Cerita ini untuk fatcat dengan happy ending
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon qinaiza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Meyra akhirnya sampai di rumah, ia merebahkan tubuhnya di kasur.
"Kenapa si Papa harus ngomong kayak gitu, bikin kesel aja deh." gumamnya dengan wajah cemberut, sembari menatap ke langit-langit kamarnya.
"Oh iya, aku harus membacanya sekarang." tangan Meyra meraih sebuah berkas yang berisi data-data Nathan, yang diberikan oleh sang Papa tadi.
Matanya fokus membaca dengan teliti. Dengan ini bisa dia jadikan informasi untuk tindakan kedepannya yang harus dilakukan dalam mendekati Nathan.
"Jadi dia anak bungsu, sama seperti aku dong. Bedanya aku punya satu kakak perempuan, kalo dia punya satu kakak perempuan dan satu kakak laki-laki. Nanti gimana ya jadinya kalo anak bungsu sama anak bungsu. Ah udah deh, trabas aja Meyra."
Meyra melanjutkan membaca dan kemudian ia tercengang dengan fakta yang baru saja diketahuinya.
"Ini serius, kakaknya Nathan kerja di kantor Papa ? Baik itu kak Edwin maupun kak Ellen ? Wahh..." Meyra menggelengkan kepalanya tidak menyangka, karena mereka ternyata sedekat ini.
"Fiks si ini, aku sama Nathan memang berjodoh." ujarnya yang kemudian membuatnya senyum-senyum sendiri.
"Eh tapi kita gak satu universitas ya ternyata" senyumannya yang secerah matahari tadi luntur seketika.
"Nathan di Princeton, aku di Stanford. Hm, kayaknya aku harus pindah deh. Besok aku coba bilang ke Papa deh. Tapi untuk masalah jurusan gimana ya ?" tanya Meyra pada dirinya sendiri sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuk tangan kanannya ke dagunya, seperti sedang berpikir keras.
"Pilih jurusan yang aku udah pilih kayak di Stanford apa jurusan baru yang nantinya sama kayak Nathan ya. Pilih jurusan yang aku minati aja deh. Bucin boleh, tapi jangan sampai mengorbankan cita-cita Meyra. Oke deh, besok fiks minta pindah universitas ke Papa."
Tiba-tiba saja ada seorang gadis dengan rambut panjang bergelombang, kulit kuning langsat, hidung mancung, dan tinggi semampai yang masuk ke kamarnya.
"Heh, gue gak salah dengerkan Mey, lo mau pindah universitas, kenapa ?" tanyanya
"Eh, Sera." kaget Meyra
Bagaimana tidak kaget, dia tidak mendengar pintunya dibuka oleh seseorang. Dan dirinya memang tadi duduk di tempat tidur dimana posisinya membelakangi pintu kamarnya. Mungkin karena ia terlalu fokus membaca sampai tidak mendengar suara pintu dibuka.
"Jawab Mey" Serana atau yang kerap dipanggil Sera adalah sahabat Meyra sedari kecil. Bahkan orang tua mereka berdua juga sudah menganggap satu sama lain sebagai keluarga saking akrabnya.
"Duh, iya-iya. Aku emang mau pindah ke Princeton." jawab Meyra setelah pundaknya dicengkram dan digoyang-goyangkan Sera, membuatnya agak pusing.
"Hah, tapi kenapa Mey ? Bukannya Stanford universitas yang lo pengenin banget dari dulu kan. Nah pas lo udah masuk kenapa malah pindah ke universitas lain. Lo kerasukan apa Meyra ?"
"Kerasukan jin tomang" ucapnya mengasal, membuat Sera berdecak kesal.
"Gue tanya serius Mey" Meyra memutarkan bola matanya malas. Lagian Sera juga yang mulai, masa dirinya dibilang kerasukan. Orang dia saja sehat walafiat begini.
"Kamu juga sih Sera, kenapa malah bilang aku kerasukan."
"Ya lo aneh aja tiba-tiba minta pindah universitas. Padahal dulu lo yang cerita kesana kemari mau masuk Stanford, bahkan mau minta bantuan Papa lo untuk masukin ke situ kalo sampe lo gak bisa masuk dengan usaha lo sendiri."
"Ya itu kan dulu. Sekarang mah pilihan aku beda lagi. Setiap orang pasti berubah kan Sera, entah itu pilihannya ataupun kepribadiannya. Jadi itu wajar oke."
"Halah, sok bijak lo mei-mei." Meyra hanya mendengus kesal mendengar perkataan Sera barusan.
"Eh, ini apa ?" Sera meraih berkas yang dibaca Meyra tadi.
"Sini balikin" belum sempat Meyra mengambil balik berkas yang dibawa Sera, sahabatnya itu sudah terlebih dahulu membacanya dengan membawanya agak jauh.
"Jangan bilang karena ini lo mau pindah ke Princeton Mey."
"Emang kenapa kalo iya ?" tanya Meyra
"Astaga Meyra, selera lo kok cowok culun gini si."
"Enak aja, dia tuh imut tau. Lagian kalo ntar penampilannya dirombak bisa langsung berubah jadi cowok terganteng." Meyra merebut kembali berkas yang ada ditangan Sera, dan untung saja Sera tidak menahannya.
"Dih gak ya. Mending cowok yang berotot, punya eight pack, tan skin, duhh... Macho banget gak si." mata Sera berbinar-binar saat menjelaskan tipe idealnya.
"Ya udah sih, itu kan selera kamu. Selera kita emang beda Sera, jangan disamain."
"Iya deh. By the way, lo kenal dia darimana ? Sampai lo cari tau data-datanya." Sera bertanya penasaran.
"Ada deh, kepo kamu hahaha." tawa Meyra yang terdengar merdu.
"Oh gitu, main rahasia-rahasiaan." Sera pura-pura ngambek.
"Gimana ya, kalo pun aku bilang tau dari mimpi kamu pasti gak percaya kan." sebenarnya Meyra juga bingung sih, mimpinya itu termasuk penglihatannya di masa depan kah. Atau dia yang datang dari masa depan terus kembali ke masa lalu. Tau deh, pusing.
"Dasar halu" ledek Sera pada Meyra, membuat gadis itu kesal.
"Tuh kan kamu gak percaya"
"Ya gimana mau percaya, orang alasan yang lo kasih gak masuk akal. Itu pasti karangan lo biar gue gak nanya-nanya lagi kan."
"Terserah" balas Meyra, ia lelah meladeni Sera.
"Keluarga lo lagi pada kerja ya ?" Sera mengalihkan topik pembicaraannya.
"Ya gitu deh. Papa jelas ke kantor. Kalo Mama lagi ngecek mall miliknya, dan Kak Keyra kalo gak ngecek butik atau gak ya cafe nya."
"Enak ya semua keluarga lo punya usaha masing-masing." kata Sera dengan wajah seolah kurang beruntung.
"Kamu juga sama aja ya kalo kamu lupa. Kamu malah anak tunggal kaya raya, jadi gak usah bagi-bagi warisan nanti." Meyra memutar bola matanya malas saat sahabatnya itu melupakan jati dirinya.
"Hehehe bener juga sih. Ke mall Mama lo yuk, gue bosen nih." ajak Sera pada Meyra yang tidak langsung disetujuinya.
"Bilang aja mau nyari gratisan disana."
"Tau aja deh" cengirnya
"Ya udah bentar, aku mau ganti baju dulu." Meyra mengambil baju yang ada di walk in closet.
"Oke Mei-mei"
"Dasar kak Ros" balas Meyra
"Hehh..."
"Betul kan, kamu garang soalnya." ujarnya sebelum masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar miliknya untuk berganti pakaian, setelah menemukan baju yang cocok.
Gadis berlesung pipi itu tidak mau memang berganti didepan sahabatnya, karena dirinya merasa malu. Walaupun sama-sama bergender perempuan tapi dia rasa tidak bisa melakukan itu. Berbeda dengan Sera yang tidak ada malu-malunya pada Meyra.
"MEYRA"
"Jangan teriak Sera, ini bukan hutan." kata Meyra mengingatkannya, dari dalam kamar mandi.
"Kan, baru juga dibilang. Udah mirip aja sama kak Ros, garang betul." batin Meyra