membungkukkan badan tegapnya bertumpukan punggung Rendra.
"Suer! Mbak Eirene tadi ngamuk sampe gebukin bang Ray pake dompetnya!" jawab Wongso yang merupakan saksi kunci saat Rayyan dihantam clutch.
"Loe nih kaya pada ngga tau Ray aja. Dia mah kan ahlinya wanita---ngga akan ada cewek yang tahan ngambek lama-lama sama doi! Peletnya terlalu kuat," balas Langit.
"Dasar semprul!" bang Jaya menghentikkan laju motornya.
"Kenapa pa berhenti?" tanya seorang perempuan di jok belakang yang tengah melingkarkan tangannya di perut bang Jaya, kebetulan ia hendak keluar markas bersama sang istri, tapi disini ia malah mendapati para juniornya sedang mengintai pasangan calon pengantin.
"Begitu tuh mah! Liat kan miris kali hidup para perwira muda disini," tunjuknya pada pan tat- pan tat yang tengah menungg ing. Istri bang Jaya tertawa, "biarkan saja pa, mereka berduaan tapi pun belum sah. Biar para perwira itu jadi yang ketiganya---" balas istrinya. Tawa bang Jaya menggelegar, tak disangka mengejutkan mereka semua termasuk Rayyan dan Eirene juga penjaga pos depan. Begitu dahsyatnya suara tawa perwira senior ini seperti gempa berkekuatan 9.0 magnitudo dapat menggetarkan dunia hingga kalbu.
"Astagfirullahaladzim!" mereka terkejut.
"Bang Jaya!"
"Nah, ini rupanya kerjaan Perwira! Makan gaji buta!"
"Dih, pada ngapain itu?" tanya Eirene.
"Si-alan pada ngintip!" sarkas Rayyan.
"Kaburrr! Kaburrr! Gara-gara abang nih!" mereka berlarian kembali ke dalam.
"Kau berdua saking asiknya berduaan sampai tak sadar diintip warga!" ujar bang Jaya menghidupkan kembali motornya dan menghampiri Rayyan, Eirene tersenyum pada bang Jaya dan istrinya.
"Si-alan! Duo racun nih pasti biangnya! Liat aja nanti!" desis Rayyan.
"Mbak Lovely, harus terbiasa sama penghuni disini, terutama rekan kerja om Rayyan sama si abang, maklumlah perwira yang jarang dapat sentuhan wanita--" tawa istri bang Jaya berkelakar.
Eirene mengangguk dan tersenyum, "iya."
"Kalau begitu saya duluan Ray!" ijinnya pamit.
"Kemana bang?"
"Istri ada mau beli sesuatu," pamit mereka. Pandangan Eirene jauh ke arah sepasang suami istri yang semakin menjauh itu.
"Oh iya abang sampai lupa! Kamu belum pernah bertemu dengan bang Fath dan kak Fara. Kemarin kak Fara baru saja melahirkan," Rayyan merogoh ponselnya berniat menghubungi keluarga di timur.
Saat panggilan video itu diangkat, nampak oleh Eirene, seorang pria gagah lainnya yang mirip dengan Rayyan, hanya saja dari tampilan dan kelihatannya ia lebih cool dan tak banyak bicara.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam Ray,"
"Bang---kenalin ini Eirene," gadis itu tersenyum, "hay abang!" serunya gembira.
"Assalamualaikum Eirene," jawabnya mengulas senyuman tipis sekali, terlihat jelas jika pria ini lebih jarang tersenyum ketimbang Rayyan.
"Abang! Bisa pegang dulu Saga, Fara mau ambil air hangat dulu,"
"Nah--nah! Eyi, itu dia newmom yang heboh sekaligus suka bikin bang Fath pusing 7 keliling," kekeh Rayyan.
"Abang, itu Ray?"
"Assalamualaikum kak Fara!" sapa Rayyan.
"Idihhh calon manten, dasar sombong!" kini bergantian wajah seorang perempuan cantik di layar ponsel.
"Kak, kenalin ini---"
"Eirene lovely!!!! Arghhhhhh, gue suka gaya loeeee!" serunya, ternyata Fara pun mengagumi Eirene.
"Hay kak Fara!"
"Eirene, makasih lohhh tasnya! Fara suka, tapi disini jarang kondangan--- jadi cuma dipake kalo pertemuan di Batalyon pusat kalo engga pertemuan kesatuan, sayang banget tau tas mahal cuma dipake masukkin pampersnya Saga!"
Rayyan tertawa, "ampun! Dekgam--tempat pampersmu seharga puluhan juta, presiden aja kalah saing sama anak loe bang!" tawanya. Eirene ikut tertawa.
"Ngga apa-apa kak. Kadang Eyi juga cuma bawa dompet sama permen aja!" jawab Eirene.
"Aduhh, jadi pengen ketemu deh! Sini dong ke timur! Kan jarang-jarang ada model Internasional kesini, disini temen gue burung kasuari Eirene," ajak Fara. Eirene tertawa lagi dengan ceplas ceplosnya Faranisa.
"Dek," tegur Al Fath.
"Emang ampun kakak ipar gue ini! Ibu danyon ngga ada tedeng aling-alingnya kalo ngomong!"
"Kalo disana kak Fara temennya Kasuari, terus Eyi temennya siapa kak? Ikan Hiu, apa ikan sarden?" kini Fara yang tertawa.
"Ikan duyung!" kedua wanita ini tertawa sementara para laki-lakinya hanya menggeleng.
"Miris banget hidup Eyi kak, awalnya berteman sama Paula Verhouven, Laras Sekar, sekarang malah sama ikan-ikanan!" balasnya, Fara terkikik.
"Udah, sesama cewek-cewek mengenaskan dilarang saling mengeluh dan mendahului!" tawanya sampai membuat Saga menangis bertemu dengan partner klop dalam menjelekkan nasib masing-masing.
"Dek, itu Saga kaget sampe nangis denger ibunya ketawa,"
Waktu yang bergulir semakin terasa tipis, tapi demi keprofesionalan Eirene menyelesaikan semua pekerjaannya sampai-sampai tanpa sadar waktunya bersama honey tersita begitu banyak, seharusnya mereka menghabiskan waktu berdua karena tak menutup kemungkinan keduanya akan jarang bersama lagi nanti.
*Dek, dimana*?
Panggilan itu berubah seiring status mereka yang sebentar lagi berubah.
"Kok gue geli ya dipanggil adek, kaya manggilin anak tk!" ujarnya. Honey gemas dan mendorong kepala Eirene, "loe nya aja yang keterlaluan, di sweet'in malah ngga mau!
*Pemotretan, di daerah Cilondok*.
Tak terdengar lagi bunyi getaran ponsel, itu artinya Rayyan sudah mengerti.
"Mbak Eirene, bisa tolong diangkat dagunya," seorang make up artis sedang memberikan sentuhan magic di wajah Eirene, semacam sihir alibaba demi menambah ke-paripurnaan sang model.
"Oke pose!"
Eirene kembali berpose tanpa harus banyak menerima amukan sang fotografer karena detail pose yang kurang pas.
Honey duduk memperhatikan artisnya seraya membuka-buka majalah edisi lalu, tapi pikirannya melayang untuk beberapa waktu ke depan. Wajah Eirene sedikit-sedikit akan mulai menghilang dari ranah publik. Begitupun dengan karir dan pekerjaannya, bukan tidak tau bagaimana nasib seorang publik figur yang memilih menikah dengan prajurit.
Otak bisnisnya berputar untuk menyambung hidup dengan mulai berbisnis. Ia bersyukur jika nanti Eirene memiliki seorang pendamping yang akan setia, dan memikul bebannya selama ini. Gadis itu tak perlu repot-repot bekerja lagi hanya untuk sesuap nasi, tapi tidak dengan dirinya.
Sebuah panggilan telfon mengejutkan honey, "tante madame?" ia keluar dari studio.
"Oke take! Bungkus dulu untuk yang ini, lanjut setelah 15 menit lagi ya!" si fotografer mengangkat jempolnya di udara pada semua crew.
"Good job lovely," pujinya, Eirene memang model yang tak kaleng-kaleng. Eirene mengangguk, ia celingukan mencari honey.
"Honey?!"
"Ah udah lah paling di kamar ganti," ucapnya berjalan menuju kamar ganti diikuti wardrobe untuk sesi foto selanjutnya dengan baju yang berbeda.
"Mbak, liat honey ngga?" tanya Eirene setelah beberapa belas menit sang manager tak jua muncul batang hidungnya.
"Tadi sih liat ke pojokan di deket pintu masuk, lagi terima telfon."
Langkahnya mengikuti arahan crew tadi, hingga sampai ia menemukan sang manager tengah bersama seseorang.
"Rayyan?" gumam Eirene melihat keduanya saling bertegur sapa. Baru saja tadi menelfon, sekarang ia sudah disini---kemampuan melacak macam apa itu? Eirene menelan salivanya sulit.
.
.
.