Budi seorang remaja tampan tak terduga mendapat warisan yang membuat nya menjadi kuat dan sakti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bang deni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kakek Sujiwo
Budi duduk di pinggir pintu, seperti biasa ia ngeneki mobil , ia memang selalu begitu bila nebeng mobil dia akan ngeneki mobil itu sampai Tanjung karang bila tujuannya ke Tanjung karang , dan akan ngeneki sampai Terminal Rajabasa bila tujuannya ke Rajabasa.
" Kenapa loe ga narik?" Tanya si sopir , sopir itu bernama Herman, tapi ia seringnya di panggil kyay( kakak bahasa Lampung), pak Herman tampangnya seram, badannya tinggi besar dan suaranya keras bila berbicara, namun sebenarnya ia sangat ramah .
" Mobilnya narik ke Bangun Rejo Yay" sahut Budi ,
" Wah nekat juga itu Buyung" ucap kyay , dia juga pernah mencoba narik kesana karena memang ongkosnya yang besar, namun dia di palak oleh preman Wates, dan hampir di pukuli oleh sopir angkot yang ada di sana, dari sana ia kapok ga mau lagi narik kesana.
"Mungkin lagi iseng Yay" ucap Budi .
Sesampai di jalur dua penumpang banyak yang turun , menyisakan dua penumpang saja.
" Yay, berhenti di gang P U dulu, cari penumpang, itu ada pengajian bubar" saran Budi . Menunggu sebentar mobil penuh kembali oleh penumpang, kyay tersenyum senang. Sambil berdendang kecil dia melajukan mobil angkotnya
" Yay , makasih yah, " ucap Budi saat sampai terminal di pasar bawah.
" Ini buat loe" kyay memberikan uang dua puluh pada Budi , tentu saja Budi menolak
" Ga usah Yay, terima kasih" ucap Budi dan meninggalkan kyay , Budi melangkah menuju pasar loak yang ada di bawah mall Ramayana. Ia ingin melihat lihat dulu bila ada sepatu yang masih bagus dan murah kalau tak ada baru ia akan membeli di toko sepatu yang berada di pasar tengah .
Braaak
Tiba tiba seorang kakek tua terjatuh di dekat Budi , Budi dengan cepat membantunya berdiri .
" Kakek ga apa apa?" Tanya Budi , melihat si kakek lemas tak bertenaga, si kakek menggeleng,
" Kakek ga apa apa , makasih yah nak" ucap kakek itu sambil berusaha berjalan lagi, langkahnya sempoyongan , Budi dengan cepat memegang si kakek .
" Kakek sudah makan?" Tanya Budi. Si kakek menggeleng.
" Ayo kek kita makan dulu" ajak Budi , Budi yakin kakek kehabisan tenaga karena belum makan .
" Budi mengajak si kakek ke rumah makan langganannya bila ia sedang menjadi kenek angkot.
" Mak nasi soto 2 yah ?" Pesan Budi. Pemilik warung melihat sejenak setelah melihat Budi ia mengangguk.
" Maaf Kakek siapa?, dan rumah Kakek di mana?" Tanya Budi, ia berniat mengantarkan si kakek, karena tak tega melihat kondisi si kakek.
"Nama Kakek Sujiwo, dari Metro, kakek kehabisan ongkos , mau menjual cincin ini tapi ga ada yang mau" keluh kakek itu sambil memperlihatkan cincin batu akik di jari manis tangan kirinya . Sebuah batu akik berwarna merah tua dengan ring perak berukir Naga berwarna keemasan .
" Berapa emang ongkos kesana kek?" Tanya Budi
" Hanya lima puluh ribu." Ucap kakek Sujiwo .
Obrolan mereka terpotong karena pesanan makanan mereka datang, Budi mempersilahkan kakek makan , ia juga memesan teh hangat untuk kakek Sujiwo.
Setelah makan , Budi memberikan uang seratus ribu pada sang kakek.
" Kek maaf saya ga bisa mengantar tapi ini saya ada sedikit rejeki, tolong di terima " Budi menggenggam kan uang itu pada si kakek,
" Kenapa banyak sekali ,lima puluh saja nak" ucap kakek Sujiwo berusaha menolak.
" Kakek 50 ribu ga cukup buat ke metro, ambillah kebetulan saya dapat rejeki kemarin" ucap Budi sambil tersenyum .
Kakek Sujiwo melepas cincin yang di jari nya
" Kalau begitu tolong terima ini" kakek Sujiwo menyerahkan cincin itu pada Budi.
" Jangan kek, itu cincin kakek, aku ikhlas menolong" ucap Budi , ia memang ikhlas menolong kakek Sujiwo tanpa mengharapkan imbalan apapun.
" Kakek tahu, anggap saja ini kenang kenangan dari kakek "ucap kakek Sujiwo , Budi mau tak mau menerima cincin itu .
Budi mengantarkan kakek Sujiwo naik angkot dan memesan sopir agar mengantarkan pada bus yang menuju metro.
" Ah, aku lupa bayar sotonya!" Budi menepuk dahinya ,ia lupa membayar apa yang ia makan di warung nasi soto Mak Asih .
" Maaak, berapa semuanya?" Tanya Budi
" Lha kirain mau di tulis aja" ucap Mak Asih
" He he he tadi lupa mak, ke Kasikan ngobrol sama kakek Sujiwo" sahut Budi sambil tertawa kecil.
" Memang siapa kakek tadi?" Tanya Mak Asih penasaran dia juga melihat Budi memberikan uang seratus ribu pada kakek itu.
" Kakek Sujiwo, di kehabisan bekal, dan kelaparan " ucap Budi
" Kamu itu terlalu baik, banyak orang yang suka menipu Bud " nasehat Mak Asih .
" Terima kasih mak , tapi Kalau kita bisa berbuat baik kenapa ga Mak" ucap Budi
" Ya sih, tapi terkadang orang yang kita tolong terkadang berbuat sebaliknya dan memanfaatkan kebaikan orang " ucap Mak Asih.
" Kalau kita ikhlas, kita ga perlu mengharapkan imbalan apa apa Mak, mau dia jahat sesudah kita tolong itu urusan dia Mak, kalau kita menolongnya dan berharap ia berlaku begitu juga itu namanya mengharapkan pamrih" ucap Budi , Mak Asih menggeleng ia tak bisa lagi berkata apa apa, ia memang mengenal Budi , yang suka menolong tanpa pandang bulu, pernah dulu Budi menolong seorang tua tapi malah ia di copet oleh orang yang di tolongnya. Namun Budi tidak mempermasalahkan hanya menyalahkan dirinya yang teledor
Setelah membayar makanan yang tadi ia makan bersama kakek Sujiwo , Budi kembali mencari sepatu . Ia langsung ke toko sepatu yang ada di pasar tengah .
Ia membeli sepatu Earth yang menurutnya sesuai dengan kebutuhan sekolahnya.
" Toloooong , sebuah teriakan terdengar dari kerumunan orang, Budi bergegas melihat apa yang terjadi.
Di tengah kerumunan seorang pemuda terbaring , kakinya berlumuran darah dan ada pisau panjang yang menancap di pahanya , orang orang yang berkerumun hanya menonton dan merekam tapi tak ada yang menolong .
" Slamet " gumam Budi, bergegas ia menerobos kerumunan
" Bud , tolongin gw, bawa gw kerumah sakit " teriak Slamet melihat Budi mendekat
" Ya tunggu bentar," Budi mencegat angkot yang lewat untuk membawa Slamet ke rumah sakit Abdul Muluk .
"Tolong bantu saya membopong ke dalam angkot . " Pinta Budi pada beberapa orang yang ada di sana. Dengan di bantu beberapa orang Budi mengangkat Slamet ke dalam angkot.
Darah yang berceceran , membuat si sopir mempercepat laju kendaraannya, ia takut Slamet meninggal di angkotnya karena kehabisan darah.
Bagi para sopir , ada yang meninggal di angkotnya adalah hal yang paling sial, dan hal yang paling sering membawa untung jika ada yang melahirkan di dalam angkot, mereka percaya angkotnya akan sepi dan susah mendapat penumpang bila ada yang meninggal di dalam angkotnya , berbeda dengan yang melahirkan di dalam angkotnya, angkotnya akan ramai penumpang tak putus putus naik turun.