NovelToon NovelToon
Two Bad

Two Bad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Murid Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bad Boy
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Aalgy Sabila

"Yang kalian lakukan salah."

Baik Meyra maupun Fero tidak mempedulikan apa yang mereka lakukan itu salah atau benar. Yang mereka tau ialah mereka senang dan puas karena melakukan hal yang mereka inginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aalgy Sabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

In Fact

——

 "Fero!"

Sang empunya nama menoleh ke asal suara. Ternyata Mayra yang memanggilnya. Tapi ... lihat wajahnya—tak ada sedikitpun rasa bersalah yang terpancar. Seperti tak terjadi apapun. Dasar wanita.

Daripada cari masalah dengan menanyakan alasan sikap menyebalkan Mayra, lebih baik Fero ikuti saja alurnya. Bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Itu lebih baik, atau akan ada perang kedua.

"Gimana kemarin?"

Mayra mengangguk antusias. "Seru, setelah sekian lama akhirnya gue bisa ngobrol banyak lagi sama Ella."

"Ternyata orang tua Ella udah meninggal pas kecelakaan, gue gak nyangka. Padahal mereka udah kayak orang tua gue sendiri."

"Ella sekarang tinggal sendirian, kalau gue jadi Ella mungkin gue gak akan sekuat dia."

Fero langsung menatap lekat Mayra. "Bukannya lo juga hampir sama kayak Ella?''

Mayra langsung menarik Fero memasuki mobil Fero.

Yup, mereka di parkiran. Mayra tadi meneriakinya dari depan lift yang turun di depan basement, lalu berjalan di sampingnya.

Setelah memakai sabuk pengaman, Mayra membalas pertanyaan Fero tadi. "Mungkin secara harfiah hampir sama, tapi gue rasa Ella lebih ngerasa buruk disbanding gue. Kalau gue emang dari lahir, jadi kayak ngerasa gak terlalu sakit karena bahkan gue gak pernah ngerasa ada jadi rasa kehilangan itu gak terlalu kentara ditambah gue punya kakak yang ngebuat gue gak terlalu kesepian. Sedangkan Ella, dia kehilangan orang tua dia pas remaja, dia juga anak tunggal. Gue bersyukur gue bukan anak tunggal."

Fero terdiam. Ia anak tunggal, apakah nanti ia akan merasakan apa yang dialami teman Mayra itu?

Mayra mengelus bahu Fero pelan, seolah menenangkannya. "Lo jangan khawatir, gue juga gak minta lo buat gak ngebayangin hal itu karena setiap anak pasti bakal nglamin hal itu. Gue cuman mau lo kuat saat itu terjadi, oke?"

Fero mengangguk dan tersenyum. Mayranya sudah kembali.

"Jangan senyum Fero," ucap Mayra pelan.

"Kenapa?"

"Gue makin terpesona sama lo, iman gue lemah kalau sama cowok ganteng macam lo."

"Kalau gitu gue senyum aja terus," ucap Fero sambil tersenyum dengan lebarnya.

"Fero!"

——

Mayra menghela napasnya. Kemarin segala hal berkecamuk di pikirannya, tak butuh waktu lama untuk membuat sebuah kesimpulan dan keputusan—dan ia rasa sudah membuat keputusan benar. Semoga saja.

"Kamu udah baikan sama Fero ya?"

Mayra mengangguk. "Sebenernya di bahkan gak tau kalau gue lagi gedeg sama dia."

"Seperti yang aku bilang, kamu tanya langsung sama dia. Mungkin yang terjadi sebenernya gak seperti yang kamu lihat. Aku percaya Fero bukan cowok kayak gitu. Kalau dia punya niat buruk sama kamu mungkin dia gak akan ngajak kamu pacaran, dari yang aku denger juga dia belum pernah pacaran. Berarti dia gak punya pengalaman."

"Iya deh yang udah punya pengalaman sama cowok pucek," ledek Mayra.

Ella nyengir saja.

Kejadian kemarin lusa masih tertanam dalam ingatannya.

"Lo tengok Varidza duluan, nanti gue nyusul. Keknya cuman bentar gak akan lama," ucap Mayra sambil menyodorkan beberapa bingkisan untuk menengok Varidaza yang tak kunjung bangun.

"Oke, gue tunggu."

Mayra mengambil jalan yang berbeda dari Fero. Mendatangi bagian dokter kulit, tapi saat sampai di sana ternyata ia mendapat giliran masih dua nomor lagi. Jadi ia berniat menyusul Fero ke tempat Varidza dirawat. Namun sesampainya di sana, ia melihat dan mendengar sesuatu yang tak terduga.

Fero terdiam di depan ruang rawat Varidza sambil memandangi yang pastinya Varidza dari luar jendela. Mayra tersenyum pelan, nyatanya Daffa—yang menunggu Varidza sepanjang waktu tak membiarkan siapapun untuk masuk ke dalam ruangan inap adiknya itu. Mayra berniat menghampiri Fero ....

"Kenapa lo bisa jadi kayak gini? Gue gak mau kehilangan lo lagi."

Mayra terdiam mematung seketika, apa maksudnya?

Apakah Fero memiliki hubungan dengan Varidza hingga berkata demikian? Lalu Fero masih memiliki rasa pada Varidza? Lalu untuk apa mendekatinya selama ini? Fero berniat mempermainkannya saja? Apa Fero mendekatinya hanya untuk dekat dengan Varidza? Ah, iya Fero kan satu gedung apartemen dengan Varidza. Jangan lupakan juga bahwa mereka sudah kenal sejak Smp, Varidza yang membantu Fero mengejar ketertinggalan pelajaran selama satu tahun. Dirinya dan Fero yang baru belajar selama beberapa minggu saja Fero sudah berani menyatakan perasaan padanya, bagaimana dengan mereka yang katanya menjadi mentor selama hampir satu tahun?

Mayra memegang dadanya.

Kenapa di sana terasa sakit? Bukankah ia tak memiliki perasaan pada Fero?

Lalu kenapa ia memiliki rasa yang menyakitkan seperti ini?

Sepertinya ia keliru dengan dirinya sendiri, ia sudah tak mengenal dirinya sendiri gara-gara pria yang hanya ingin mempermainkannya saja. Nyatanya tak seperti yang ia bilang pada Fero bahwa ia tak yakin dengan perasaanya—padahal ia hanya tidak mau mengakui kalau ia sudah memiliki perasaan pada Fero. Mayra hanya tak menyangka kalau ia mencintai Fero dalam waktu yang sesingkat itu.

Akankah kisahnya dengan Fero memilki akhir yang sama seperti kisahnya dengan Aldi?

"Lo mau ngomong apa?"

Di sini lah Mayra berada sekarang, di hadapan Fero yang sedang duduk sambil memandanginya.

Ella kemarin banyak memberikan petuah padanya, intinya Ella memintanya untuk menanyakannya langsung pada Fero-untuk memastikan kebenaran, jangan sampai terjadi salah paham yang akhirnya membuat mereka berdua hancur. Jangan bersikap kekanak-kanakan karena hal sepele. Kalau lu nyimpulin sesuatu berdasarkan apa yang lu liat, berarti lu gak ada bedanya sama Aldi. Emang lu mau disamain sama si Mas mantan?

Dengan segala pertimbangannya dan berdasarkan petuah Ella, Mayra mengajak Fero untuk berbicara berdua di perpustakaan.

"Hm."

Mayra mengerjapkan matannya, "Gue mau nanya sesuatu sama lo."

Fero was-was dalam hati, apakah Mayra akan menanyakan hal yang berhubungan dengan sikap menyebalkannya kemarin?

"Apa?"

"Lo pernah pacaran sebelumnya?"

Fero menghela napasnya. "Gue pernah bilang sama lo kalau gue belum pernah pacaran, gue pertama kali berhubungan sama cewe ya sama lo," ia mendelik pada Mayra.

Mayra cemberut. "Gue cuma nanya, apa salahnya."

Fero terrdiam saja. Ia mulai teringat kembali dengan pemikirannya kemarin, benarkah Mayra hanya mempermainkannya saja?

Mayra menarik napasnya dalam-dalam. Menyiapkan hatinya dengan segala kenyataan yang mungkin akan lebih menyakitkan daripada yang dibayangkannya.

"Lo punya rasa sama Varidza?"

Fero terdiam cukup lama dan menjawab.

"Ya."

Setelah memberikan sepatah kata yang mampu membuat Mayra terdiam kaku, Fero kembali berucap.

"Kalau lo mau tau yang sebenernya pulang bareng gue. Jangan sok-sok-an ngambil kesimpulan kalau lo gak tau apa-apa."

Setelah itu Fero pergi meninggalkannya sendirian di pojok perpustakaan yang sepi itu.

Bahkan setelah membuat hatinya hancur sedemikian rupa, Fero memintanya untuk mendengarkan penjelasannya. Sebrengsek apalagi Fero sebenarnya?

Jangan harap Mayra mau mendengarkan penjelasan Fero yang isinya hanya dipastikan merupakan kebohongan belaka. Bila Fero benar-benar ingin menjelaskan kenapa tidak sekarang dan malah pergi begitu saja. Such a jerk.

——

Fero berjalan dengan cepat menuju kelasnya. Kenapa Mayra sangat menyebalkan dengan segala tingkahnya itu? Selalu menuduh tanpa berpikir terkebih dahulu. Ia tau Mayra hanya tak ingin hal yang dulu sempat dialaminya terulang lagi, tapi bukan seperti ini caranya. Sebenarnya apa yang ada di pikiran Mayra sampai berani menyimpulkan hal seperti itu. Mayra bukan orang bodoh yang menuduh tanpa alasan, pasti dia melihat sesuatu yang akhirnya membuatnya beranggapan demikian. Apakah hal itu berhubungan dengan suatu hal yang terjadi di rumah sakit, tapi apa?

Fero tak merasa ia berbuat sesuatu yang membuat Mayra salah paham padanya. Ia bertingkah sewajarnya selama di rumah sakit, ataukah Mayra bertemu seseorang yang mengatakan hal yang tidak-tidak tentangnya? Bisa saja.

Sekarang Fero memastikan bahwa Mayra akan ikut pulang dengannya dan mendengarkan semua penjelasannya. Ia akan membawanya ke suatu tempat yang pasti akan membuat Mayra berpikir dahulu sebelum menuduhnya.

Kalau Mayra kabur dan tak mau ikut dengannya? Paksa saja, gampang kan? Bukankah hal yang mudah untuk menyeret Mayra yang bertubuh kecil nan tinggi itu.

Nanti setelah selesai menjelaskan semuanya kepada Mayra, Fero akan memberikan pelajaran pada Mayra karena sudah berani menuduhnya yang tidak-tidak.

Fero tersenyum smirk dalam diam.

Hanya Fero dan Tuhan yang tau apa yang ada di dalam otak Fero sekarang.

--

"Lancarkan rencana hamba ya Tuhan," gumamnya sambal mengendap-endap menyusuri selasar kelas yang ramai dipadati siswa yang ingin segera keluar dari lingkungan yang membuat beberapa dari mereka tak merasa bebas.

"Kamu ngapain Mayra?"

"Gue mau kabur dari seseorang anjir," balas Mayra pada Ella.

"Kok kamu mendadak bodoh sih, semua orang udah ngeliat kamu Mayra. Kalaupun kamu kabur, pasti bakal ada yang laporin ke Fero."

"Kok lo tau kalau gue mau kabur dari Fero?"

"Emangnya siapa lagi, kamu cuma punya masalah sama Fero-Fero!"

Mayra melotot seketika, Ella memanggil Fero! Kenapa Ella sekarang sangat menyebalkan?! Apakah ini efek berpacaran dengan Keneth? Kalau seperti ini jadinya, Mayra tak akan mendukung keduanya! Camkan itu!

Sial! Jangan banyak berpikir Mayra, saatnya lari!

Tapi terlambat, Ella menahan kerah bajunya. Mayra menarik kerahnya dengan tenaga kulinya, dan berhasil. Tapi, lagi-baru satu detik melepaskan diri Fero sudah lebih dulu menariknya.

Mayra memasang wajah kesal dan melemparkan jari tengah pada Ella. Memiliki teman tak membantu sama sekali, mungkin kalua Icha ada di sini-ah, sial! Ia lupa kalau Icha bahkan lebih buruk dari Ella. Yang ia lakukan sekarang hanya pasrah, karena apapun yang akan dijelaskan Fero tak akan membuatnya berubah pikiran sedikitpun. Ya, ia yakin akan hal itu. Jadi tak perlu khawatir kawan, Mayra tak akan mau berurusan dengan pria brengsek seperti Fero.

Fero membawanya ke parkiran dan mendorongnya masuk ke mobil. Mayra menggerakan bibirnya kesal, Fero sangat kasar dalam memperlakukan seorang wanita. Fiks, Fero brengsek.

Ternyata dugaannya benar. Mayra memang tak mau mendengar penjelasan darinya. Gadis ini bebar-benar keras kepala. Lihat saja nanti, ia yang akan mematahkan kekeras kepalaannya itu.

Begitu bel pulang berbunyi Fero menjadi orang pertama yang keluar dari kelas dan bergegas ke kelas Mayra yang berjarak beberapa kelas dari kelasnya. Dari jauh ia melihat Mayra berjalan mengendap-endap di samping temannya, mereka terlihat mengobrol dan secara kebetulan temannya Mayra itu melihatnya. Sejujurnya Fero sudah menghubungi Ella untuk menahan Mayra agar tak segera pulang, jangan tanya dari mana ia mendapatkan nomornya. Tentu saja dari Mayra. Saat memberikan nomor Ella, Mayra berpikir kalau suatu saat akan membutuhkannya. Ternyata hal itu memang benar adanya. Senjata makan tuan.

"Diem."

"Gue diem dari tadi juga," ucap Mayra sewot.

Fero tak menjawab. Mayra dari tadi diam saja, ia jadi curiga kalau Mayra sedang merencanakan sesuatu di balik diamnya itu. Kita lihat saja nanti, yang pasti rencana itu tak akan merusak rencana busuknya.

Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata menuju ke tempat asing yang tentunya tak diketahui Mayra-membuatnya yang tadinya acuh tak acuh menjadi khawatir.

Kemana Fero akan membawanya? Apakah Fero akan menyakitinya? Apakah Fero merencanakan sesuatu yang buruk? Apakah Fero memang sejahat itu?

No. Fero bukan orang seperti itu, ia yakin. Lalu mengapa Fero membawanya ke vila kosong ini?

"Gue gak bakal ngelakuin hal-hal aneh."

Seolah mengetahui isi pikiran Mayra, Fero berucap demikian.

"Gue Cuma mau nunjukin sesuatu sama lo."

Meskipun Fero berucap seperti itu, Mayra tetap tak percaya. Ia menggenggam ponselnya erat-erat, untuk berjaga-jaga jika suatu saat orang yang akan menjadi mantan kekasihnya itu melakukan hal-hal tak terduga yang dapat membahayakannya.

Fero mendengus sebal melihat reaksi Mayra yang tak percaya dengan seluruh perkataanya. Ia tak peduli dengan apa yang dilakukan Mayra, yang pasti sekarang Fero akan menunjukan sesuatu yang tentunya dapat mengubah persepsi Mayra.

Langsung dibawanya Mayra menuju ke belakang vila lewat jalan samping. Vila ini merupakan salah satu vila milik neneknya. Dulu tempat ini merupakan salah satu tempat favoritnya, tapi sekarang tidak lagi.

Satu alis Mayra terangkat begitu melihat ssebuah gundukan tanah yang terawatt namun tak dapat menampik jika itu gundukan tanah yang sudah ada sejak beberapa tahun silam.

"Ini Verza, cinta pertama gue."

Deg.

Mayra terdiam lalu ikut berjongkok di samping Fero yang sudah berjongkok sejak tadi. Ia tidak tau harus berkata apa, karena ini belum selesai. Fero belum menceritakan semuanya.

"Karena dia juga akhirnya gue mutusin pindah ke Spanyol."

"Verza meninggal karena hal yang sama yang terjadi sama Varidza sekarang. Ibunya Verza adiknya Daddy, yang berarti dia sepupu gue. Waktu Verza masih 5 taun, Uncle sama Aunty meninggal karena suatu kejadian yang mana Verza yang jadi saksinya. Hal itu bikin dia trauma dan ngerusak mentalnya, sampai akhirnya dia meninggal. Gue terpukul atas kematian Verza, karena dari kecil dia yang selalu ada buat gue, honestly she's my first love."

"Lo kan sepupu dia?" tanya Mayra pelan.

"Cinta itu banyak bentuknya Mayra, gue cinta dan sayang Verza sebagai seorang saudara karena gue anak tunggal jadi gue seneng banget punya Verza waktu itu."

Hening.

"Setelah gue pikir, lo mungkin salah paham waktu gue liat Idza dari jendela. Setiap gue liat Varidza gue pasti inget Verza. Bukan Cuma nama mereka yang hamper sama, tapi semua hal yang ada dalam diri Idza juga hampir sama."

"Lo-"

"Lo pasti berpikir gue nganggap Varidza sebagai Verza, tapi bukan itu maksud gue. Gue cuma mau hal yang terjadi sama Verza gak akan terulang lagi sama Varidza."

"Setiap gue liat Varidza gue ingat Verza, makannya gue sayang sama Idza," ucap Fero sambil menatap ke dalam mata Mayra.

Saat Fero mengatakan itu sesuatu di sudut dada Mayra terasa nyeri. Apakah ini berarti Fero benar-benar memanfaatkan dirinya agar bisa berdekatan dengan Varidza?

"Berarti lo emang-"

"Gue bahkan deket sama Idza sebelum kenal sama lo, apa gue masih mau deketin lo karena Idza?"

"Tapi-"

Fero berdiri dan menarik Mayra, "Gak ada tapi-tapian. Tatap mata gue,"ucapnya sambal menarik Mayra untuk lebih dekat dengannya. "Gue deketin lo karena gue mau, gue mau kenal lo, gue mau jadi bagian hidup lo."

"Dan inget apa yang gue bilang tadi, gue sayang dan cinta sama Verza sebagai sodara. Begitu juga gue nganggap Idza. Cukup ingat satu hal," Fero melingkarkan tangannya di pinggang Mayra. "Lo punya tempat lain di hidup gue."

Masalah sudah selesai,saatnya rencana busuk yang sebenarnya dimulai

--

1
Curtis
Terharu...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!