Laura adalah seorang wanita karir yang menjomblo selama 28 tahun. Laura sungguh lelah dengan kehidupannya yang membosankan. Hingga suatu ketika saat dia sedang lembur, badai menerpa kotanya dan dia harus tewas karena tersengat listrik komputer.
Laura fikir itu adalah mimpi. Namun, ini kenyataan. Jiwanya terlempar pada novel romasa dewasa yang sedang bomming di kantornya. Dia menyadarinya, setelah melihat Antagonis mesum yang merupakan Pangeran Iblis dari novel itu.
"Sialan.... apa yang harus ku lakukan???"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ANDA SALAH PAHAM!
"AAARRRRRGGGHHHHHHH!!!!!!" Batin Edith menjerit karena tingkah konyolnya itu sambil memukul-mukul batang pohon di luar Mansion Ash. Wajahnya sungguh merah padam. Edith malu dengan tingkahnya yang tidak menggambarkan seperti dirinya yang sebenarnya.
"Sialan, mulai hari ini....Aku harus memikirkan cara untuk keluar dari tempat ini. Ada baiknya, aku menjadi rakyat biasa saja daripada Pelayan disini" Ucap Edith dengan nada datar dan raut wajah yang serius.
Di atas sana, tepat di jendela lantai dua tempat kamar Ash berada, Ash melihat Edith yang berbicara dengan pohon itu. "Sepertinya, memang benar. Seseorang yang menyukaiku, semuanya bukanlah orang yang waras" Ash menutup tirai jendela kamarnya. Dia melihat ke arah makanannya. Samar-samar, dia melihat mana (energi sihir) yang mengumpul di makanan itu.
"Ya, tidak mungkin dia menyukaiku" Ash mengambil makanan itu dan membuang makanan itu ke dalam sampah.
Ash memiliki kesensitifan yang tinggi terhadap kehadiran sihir. Sedari awal, dia sudah tau jika Ibundanya yang menyuruh Pelayan-pelayan memberikan obat sihir pada makanannya. Dan semua Pelayan yang bertugas membawakan makanan untuknya, tidak sampai tiga bulan, mereka pasti menghilang. Banyak dari Penjaga dari pihak Ash yang mewaspadai Pelayan dan Prajurit dari pihak Ratu. Itu karena, Sang Ratu khawatir tahta yang harusnya di miliki oleh Putra sah akan jatuh di tangan Ash, Putra Haram dari Raja Benerick.
Pangeran Mahkota dari Putra Raja Benerick saat ini mengidap penyakit langka yang sulit disembuhkan oleh banyak Healer dan Saint hebat dari berbagai Kerajaan. oleh karena itu, keberadaan Ash sangat mengancam tahta yang akan disinggahi oleh Putra Mahkota.
Edith sudah tau betapa gilanya Sang Ratu Benerick. Dari novel yang dia baca, Ratu Benerick bahkan tidak ragu untuk mengotori tangannya sendiri jika ada yang mengusik Putra Mahkota. Meski Ash dicatat sebagai Putra kandung Ratu Benerick, itu hanyalah konspirasi yang Raja Benerick buat untuk menutupi kasus Ratu Benerick yang membunuh Istri pertamanya, yang merupakan Ibu kandung Ash. Ash selama ini mengetahui hal tersebut. Dia hanya bisa bungkam karena, Ibunya (Ratu Benerick) memiliki akses dan pengaruh besar pada Negri Agrenia.
"Ah, tamatlah sudah~" Edith berjalan dengan lemas melewati Prajurit dan Pelayan yang sibuk.
Diketahui, usia Edith saat ini adalah 19 tahun. Dia selisih 2 tahun dengan Pangeran Ash, yang dia panggil sebagai Tuan Muda. Dia menjadi pesuruh Ratu sejak dua bulan yang lalu. Dan tidak disangka, saat jiwa Laura yang harusnya berada di alam penantian, harus masuk ke dalam Novel genre dewasa ini.
Malam hari tiba. Edith sudah menyiapkan mental dan banyak perencanaanya untuk kabur dari Istana ini. Dia membawa uang koin yang dia temukan di lemari penyimpanan Edith dan beberapa pakaian dengan bawahan celana panjang.
Edith membuka pintu kamarnya perlahan. Melihat ke kanan dan ke kiri di lorong yang remang itu. "Tidak ada orang" Dia lanjut melangkah perlahan untuk keluar dari sana.
Dari kejauhan, dia mendengar suara Prajurit yang berbicara. "Ku dengar, Putri dari Kerajaan Isadora menerima anugerah sebagai Saint. Dia bisa membuat orang yang sekarat kembali hidup"
"Kerajaan Isadora? Itukan, Kerajaan Tokoh utama Perempuan? Apa dia sudah mengalami awaken? Kalau begitu, waktuku tidak lama lagi. Tidak sampai empat bulan aku pasti menjadi manusia panggang disini" Edith memasang wajah memelas. Dia mengingat bagaimana ilustrasi kebakaran yang digambarkan pada lembar bonus. Dimana, siluet Ash yang berdiri sambil mengendong Saint yang tak sadarkan diri, menatap ke arah Mansion yang habis dilalap oleh api biru.
Edith menunggu para Prajurit itu melewatinya. Dan dia kembali mengendap-endap perlahan layaknya seorang mata-mata. Pintu keluar Mansion Pelayan dan Prajurit sudah terlihat di depan sana. Pikir Edith, dia sungguh bisa keluar dari tempat ini. Sayangnya,....
"Kenapa, kita mengendap-endap seperti ini" Suara bisikan dengan nada rendah membuat sekujur tubuh Edith bergidik.
"HUAPpppppmmmh" Hampir saja Edith berteriak. Sosok bersuara rendah itu, membungkam mulut Edith dengan cepat. Edith melihat ke arah sosok yang membungkamnya, ternyata dia tak lain dan tak bukan adalah Ash.
"UAN UA!....(TUAN MUDA!)" Rencana pelarian Edith telah digagalkan oleh Ash.
"Jangan berteriak. Katakan padaku, kenapa kamu mengendap-endap. Apa kamu ingin bertemu denganku diam-diam, huh?"
Raut tanpa ekspresi terpampang jelas di wajah Edith. "Anda salah paham" Jawab Edith.
"Lalu?"Ash menaikkan salah satu alisnya. Dari wajah Ash tergambarkan seolah dirinya tidak percaya dengan ucapan Edith.
"Saya hanya mencari angin" Jawab Edith.
"Cari angin? Apa perlu juga membawa tas ini?" Ash menunjuk ransel di punggung Edith dan memajukan wajahnya mendekat ke arah wajah Edith.
Edith menggigit bibirnya sejenak. Kemudian, dia menunjukkan senyuman bisnisnya sambil mendorong wajah Ash yang dekat dengan wajahnya. "Ya, itu rahasia" Jawab Edith.
"Ummm...." Bibir Ash Manyun dengan kedua matanya yang menyipit. Seolah, dirinya bisa menebak apa yang Edith pikirkan. "Kamu mau menyeludupkan pakaian ya???" Telunjuk Ash mendorong pipi Edith hingga membuat Edith terlihat seperti memiliki lesung pipi.
"Menyelundupkan pakaian? Tentu saja tidak!" Tegas Edith mengibaskan tangan Ash di pipinya.
"Lalu, apa?" Ash terus-terusan memojokkan Edith. Hingga itu membuat Edith harus berkata jujur.
Bibir Edith manyun, namun wajahnya terlihat masam. "Saya berniat kabur. Saya tidak mau bekerja disini?" Jawab Edith tanpa takut menatap Ash.
Ash memuji keberanian itu. Tapi, dia juga merasa senang karena bisa membuat gadis dengan tinggi 162 itu ketakutan. Di mata Ash, Edith sungguh terlihat seperti hamster yang bisa memberontak kapan saja.
"TACK!!"
"Aduh!"
Ash mengetuk kepala Edith dengan jarinya, hingga membuat kening Edith memerah. "Kenapa? Apa bekerja disini, membosankan?" Ash bertanya sepenuh hati kepada Edith. Dia merasa jika Edith seperti itu karena dia.
Edith menunduk dan meringis lebar. "Daripada membosankan, pekerjaanku terlalu beresiko" Batinnya sambil menghilangkan senyuman itu.
"Ya! Di sini sangat membosankan! Anda tau kan? Saya ini masih muda! Harusnya bersenang-senang dan menikmati masa muda saya. Sayangnya disini, saya bahkan kesulitan untuk keluar bertemu dengan teman-teman saya!" Edith memasang wajah memelasnya sekali lagi.
Ash memandangnya tidak percaya. Dia menatap mata hijau milik Edith yang memelas itu. "Apa....benarkah? Lalu, kamu mau kemana malam-malam begini dengan tas besar itu?" Tanya Ash sekali lagi.
Edith melirik ke arah ranselnya. "Saya mau kabur dari sini. Tolong biarkan saya pergi. Saya berjanji tidak akan muncul lagi di hadapan Anda, ya....?" Edith menunjukkan matanya yang berbinar.
Ash serba salah. Dia menghela napas panjang dan menyandarkan siku kanannya ke tembok yang disandari oleh Edith. Dan dengan refleks Edith memundurkan wajahnya, karena betapa dekatnya wajah Ash saat ini. "Beginikah, caramu setelah mengungkapkan rasa sukamu pada laki-laki?" Tanya Ash yang masih curiga atas tindakan yang Edith lakukan.
Mata Edith tidak berani menatap Ash. Dia melihat ke sisi lain. "A...Anda salah paham. Bukan suka itu yang saya maksud" Gelagapan Edith.
Ash memasang raut penasarannya. "Lantas? Kau hanya menyukai wajah dan tubuhku yang bagus ini?" Tangan kiri Ash meraih tangan Edith dan memasukkan tangan Edith pada pakaiannya, mengusap perutnya yang bertekstur dan bergelombang karena pack-nya.
"HUUAAAA!" Lagi-lagi Edith berteriak dan menarik kedua tangannya tinggi-tinggi. Dia merasakan sensasi asing di telapak tangannya.
"Shhhhs! Jangan berteriak...." Ash menutup bibir Edith dengan jari-jari lentiknya dan mata merah itu bertemu dengan mata Edith. Pupil Edith seakan berputar-putar. Dia sudah terlalu banyak merasakan tekanan dan pikiran, hingga berakhir pingsan di hadapan Ash.
"GREP!" Ash menangkap tubuh gadis yang melemas itu. "Dia kenapa lagi???" Ash kebingungan sendiri karena ulah Pelayan Ibunya itu.