NovelToon NovelToon
Gelora Berbahaya Pria Simpanan

Gelora Berbahaya Pria Simpanan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Suami Tak Berguna
Popularitas:11.9k
Nilai: 5
Nama Author: BumbleBee

Laura tidak pernah membayangkan pernikahannya akan terasa seperti penjara. Nicholas, suaminya, selalu sibuk, dingin, dan jauh. Di tengah sunyi yang menusuk, Laura mengambil keputusan nekat-menyewa lelaki bayaran untuk sekadar merasa dicintai.Max hadir seperti mimpi. Tampan, penuh perhatian, dan tahu cara membuatnya merasa hidup kembali. Tapi di balik senyum memikat dan sentuhannya yang membakar, Max menyimpan sesuatu yang tidak pernah Laura duga.Rahasia yang bisa menghancurkan segalanya.Ketika hasrat berubah menjadi keterikatan, dan cinta dibalut bahaya, Laura dihadapkan pada pilihan: tetap bertahan dalam kebohongan atau hancur oleh kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BumbleBee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kenangan Laura

Laura berbalik, melangkah cepat menuju pintu tanpa sempat mengenakan alas kaki. Napasnya memburu, dadanya sesak, dan matanya masih berembun. Ia butuh udara. Butuh jeda. Butuh tempat di mana dirinya tak dianggap sebagai beban.

Tepat saat jari-jarinya menyentuh kenop pintu, suara berat Nicholas terdengar dari belakang.

“Mau ke mana kamu?”

Langkahnya terhenti. Ia menoleh pelan.

Nicholas berdiri di ambang lorong, matanya menyusuri penampilan istrinya dari atas ke bawah—gaun tidur yang elegan namun kusut karena duduk terlalu lama, rambut yang sedikit berantakan, dan mata… mata sembab yang jelas sekali baru saja menangis.

Suaranya melunak, tapi tetap datar. “Kamu menangis?”

Pertanyaan macam apa itu? Setelah adu argumen mereka beberapa saat lalu, apakah Nicholas masih perlu bertanya apa dia sedang menangis. Dasar lelaki dingin!

Laura menghela napas pendek, berusaha menegakkan bahu meski tubuhnya rasanya lemas. “Aku cuma butuh udara, Nick. Hanya sebentar.”

Nicholas mendekat satu langkah. “Dengan penampilan seperti itu?” tanyanya, alih-alih bernada peduli, justru terdengar seperti sindiran terselubung.

Laura menatapnya, kali ini tak menunduk. “Aku tidak akan pergi jauh. Aku cuma... tidak bisa bernapas di rumah sendiri,” bisiknya nyaris tak terdengar, tapi cukup menusuk jika Nicholas mau mendengarkan.

Namun pria itu hanya diam. Tak bergerak, tak bertanya, tak menahan. Dan Laura tahu, itu jawabannya.

Ia pun membuka pintu perlahan, melangkah keluar ke dalam malam yang sunyi, berharap angin bisa menghapus bekas luka yang bahkan belum sempat mengering.

Langkah Laura menyusuri trotoar malam terasa berat. Lampu jalan menyinari bayangan tubuhnya yang rapuh. Udara malam menusuk kulit, namun pikirannya lebih dingin daripada angin yang menerpa. Ia memeluk tubuh sendiri, bukan karena dingin, tapi untuk menahan kenangan yang mendadak menyerbu tanpa ampun.

Kenangan tentang Nicholas.

Bukan Nicholas yang sekarang. Tapi Nicholas yang dulu—pria hangat yang membuatnya jatuh cinta bertahun-tahun lalu.

“Ini buat kamu,” suara Nicholas muda terdengar dalam ingatannya.

Laura remaja menoleh kaget saat Nicholas menyodorkan kotak bekal dengan malu-malu.

“Kali ini aku membantu Ibu memasak untukmu. Katanya kamu sering lupa sarapan. Bukankah aku sudah mengatakan, jangan pernah meninggalkan sarapan."

Laura tertawa kecil, menahan haru. “Terima kasih, Nick. Aku memang pelupa."

"Ya, kebiasaan burukmu."

Kala itu, Laura tertawa kecil. Ia ingat betapa matanya berair, bukan karena lucu, melainkan karena merasa diperhatikan.

Lalu kenangan melompat pada malam-malam penuh tawa. Bioskop pertama mereka. Film yang membosankan, namun Laura tak peduli. Yang ia ingat adalah jemari yang menyentuhnya perlahan di tengah gelap.

“Kalau takut, pegang saja tanganku. Aku di sini,” bisik Nick waktu itu, saat adegan menegangkan muncul di layar.

Laura berbisik balik, “Aku tidak takut filmnya... aku takut tanganmu tiba-tiba lepas.”

Kilasan lain kembali hadir. Mimpi buruk yang datang berulang sejak kecil. Laura kecil menangis malam-malam, dan Nicholas— waktu itu—datang memanjat jendela kamar.

“Ini cuma mimpi. Aku di sini, Laura,” katanya sambil membelai rambut gadis kecil itu.

“Jangan menangis. Mimpi itu cuma bayangan. Aku nyata.”

Tangis Laura pecah lebih keras malam itu, tapi dia merasa aman. Nicholas menjadi rumah dalam setiap kepanikan yang melanda.

Dan saat ulang tahunnya datang…

Ketika ibunya lupa lagi karena sibuk menghadiri acara sosial, Nicholas dan keluarganya akan dengan murah hati merayakannya. Membawa kue, balon, dan boneka kecil berwarna ungu—warna kesukaannya.

“Selamat ulang tahun, Laura.”

“Aku tidak percaya kamu mengingatnya. Astaga, aku merepotkan Paman dan Bibi.”

"Kami senang melakukannya, Sayang," kata Ibu Nicholas kala itu. Wanita itu sangat menyayanginya, begitu pun ayah Nicholas. Mereka manusia-manusia baik.

“Aku tidak pernah lupa. Kamu spesial buat kami," kata Nicholas.

Kenangan terakhir yang menghantamnya paling dalam adalah ketika ia sakit demam tinggi di tahun pertama ia kuliah. Ibunya berjanji untuk menjemputnya. Dan naifnya dia, dia tetap menunggu hingga Nicholas datang dan menemukannya meringkuk kedinginan.

Laura membuka mata dengan lemah, hanya untuk melihat Nicholas duduk di sisi ranjang, menggenggam tangannya, dengan kain basah di tangan lainnya. Matanya merah, wajahnya lelah, tapi sorotnya lembut.

“Kamu harus cepat sembuh. Aku tidak suka melihat kamu kesakitan begini.”

“Kamu belum tidur?”

“Tidak bisa. Aku cuma tenang kalau kamu tenang.”

Laura berhenti melangkah. Berdiri di pinggir jalan sepi, menatap langit yang gelap. Air matanya menetes perlahan.

Apa cinta yang sebesar itu bisa hilang begitu saja?

Atau mereka hanya terlalu sibuk menumpuk luka sampai lupa cara menyembuhkan?

Dan tiba-tiba, hatinya perih karena Nicholas—karena kehilangan sosok yang dulu adalah segalanya baginya.

"Ke mana perginya semua itu?" batinnya bergema lirih.

"Apakah cinta kita benar-benar telah usai, atau kita hanya terlalu lama berpaling dari satu sama lain?"

Dan malam itu, di tengah jalan yang sepi, Laura merasakan kehilangan lebih besar dari apa pun: kehilangan seseorang yang masih ada, namun tak lagi bisa dikenali.

Setelah dua jam berjalan tanpa arah, menyusuri trotoar yang lengang dan memandangi kota yang tetap hidup meski hatinya terasa hampa, Laura akhirnya memutuskan kembali pulang. Tidak ada pesan. Tidak ada telepon. Nicholas tidak mencarinya. Dan entah mengapa, hal itu lebih menyakitkan daripada semua kata-kata dingin yang sebelumnya dilontarkan pria itu.

Langkahnya terasa berat ketika membuka pintu rumah. Harapannya yang setipis benang terurai sepenuhnya saat pandangannya menangkap sosok Nicholas di ruang tengah—duduk santai di sofa, secangkir kopi mengepul di tangannya, mata menatap layar televisi yang sedang menyiarkan berita malam. Seolah tak terjadi apa-apa. Seolah dirinya tak pernah menghilang dari rumah selama dua jam penuh.

Laura berdiri terpaku di ambang pintu, menatap punggung lelaki yang dulu begitu ia cintai tanpa syarat itu. Jantungnya terasa diremas perlahan. Hampa.

Nicholas menoleh sekilas, lalu kembali pada layarnya.

"Kamu sudah pulang," ucapnya datar, nyaris tanpa emosi. "Kopi di dapur kalau kamu mau."

Tidak ada tanya. Tidak ada kekhawatiran. Tidak ada sedikit pun pertanda bahwa kepergian Laura tadi sempat menyisakan ruang cemas dalam hati pria itu.

Laura tidak menjawab. Ia hanya berdiri mematung, mencoba mengendalikan air mata yang menggenang namun tak ingin ia biarkan jatuh. Dalam hati ia bertanya—sejak kapan kehadirannya di mata Nicholas menjadi semacam kewajaran yang tak layak dicari?

Ia pun melangkah pelan ke dalam rumah, menahan seluruh sesaknya. Perempuan itu tahu: malam ini hatinya kembali pulang, tapi cinta yang dulu tinggal di sana… entah telah pergi ke mana.

Laura melangkah menuju kamarnya dengan langkah lunglai, tubuhnya lelah, dan pikirannya kacau. Ia tak bicara sepatah kata pun kepada Nicholas.

Sesampainya di kamar, ia melepaskan gaun tidurnya dan berdiri di depan cermin. Aroma parfum pemberian Nicholas masih samar menyelimuti kulitnya, seolah mengejek dirinya yang tadi begitu berharap. Ia menarik napas dalam, menahan isak yang hampir pecah.

Saat ia duduk di sisi ranjang, layar ponselnya menyala. Getarannya memecah keheningan malam.

Satu pesan masuk.

Dari: Max

Waktu: 23.48

“Sudah berendam, Lau? Kupikir kamu akan tidur lebih nyenyak malam ini… tapi entah kenapa aku masih bisa mencium aroma tubuhmu dari sini." Omong-omong, apakah kamu masih memikirkan aku… atau mencoba melupakanku?”

Jantung Laura mencelos.

Tangannya gemetar.

Namun sebelum ia sempat mengetik balasan atau bahkan menghapus pesan itu, layar kembali menyala.

Satu pesan lagi.

Kali ini… berupa foto.

Hanya sebagian potret—bantal hotel yang remuk, segelas wine di tangan Max, dan di sudut gambar, sehelai scarf tipis berwarna krem... scarf miliknya.

1
Er's26
Emang kenapa? toh kamu juga gk peduli sama Laura🤨
Er's26
sayangnya Nic tidak sadar itu dan lebih milih menjauhi Laura
Er's26
Sebab sekarang sudah ada yg lain dihati Nic
lyani
ntu profile lucu amat kerudung
lyani
ho oh penasaran sumpah
Baim Ibrahim
besok up gak Thor????
Baim Ibrahim
wanita itu?? gak sopan sungguh,harusnya kalian jujur dg kebusukan kalian dan jauhi Laura.
Thor boleh aku kirim rudal Israel buat mereka,kelamaan nunggu mereka hancur,menangis,menyesal dan tak berani menampakkan giginya depan umum.viralkan Thor🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Baim Ibrahim
menjijikkan kalian,semoga semesta segera menghukum kalian,
geram aku sama kalian sejak dipaijo,digantung lagi hingga menghilang.untung kutemukan kalian disini,tempat neraka kalian
Baim Ibrahim
beri pembalasan yg sangat sangat ........hancurkan pasangan penghianat itu Thor,pasangan ular berbisa itu😈👿
aku harap🙏🏻🙏🏻Niko menyesal dan sangat menyesal atas dosanya dan membawa kehancurannya,Badas Thor disini jangan nanggung
Baim Ibrahim
apakah ini jebakan🤔🤔🤔agar Niko segera meninggalkan Laura,apakah misi max atas perintah Shella.oh kok rasanya pria macam max gak mungkin dikendalikan seseorang apalagi Shella,wanita receh,murah
Baim Ibrahim
heem🤔🤔🤔
berat amat hidup Laura Thor sejak di Paijo sampai pindah sini masih begini😭😭😭😭kamu tega Thor,apakah kamu sekongkol sama Shella dan Niko juga max???
lyani
alih2 pengertian malah tertindas
lyani
pengertian berujung penindasan
lyani
siapa si yg sakit
lyani
yg tersakiti siapa si sbnrnya?
Vanni Sr
lau jgn percya² amat laah sm sheila hadeeuhh , jgn terlalu polos bgttt
Vanni Sr
kasian bgt jd lau
Vanni Sr
lau udh hancur krn nick daaan skrg ad yg mau liat hancur lg lewat pria bayaran????
moemoe
Apa sheila pngkhianatny?
moemoe
Jgn2 suaminy bertahan krn perushaan tu punya kluarga laura.
BumbleBee: hai, kamu udah di sini
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!