NovelToon NovelToon
Nabil Cahaya Hidupku

Nabil Cahaya Hidupku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Anak Genius / Anak Yatim Piatu
Popularitas:20.8k
Nilai: 4.9
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Nabil seorang anak berkepala besar
bayu ayahnya menyebutnya anak buto ijo
Sinta ibu bayu menyebuutnya anak pembawa sial
semua jijik pada nabil
kepala besar
tangan kecil
kaki kecil
jalan bungkuk
belum lagi iler suka mengalir di bibirnya
hanya santi yang menyayanginya
suatu ketika nabil kena DBD
bukannya di obati malah di usir dari rumah oleh bayu
saat itulah santi memutsukan untuk meninggalkan bayu
demi nabil
dia bertekad memebesarkan nabil seorang diri
ikuti cerita perjuangn seorang ibu membesarkan anak jenius namun dianggap idiot

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

dua wanita menggugat 1 lelaki

Laras terjatuh di halaman ruko. Pandangannya kabur, tubuhnya limbung, seolah dunia di sekelilingnya berputar begitu cepat. Di depan ruko, Santi sedang memandang ke luar, hatinya terhimpit oleh kenangan yang tak mudah dilupakan. Heru, yang sedang menyapu halaman, terkejut melihat Laras terjatuh dan segera berlari mendekat.

“Astaga, dia pingsan,” ucap Heru panik. Matanya terbeliak melihat tubuh Laras yang terkulai.

“Ka, ada orang pingsan!” teriak Heru dengan terburu-buru.

Santi berlari keluar dari dalam ruko, tubuhnya terhuyung-huyung dalam hujan rintik yang tak mengenal ampun. “Cepat bawa ke dalam!” perintahnya.

Dengan sigap, Heru dan Santi mengangkat Laras dan membawanya ke dalam ruko. Laras dibaringkan di sofa.

Nabil, yang sedari tadi diam di sudut ruangan, berbicara dengan nada datar, tanpa ekspresi. “Dia wanita yang bersama bapak.”

Santi menatap Laras dengan sorot mata lembut. “Laras...” gumamnya.

“Iya, dia wanita yang bersama Bayu, Ka... apa kita buang saja keluar?” Heru menyindir.

“Jangan ngomong ngaco, kita harus menolongnya,” jawab Santi dengan tegas.

Nabil hanya mengangguk pelan. “Cepat beri minyak angin, biar dia bisa bernapas, pijat-pijat kakinya.”

Santi mengikuti saran Nabil tanpa banyak bicara. “Ru, keluar dulu,” pintanya.

Heru terkejut. “Kenapa, Ka?”

“Bajunya basah, aku mau ganti.”

“Ok, Ka.”

Dengan hati-hati, Santi mengganti pakaian Laras, memberi minyak angin di hidungnya, dan memijat kakinya dengan telaten, seolah tak pernah ada yang terjadi antara santi dan laras..

aras membuka mata perlahan. Pandangannya kabur, samar—seperti baru bangkit dari mimpi panjang yang tak berujung. Napasnya tercekat saat ia menatap sekeliling. Dingin. Asing.

“Di mana aku...?” bisiknya lirih.

Heru terkekeh pelan. “Di alam kubur, mungkin.”

“Sst, Heru... jangan bercanda,” tegur Santi lembut.

Laras menoleh pelan, menatap wajah yang sangat ia kenali. Bibirnya gemetar. “Kamu... Santi?”

“Iya, aku Santi. Kenapa, Mbak?”

Tak ada jawaban. Yang terdengar hanya isakan pelan, lalu berubah menjadi tangis sesenggukan.

“Maafkan aku... Santi. Aku... aku sudah banyak menyakitimu,” lirih Laras di sela tangisnya.

Santi mendekat. Ia merengkuh Laras dalam pelukannya. “Sudahlah... semua orang pernah salah.”

Di sudut ruangan, tangan Nabil gemetar. Cangkir teh hangat nyaris terlepas dari genggamannya. Mata tajamnya tetap terfokus pada Laras, namun ekspresinya kosong, seolah mencoba mencerna setiap detail yang ada di sekelilingnya.

“Biar Mamang bantu, Bil,” ujar Heru cepat, meraih teh dari tangan Nabil yang hampir jatuh, lalu menyerahkannya kepada Laras.

Nabil duduk dengan hati-hati di samping Laras. Gerak-geriknya teratur, seolah dia sedang menata setiap tindakan dalam urutan yang tepat. Tanpa melihat, ia meraih secangkir teh manis dan meletakkannya dengan presisi di meja. Tak ada kata yang terucap, hanya detak jantung yang terdengar dalam kesunyian.

“Dalam buku Emosi dan Kesehatan Mental halaman 112, Dr. Ahmad Yunus menjelaskan bahwa menangis bukan hanya pelepasan, tapi juga proses pemulihan. Air mata membantu menurunkan kadar kortisol, hormon stres dalam tubuh,” ujar Nabil, suaranya datar dan tanpa ekspresi, seakan-akan dia hanya mengulang apa yang telah dia pelajari.

Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan suara lembut, mengutip bait lagu dari Ahmad Dhani, “Menangislah, bila harus menangis, karena kita semua manusia...”

Laras terdiam, kemudian air mata kembali mengalir deras. Tanpa sadar, dia terhipnotis oleh kata-kata itu, dia menangis dipelukan santi, seseorang yang dahulu pernah dia rendahklan dan sekrang jadi tempat dia bersandar

Heru, yang mengamati, terkekeh pelan. Dalam hatinya, dia bergumam, "Sudah nenek masih menangis."

Santi menepuk-nepuk punggung laras sambil mendelik ke heru yang malah akan terkekeh melihat laras menangis

Setelah puas menangis, santi mengajak laras makan, tercipta suasan hangat selama makan, heru walau masih sinis tapisetiap celetukannya membuat susasana semakin hangat

Setelah makan, kemduian laras menceritakan apa yang dia alami sehingga dia memutuskan pergi dari bayu, santi dan heru sampai menggeleng-gelengkan kepala.

“Tau nggak, Mbak, kenapa Kak Santi ke mana-mana bawa pisau dapur?” tanya Heru tiba-tiba, dengan nada polos khasnya.

“Kenapa memang?” sahut Laras, mengerutkan dahi.

Heru menjawab dengan serius, “Soalnya Kak Santi bakal acungin pisau ke Bayu kalau dia macem-macem lagi.”

Laras tertawa hambar. “Aku bodoh, Heru. Terlalu banyak mengorbankan hal untuk seseorang yang bahkan tak menghargai sedikit pun.”

Santi menatap Laras penuh empati. “Lalu, Mbak, apa yang akan Mbak lakukan sekarang?”

“Aku akan menggugat cerai Bayu,” jawab Laras pelan, tapi mantap.

Santi terdiam sesaat. Lalu berkata lirih, “Mbak, aku juga belum dapat akta cerai. Mungkin... kita bisa sama-sama menggugat dia?”

Laras mengangguk. “Kamu harus segera urus, San. Dia licik. Sekarang kamu sudah sukses, pasti dia akan mencoba merongrong keberhasilanmu.”

Santi tertawa kecil. “Hehe... berarti dua istri menggugat satu lelaki yang sama.”

“Tapi bukannya kita harus punya saksi dan bukti?” tanya Santi lagi, ragu.

“Nanti aku konsultasikan ke kakakku. Tapi... aku boleh numpang tinggal di sini dulu, kan?”

“Tentu saja boleh, asal Mbak nggak keberatan dengan tempat sederhana ini.”

“Iya, tenang saja. Di sini dijaga puluhan ojol. Nggak akan ada yang berani macem-macem,” celetuk Heru, membuat mereka tertawa kecil.

Sementara itu, Nabil masih tenggelam dalam tumpukan bukunya. Tak terganggu sedikit pun oleh percakapan mereka.

“Dia memang begitu ya, tiap malam?” tanya Laras.

Santi tersenyum. “Iya. Kalau punya uang, aku ingin buat perpustakaan khusus buat dia.”

Laras menatap Nabil lalu berkata lirih, “Bayu benar-benar bodoh membuang berlian seperti Nabil.”

Santi berkaca-kaca. Laras langsung mendekat. “Maaf, aku menyinggung kamu ya?”

Santi menggeleng, suaranya bergetar. “Enggak, Mbak. Aku cuma nggak nyangka... setiap hari aku lihat Nabil, tapi tiap hari juga aku selalu dibuat takjub.”

“Kamu hebat, Santi,” bisik Laras.

.....

Sementara itu, di apartemen Bayu, suasana masih berantakan. Sisa pertengkaran dengan Laras semalam tampak jelas di sekeliling ruangan. Botol-botol minuman keras berserakan di lantai. Bau alkohol menyengat, menyatu dengan udara pagi yang seharusnya segar.

Bayu tergeletak di sofa, rambut acak-acakan, mata merah, dan kepala berat. Ponselnya berdering terus-menerus. Ia meraih ponsel itu dengan malas, lalu menggerutu, “Siapa sih nelpon terus dari tadi?”

Mata Bayu menajam saat melihat nama di layar: Ibu.

“Iya, Bu. Ada apa?” gumam Bayu dengan suara berat.

“Bayu, kenapa dari tadi nggak diangkat? Ibu telpon berkali-kali,” suara Sinta terdengar panik di seberang.

“Tidur, Bu,” jawab Bayu singkat.

“Tidur? Astaga, Bayu! Ini udah jam sepuluh. Kamu nggak kerja?”

“Libur, Bu,” ucap Bayu berbohong. Padahal sudah enam bulan ia tidak punya pekerjaan. Hidupnya ditopang sepenuhnya oleh Laras.

Sinta mendesah. “Kamu udah lihat berita viral itu?”

“Yang tentang Santi dan si Buto Ijo itu? Iya, Bu. Menjijikkan,” ejek Bayu sinis.

“Bayu, Ibu mau tinggal di apartemen kamu.”

“Kenapa, Bu?”

“Ibu capek dihujat. Sekarang si Budi malah jadi sorotan wartawan. Pusing kepala Ibu.”

“Ya sudah, datang aja, Bu. Aku juga sendirian di sini.”

“Loh, Laras ke mana?”

“Lagi ngambek.”

Sinta mendesah lagi, kali ini lebih panjang. “Bayu, dengar ya. Laras itu sumber keuangan kamu. Jangan sampai kamu kehilangannya. Kamu bisa ditendang kalau terus begitu.”

Bayu tertawa kecil, penuh percaya diri. “Tenang aja, Bu. Laras itu cinta mati sama aku. Paling juga ngambek sebentar. Nanti dia balik lagi.”

1
indah
Santi berjuang dengan sekuat tenaga, tidak pernah lelah....the best lah santi
Wanita Aries
Hufftt kasian santi di serang sana sini
Wanita Aries
Wah asik liburan
indah
/Sob/ mungkin ini hanya sebuah cerita, tapi banyak pelajaran yang bisa di ambil.
DISTYA ANGGRA MELANI
Ayo bayu dituntut 2 orang sekaligus apa bisa tu si pengacara bantuin dy apalagi ada kasus kdrt jg wow masuk penjara langsung lah si bayu
Wanita Aries
Hadeh si bayu gk ada berentinya buat onar
Wanita Aries
Bayu edan
Nur Syamsiah
lanjut
Nur Syamsiah
GG as terus
Vina Nuranisa
semakin seruu , LANJUT THORRR
Wanita Aries
Ihh pede kali bayu kl laras masih cinta
Arlis Wahyuningsih
wah seru nihhh..the power of emak2...ras terkuat dibumi bergabung...siap2 jadi peyek kau bayu..😂😂😂💪💪
Wanita Aries
Wahhh seru nihhh gmn kira2 nnti bayu liat santi sama laras barengan
Arlis Wahyuningsih
cerita yg menarik dan juga inspiratif..karna walaupun punya fisik tak sempurna tp ada kelebihan dan kemampuan yg bisa dibanggakan.
Ninik
Bayu laki laki mokondo
Arlis Wahyuningsih
selamat ya pak bayu..😂😂😂😂
mantap sekali bu laras..😘😘😘
Irma Minul
lanjut kak 👍👍👍
Wanita Aries
Rasakan dah nasibmu laki gk modal. Tkt aj sih ngusik santi lagi
Rizky Sandy
cari tuh selingkuhanmu si Dewi yg LBH muda,,,,,
Wanita Aries
MasyaAllah nabil ganteng dan pinter
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!