Bagaimana jika kamu sedang mengendarai kendaraan tiba-tiba saja pandangan mu menggelap dan membuka mata kembali sudah di zaman yang jauh berbeda
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citra Khalifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemukan pisau
Mengapa Sandika percaya kalau itu hanya fitnah yang di berikan kepada boksun? Karena pemburu yang memberikan informasi kepada Sandika itu adalah kakak dari salah satu teman boksun yang bekerja yang tak lain juga adalah teman boksun.
"Kalian pergi saja dulu nanti aku akan menyusul kalian ke dong Jing, aku akan menyelesaikan permasalahanku terlebih dahulu" ucap Sandika, meminta teman temannya pergi dulu meninggalkan dirinya bersama boksun.
Mendengar ucapan Sandika, semua teman temannya pun kini mulai meninggalkan mereka berdua.
"Nama mu siapa tadi?" tanya Sandika ketika sudah tak ada teman teman pemburu nya lagi.
"Nama saya boksun, nona" ucap boksun sambil tertunduk.
"Kau sudah tau nama ku bukan?" ucap Sandika yang di angguki oleh boksun.
Ya memang di kota gata ini Sandika adalah perempuan yang sangat populer dan banyak juga yang kagum akan kehebatannya di bidang berburu hewan buas dan bela diri.
Sandika mengingat boksun karena pernah sempat melihat boksun mengangkut dan mengirimkan barang belanjaan yang ia dan ibu nya beli sampai ke rumah.
Walaupun itu memang tugas nya tapi Sandika sangat berterimakasih karena itu sangat membantu dirinya dan sang ibu.
Sandika mengambil bungkusan dari dalam tas yang ia bawa dan memberikannya kepada boksun.
"Terimalah ini, ini aku ada sedikit daging asap dan roti sisa aku berburu tadi" ucap Sandika sambil menyodorkan bungkusan itu kepada boksun.
Walaupun boksun malu untuk mengambil bungkusan itu akan tetapi perutnya saat ini mengalahkan rasa malu itu jadi lah boksun menerima nya dengan tertunduk.
Sandika yang melihat boksun tertunduk dan mengambil bungkusan dari nya pun tersenyum, setelah boksun mengambil makanan itu, Sandika kembali merogoh saku nya dia mencari uang yang dia punya untuk di berikan kepada boksun.
"Ini ambil lah untuk kau membeli keperluan mu mungkin tak seberapa tapi bisa untuk esok hari" Sandika menyodorkan tangannya kembali kehadapan boksun.
Boksun yang melihat itu pun langsung menolak nya.
"Terimakasih nona.... Ini saja sudah cukup untuk saya" ucap boksun menolak dengan halus pemberian uang yang Sandika mau berikan.
"Baiklah jika itu keputusanmu" ucap Sandika tak memaksakan kehendak nya, setalah itu Sandika pun pergi berlalu meninggalkan boksun seorang diri.
Boksun yang di tinggalkan sendiri pun bergegas membuka buntalan makanan yang di berikan sandika.
Gigitan pertama boksun merasakan roti yang dia gigit tak sama dengan roti di kehidupan ketika ia masih menjadi Marsel.
Roti di kehidupan yang sekarang tak ada rasa dan ketika di gigit keras, walaupun ingatan boksun tentang roti pada zaman ini memang begitu.
Kini boksun beralih ke daging asap yang ada di buntalan itu juga, sama seperti roti nya ternyata tak seenak ketika ada di dunia nya waktu menjadi Marsel.
Mungkin karena di zaman ini sangat minim pengetahuan tentang rempah atau bumbu yang di gunakan untuk makanan jadi rasa makanan pada zaman ini rasa nya jauh berbeda bahkan tak memiliki rasa.
Tetapi bagaimanapun rasa roti dan daging asap itu boksun tetap harus makan agar tubuhnya mendapatkan tenaga untuk melakukan aktivitas selanjutnya yang sudah boksun rencanakan.
Setelah menghabiskan roti boksun pun bergegas ke arah sungai untuk minum karena roti yang keras membuat air liurnya pun terbawa dan saat ini tak ada setetes pun air liur di dalam mulut nya membuat boksun harus segera minum.
Dia pun berjalan ke arah sungai, ya sungai di zaman ini sangat lah jernih tak seperti sungai pada zaman dulu dia menjadi Marsel.
Boksun pun segera berjongkok dan mencelupkan tangannya ke tepi sungai itu untuk mendapatkan air untuk minum.
Setelah selesai meminum air sungai, tak sengaja boksun melihat pantulan cahaya matahari dari dasar sungai yang mengenai wajah nya.
"Apa itu?" tanya boksun menyipitkan mata nya melihat pantulan itu dari dasar sungai.
Boksun yang di buat penasaran pun kini memasukan kaki nya turun ke sungai untuk menuju benda yang memantulkan cahaya matahari itu.
Boksun pun berjongkok tangannya meraba raba dasar sungai itu untuk melihat benda apa yang ada di sana.
Ternyata pantulan cahaya tadi yang mengenai wajah nya itu dari pisau yang tergeletak di dasar sungai tersebut dengan gagang hitam yang menyertai nya.
Ketika boksun mengangkat pisau tersebut, boksun pun di buat terkesan sekaligus bingung karena permukaan pisau tersebut tak seperti pisau pada umum nya.
Pisau ini entah mengapa berwarna hijau lumut, seingat pemilik tubuh dia tak pernah melihat besi yang warna nya seperti ini.
Ataukah karena terendam lama dalam sungai, ah boksun tak mau ambil pusing yang terpenting saat ini ia mempunyai pisau untuk berburu atau yang lainnya.
"Ah masa bodoh dengan bahan pembuat nya yang terpenting saat ini aku mempunyai alat untuk berburu".
Boksun segera mengambil pisau tersebut dan membungkus nya dengan kain yang tadi untuk membungkus roti yang diberikan oleh Sandika.
Dia pun segera menyelipkan pisau tersebut ke pinggang nya, setelah makan dan minum kini boksun pun mulai mempunyai tenaga untuk berjalan.
Boksun pun berjalan menuju hutan tempat para pemburu sering berburu hewan disana dia berharap mendapatkan hewan buruan yang dia incar.
Perjalanan yang boksun tempuh lumayan jauh sekitar lima belas km dari gerbang kota ke tepian hutan.
Sebenarnya boksun cukup takut untuk masuk ke dalam hutan itu karena sejak dulu dia tak pernah masuk ke dalam hutan untuk berburu atau yang lainnya ini adalah pertama kali nya ia menginjakkan kaki ke hutan untuk berburu.
Di kehidupan sekarang atau pun ketika dia menjadi Marsel, boksun tak pernah berburu dan menginjakan kaki ke hutan.
Tetapi karena tekad boksun ingin merubah kehidupan sekarang lebih baik lagi sehingga kini ia pun membulatkan tekad nya agar berani untuk melangkah ke dalam hutan itu.