Ini cerita sederhana seorang pemuda di pedesaan. Tentang masalah pertumbuhan dan ketertarikan terlarang. Punya kakak ipar yang cantik dan seksi, itulah yang di alami Rangga. Cowok berusia 17 tahun itu sedang berada di masa puber dan tak bisa menahan diri untuk tak jatuh cinta pada sang kakak ipar. Terlebih mereka tinggal serumah.
Semuanya kacau saat ibunya Rangga meninggal. Karena semenjak itu, dia semakin sering berduaan di rumah dengan Dita. Tak jarang Rangga menyaksikan Dita berpakaian minim dan membuat jiwa kejantanannya goyah. Rangga berusaha menahan diri, sampai suatu hari Dita menghampirinya.
"Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3 - Basah Kuyup
Kini Rangga dan kedua temannya sudah di kelas. Tahun ini dia berada di kelas tiga. Jadi tidak heran dia mulai berlagak berkuasa.
Muhammad Rangga Ramadhan, itulah nama panjang Rangga. Dia cukup populer di sekolah karena memiliki paras yang terbilang tampan dan merupakan anggota ekstrakulikuler pramuka. Ia tinggal di desa Sadewo, yang mana lokasinya berada cukup dekat pegunungan. Dimana mayoritas warganya kebanyakan bertani dan berkebun. Namun kebetulan ibunya Rangga bekerja sebagai bidan kampung. Sedangkan ayahnya sudah lama meninggal karena kesambar petir saat di ladang.
"Minggu ini jangan lupa ada acara kemah pramuka. Kau harus ikut kali ini, Ga!" kata Junaidi.
"Ck. Malas banget tahu sama acara begituan. Enak tidur di rumah. Di kasur. Lagian aku ikut pramuka juga karena dipaksa kau," sahut Rangga.
"Makanya kau harus ikut. Sekali ini aja, Ga. Kami berdua tanpamu itu nggak seru loh. Definisi pohon tanpa akar," kata Junaidi.
"Nanti aku pikirkan dulu."
"Kayak gitu aja mau dipikirkan dulu."
"Biarkan saja, Nai. Dia pengen di rumah terus karena kakak iparnya," sergah Ifan. Dia langsung kena geplak di kepala oleh Rangga. Sebagai teguran keras dari cowok itu. Namun Ifan hanya tertawa bersama Junaidi.
Tak lama kemudian guru yang mengajar masuk. Mereka segera duduk dan belajar. Di sekolah sendiri Rangga tergolong murid yang biasa saja. Tidak pintar, tapi juga tidak bodoh. Akan tetapi dia punya bakat di bidang olahraga dan seni.
Saat jam belajar berlangsung, Rangga dan Ifan tak bisa melewatkan kejahilan Junaidi. Ifan tampak selalu berusaha mengganggu Nanda, siswi paling cantik di kelas itu. Kebetulan Nanda duduk di depan Junaidi. Mereka sering bertengkar seperti kucing dan tikus, karena Junaidi yang sering bikin ulah.
Ketika bel istirahat berbunyi, Nanda tampak bergegas pergi. Namun Junaidi tak membiarkan. Tangan nakalnya sengaja mencubit bokongnya.
"Junai! Kau mau aku tampar, hah? Nakal banget sih!" omel Nanda.
"Ya udah. Ayo tampar aja. Aku nggak apa-apa," sahut Junaidi sambil cengengesan.
Buk!
Nanda melayangkan pukulan keras ke punggung Junaidi. Terdengar suara gedebuk dari pukulan itu. Nanda lalu beranjak keluar kelas dengan wajah cemberut.
Sedangkan Junaidi hanya tertawa sambil mengelus punggungnya. Saat dia menatap Rangga dan Ifan, dua temannya itu menatap dengan serius.
"Kalian kenapa?" tanya Junaidi.
"Kau suka ya sama Nanda?" tukas Rangga.
"Hampir tiap hari kau gangguin Nanda. Cubit bokongnya lah, colek dagunya lah. Jelas itu naksir namanya," imbuh Ifan.
"Enak aja! Aku cuman jahil doang. Lagian Nanda kayak suka gitu dijahilin. Kadang dia ketawa aja loh," jelas Junaidi.
"Cih. Alasan!" cibir Rangga.
"Beneran! Kalau suka, pasti udah bilang. Nggak bakalan dipendam kayak Ifan," ucap Junaidi.
"Aku terus yang disudutkan!" Ifan mencubit perut Junaidi. Temannya itu hanya bisa mengaduh.
Hari itu sekolah berlangsung seperti biasa. Namun mulai hari itu keadaan di rumah Rangga berubah, karena ada orang baru yang tinggal di sana.
Rangga baru saja pulang ke rumah. Ia menaikkan motornya ke teras, sebab kebetulan hari hujan. Rangga basah kuyup karena hujan.
Pintu depan terbuka. Sosok Dita menyambut kedatangan Rangga.
"Astaga, kau basah kuyup, Dek. Aku ambilkan handuk ya," kata Dita sembari berlari masuk ke rumah.
Rangga diam saja dan fokus melepas sepatunya yang juga basah. Ia berdecak kesal karena semuanya jadi basah.
Saat hendak masuk ke rumah, langkah Rangga terhenti karena Dita mendekat. Lalu menggosokkan handuk ke rambut Rangga. Jantung Rangga jadi berdebar aneh. Buru-buru dia merebut handuk dari Dita.
"Aku bisa handukan sendiri kok, Kak. Hehe..." ujarnya kikuk.
"Ya sudah. Keringkan dirimu, terus langsung mandi biar nggak sakit. Aku akan bikinkan teh hangat untukmu," kata Dita.
"Mama mana, Kak?" tanya Rangga sembari mengedarkan pandangan untuk mencari ibunya. Karena biasanya sang ibu sudah pulang saat dirinya pulang begini.
"Mama belum pulang," sahut Dita. Ekspresinya mendadak berubah jadi sedih. Tapi Rangga tak berani bertanya.
"Mungkin mama belum pulang karena di rumah ada aku," ungkap Dita.
"Mu-mungkin mama lagi banyak kerjaan, Kak. Dia kan bidan senior di kampung ini," sahut Rangga.
"Kau benar." Dita tersenyum lembut.
Rangga sempat terpana. Karena memang kakak iparnya itu memiliki wajah yang sangat cantik. Senyumannya begitu manis. Namun Rangga langsung menyadarkan diri. Dia sadar kalau dirinya tak pantas begitu. Buru-buru Rangga pergi ke kamar mandi untuk segera mandi.
Rangga lebih mengerti dita sebaliknya juga begitu rasanya mereka cocok
mangats thor sllu ditunggu up nya setiap hari