Ainsley adalah anak kuliahan yang punya kerja sampingan di cafe. Hidupnya standar. Tidak miskin juga tidak kaya, namun ia punya saudara tiri yang suka membuatnya kesal.
Suatu hari ia hampir di tabrak oleh Austin Hugo, pria beringas yang tampan juga pemilik suatu perusahaan besar yang sering di juluki iblis di dunia bisnis.
Pertemuan mereka tidak menyenangkan bagi Ainsley. Tapi siapa sangka bahwa dia adalah gadis yang dijodohkan dengan Austin dua puluh tahun silam. Lebih parahnya lagi Austin tiba-tiba datang dan menagih janji itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
Sepulang kampus, Ainsley duduk di ruang tengah rumah Austin yang menghadap langsung ke kolam berenang. Ia melihat-lihat ke sekelilingnya. Ruangan ini begitu besar. Bahkan semua ruangan yang ada di rumah ini besar-besar semua. Gadis itu jadi merinding.
Menurut Ainsley rumah kalau terlalu besar itu malah rasanya jadi angker. Itulah sebabnya kenapa dirinya tidak menyukai rumah besar. Tapi apa boleh buat, ia harus rela tinggal di rumah ini sekarang.
Samar-samar Ainsley mendengar ada suara langkah kaki yang masuk ke ruangan itu. Karena pikiran negatif tentang rumah angker gadis itu jadi tidak berpikir panjang. Ia langsung menutup matanya kuat-kuat.
"Argh...!"
Ainsley berteriak keras ketika Austin berhenti tepat didepannya dan memegangi bahunya. Tangannya memukul-mukul ke udara.
Austin sendiri merasa heran apa yang terjadi dengan gadis itu.
"Ainsley, ini aku." gumam Austin namun sepertinya Ainsley belum sadar sama sekali. Austin menarik napas pelan lalu kembali memegangi bahu Ainsley kuat.
"Ainley! Hei, kenapa denganmu? Ini aku suamimu!" kata Austin penuh penekanan. Kali ini perkataannya berhasil membuat Ainsley menghentikan aksi teriak-teriaknya.
Gadis itu membuka matanya perlahan. Ketika dilihatnya yang berdiri didepannya adalah Austin, ia bernafas lega. Ia pikir tadi setan. Ia lalu tersenyum kikuk.
Austin menyipit menatap gadis itu lalu duduk didepannya.
"Kau kenapa? Apa yang membuatmu ketakutan?" tanya Austin menatap Ainsley lekat.
Ainsley berdeham. Tidak mungkin kan ia bilang ke Austin kalau tadi dirinya mengira lelaki itu setan. Bisa-bisa dirinya di ledek habis-habisan oleh pria itu. Ia harus mengalihkan topik.
"Kau sudah pulang?" tanyanya.
Austin mendengus pelan. Ia tahu Ainsley sedang mengubah topik pembicaraan dan tidak mau menjawab pertanyaannya. Pasti karena gadis itu tidak mau di ledek penakut, pikirnya.
"Mulai hari ini aku akan pulang lebih cepat. Untuk menemani istriku yang penakut ini." jawabnya sambil menoel hidung Ainsley.
"Siapa yang penakut?" balas Ainsley tidak terima. Matanya melotot menatap Austin. Pria itu tertawa pelan. Masih saja bersikeras.
Tangan Austin terulur meremas pelan tangan Ainsley, membuat gadis itu menatap wajah Austin yang tersenyum manis. Senyum yang di yakini Ainsley telah membuat banyak wanita jatuh ke pelukan pria itu.
Tetapi Ainsley tidak akan sebodoh itu. Tanpa pikir panjang, Ainsley menusukkan kukunya yang panjang dengan kuat ke telapak tangan Austin yang masih menggenggam tangannya.
Austin melotot, sedang Ainsley menatapnya tajam. Entah kenapa gadis itu merasa benar-benar jengkel pada Austin.
"Aku mau ke toilet!"
tanpa menunggu sedetik pun terbuang, Ainsley langsung berjalan ke ruangan yang lain.
"Belok kanan."
Ainsley berjalan cepat ke arah yang di sebutkan Austin. Sesampainya di sana, ia berdiri didepan wastafel dan langsung membasahi wajahnya dengan air. Ia menatap bayangannya sendiri di cermin.
"Kenapa nasibku sial begini. Menikah dengan pria yang tidak ku cintai." keluh Ainsley frustasi. Ia menghela nafas gusar. Tidak cinta? Entahlah. Ia bahkan tidak yakin dengan perasaannya sekarang ini.
"Kukumu panjang juga, sampai berbekas seperti ini."
Ainsley terlonjak kaget. Sosok Austin terpantul di cermin di depannya.
"Kenapa kau mengikutiku ke sini?" semprot Ainsley kesal. Ia berbalik menghadap Austin.
Austin tidak mengucapkan apa-apa. Ia mendekati Ainsley. Ainsley refleks mundur selangkah hingga punggungnya membentur dinding wastafel.
"A..apa yang kau lakukan?" tanya Ainsley waspada.
"Melihat wajah cantikmu." gumam Austin sambil menatap wajah Ainsley yang menurutnya begitu cantik. Austin tidak yakin ia bisa melepaskan pandangannya dari Ainsley sedetik pun.
"J..jangan macam-macam." balas Ainsley merasa gugup. Sesaat ia lupa kalau dirinya telah menjadi istri pria itu. Dirinya bertindak seperti gadis lajang yang mau di perkosa. Padahal kalau Austin mau melakukan sesuatu padanya pun itu wajar dan tidak bisa dibilang melanggar hukum.
"Kau sangat cantik Ainsley," guman Austin lagi. Ia maju selangkah lagi memojokkan Ainsley yang sudah tidak bisa mundur lagi.
Mereka begitu dekat sekarang. Kedua tangan Austin berpegangan ke wastafel di belakang Ainsley, membuat Ainsley terkurung oleh pesona laki-laki dihadapannya itu.
Austin mendekatkan wajahnya ke wajah Ainsley.
"Apa yang mau kau lakukan Austin?" tanya Ainsley panik.
"Aku ingin menciummu," ucap Austin terang-terangan. Mereka memang sudah beberapa kali berciuman, namun Austin tidak pernah puas. Bibir Ainsley selalu menjadi candu baginya.
"Jangan coba-coba mmph.."
ucapan Ainsley terpotong oleh ciuman mendadak yang Austin layangkan tepat ke bibirnya. Ainsley terbelalak.
Ciuman Austin makin berani. Lebih dewasa, dan lebih menggairahkan.
Ainsley seperti tersengat. Ia berusaha mendorong tubuh Austin, tetapi laki-laki itu sangat kuat.
Tangan Ainsley bergerak, menyentuh tangan Austin yang berpegangan pada wastafel. Austin tersenyum kecil ketika Ainsley menyentuh tangannya. Tapi tiba-tiba gadis itu mencubit tangannya sekuat tenaga.
Austin melepaskan ciumannya sambil meringis kesakitan.
"Kenapa mencubitku?" laki-laki itu menatap Ainsley jengkel.
"Karena kau menciumku seenaknya." balas Ainsley galak.
Austin mendekatkan wajahnya lagi ke Ainsley.
"Sepertinya aku perlu mengingatkan lagi kalau kita berdua sekarang adalah suami istri yang sah. Aku berhak melakukan apa saja padamu Ainsley." ucap Austin memberi penekanan.
Ainsley terdiam. Ia masih mengumpulkan kekuatan untuk melawan pria itu.
"T..tapi kau tidak berhak memaksaku." katanya.
Austin menatap gadis itu lama. Ia masih tidak mengerti kenapa dirinya bisa menikahi gadis keras kepala seperti Ainsley ini.
"Baiklah. Aku akan memberi waktu sebulan penuh padamu untuk mempersiapkan diri." ujarnya mengambil keputusan. Ia juga merasa heran kenapa bisa mengalah.
"Termasuk diriku bisa tidur sendiri?"
"Jangan menguji kesabaranku Ainsley." rasanya Austin ingin menjitak kepala gadis itu kuat-kuat tapi ditahannya.
"Kau janji bisa menjaga perkataanmu itu?" tanya Ainsley memastikan.
"Kalau kau terus bertanya aku akan membatalkan semuanya dan menyentuhmu sekarang juga." ancam Austin.
"Baiklah, baiklah. Aku tidak akan bertanya lagi."
"Ingat, waktumu hanya sebulan." tekan Austin lagi kemudian keluar dari toilet itu.
Ainsley menghembuskan nafas lega. Setidaknya Austin sudah berjanji tidak akan menyentuhnya dulu.
"Kau mau disitu sampai kapan?" suara Austin yang kembali terdengar dari luar pintu menyadarkan Ainsley.
"Iya, iya. Tunggu sebentar." seru Ainsley cepat-cepat merapikan rambut dengan tangan lalu keluar.
Ia mengikuti langkah Austin yang berjalan ke arah dapur.
Di dapur sudah ada dua orang wanita berbeda umur yang tengah menyiapkan makan malam. Wanita yang lebih muda itu mungkin seumuran dirinya.
"Ini istri anda tuan?" tanya sih wanita paruh baya. Austin hanya mengangguk pelan. Tangannya menggeser kursi dan memberi isyarat ke Ainsley untuk duduk.
Ainsley bisa melihat ibu-ibu itu ingin berusaha membuat suasana lebih santai namun Austin malah tidak bisa di ajak kerja sama. Ainsley heran. Kenapa lelaki itu bisa bersikap sangat dingin pada orang lain. Meski padanya pun Austin terkadang akan bersikap dingin, tapi pria itu sesekali akan bercanda bahkan menggodanya. Gadis itu menggeleng-geleng heran, masih tidak mengerti.
melaknat pelakor tapi malah begitu membela pebinor bahkan pebinor melecehkan istri orang dan membuat rumah tangga orang salah paham dan nyaris hancur tetap saja pebinor dibela dan diperlakukan sangat2 lembut (ini contoh pemikiran wanita murahan
dan novel mu adalah cerminan pola pikirmu dan karakter mu