sinopsis:
Nama Kania Abygail tiba tiba saja terdaftar sebagai peserta Olimpiade Sains Nasional.
Awalnya Kania mensyukuri itu karna Liam Sangkara, mentari paginya itu juga tergabung dalam Olimpiade itu. Setidaknya, kini Kania bisa menikmati senyuman Liam dari dekat.
Namun saat setiap kejanggalan Olimpiade ini mulai terkuak, Kania sadar, fisika bukan satu - satunya pelajaran yang ia dapatkan di ruang belajarnya. Akan kah Kania mampu melewati masa karantina pra - OSN fisikanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zuy Shimizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#Chapter 4: Karantina dan manusianya
PINTU ruang 237 yang akan menjadi ruang belajar Kania dan timnya selama di karantina kini sudah di depan mata, namun Kania hanya bisa menghela nafasnya untuk kesekian kali.
Seharusnya tinggal buka dan masuk saja, dan itu akan jadi hal mudah. Namun ada rasa gugup saat menatap pintu ini. Kania memang genius, namun di beberapa titik dihidupnya, Kania seolah bertanya, apa memang ia pantas berdiri di sini?
Bersama anak-anak genius lainnya?
"Kania" seorang pemuda menepuk pundak Kania. "Ada apa? Kok berdiri disini? Kamu kelupaan sesuatu? Mau aku anter ngambil-"
"Nggak usah," potong Kania segera dengan jantung berdebar. Tanpa menoleh pun, Kania sudah hapal suara siapa ini. "A-aku cuma.."
"Gugup?"
Kania merapatkan bibirnya. Tepat saat Liam mendekatkan wajahnya, Kania memberanikan diri untuk menatap pemuda beriris biru terang itu, lalu mengangguk.
"Haha, kenapa gugup?" Liam mengusap pucuk kepala Kania lalu meraih tangan gadis itu sembari membuka pintu. "Ayo!"
Kania tak melawan atau pun mengucap sepatah kata. Gadis itu hanya mengikuti kemana Liam membawanya. Dan di sesampainya di dalam, rupanya sudah ada anak-anak lain yang tergabung dalam tim fisika.
"Hai!" Liam langsung duduk di sebelah seorang pemuda bersurai cokelat terang.
Kania pun segera menempati satu-satunya kursi yang kosong. Beruntungnya, sosok di sebelahnya adalah Renatta Claudine. Jadi Kania dapat meminimalisir rasa gugupnya.
"Abis dari mana?" tanya Renatta pelan mengingat Kania sempat mempersilahkan Renatta untuk menuju ke ruang belajar terlebih dahulu usai sarapan usai.
"Ah, tadi Bunda nelpon. Jadi aku ngobrol bentar," jawab Kania.
"Ohh.." Renatta mengangguk paham.
Kania pun melirik lingkungan sekitar. Kelima siswa telah berkumpul di ruangan ini, dan mereka tinggal menunggu pengajar yang tentu tak lama lagi akan segera datang. Yah, semoga.
"Sabar ya, temen-temen. Pengajar sebentar lagi dateng, kok. Baru aja ngabarin aku." tutur Liam.
Ah, benar juga. Liam telah di tunjuk sebagai leader tim fisika.
Kini semakin jelas, aura kepimpinan Liam. Dan Kania kini bisa menatap setiap jengkal mataharinya dari dekat. Apa ini jawaban semesta akan doa Kania selama ini?
"Permisi," seseorang pria dengan surai yang dipenuhi akan uban itu membuka pintu lalu masuk dengan berbagai berkas ditangannya. "Kelimanya udah kumpul, kerja bagus, Liam."
Pria itu berdeham. "Selamat pagi semua, saya Albert Smith, berprofesi sebagai dosen. Dan saya akan jadi pengajar kalian selama 30 hari kedepan. Ada pertanyaan?"
Seorang pemuda dengan surai hitam pekat mengangkat tangannya. "Kan masih hari pertama, Pak. Jangan berat-berat dulu. Gimana kalo dimulai dengan perkenalan?"
"Hmm, bener juga." Albert Smith menghela nafasnya. "Kamu bisa mulai, lalu dilanjutkan dengan cowok rambut coklat disebelahmu itu."
Pemuda itu menyeringai, lalu memperkenalkan dirinya dengan bangga. "Kevandra Saputra Hayes, kelas 11 dari Madrasah Aliyah Puspa Bangsa. Panggil aja Evan, atau sayang juga boleh."
"Tebar pesona, dasar." sahut seorang pemuda cebol disebelahnya. "Gue Galen Arshaka, Panggil aja Galen. . Kelas 12 SMAN 1 Isekai."
Kania meneguk ludah. Tanpa sadar, atmosfer ruang belajar ini pun menjadi berat. Berbeda drastis memang aura Galen dengan Evan. Dan masalahnya, sosok pedas dan dingin seperti Galen-lah yang kini duduk di sebelah Kania.
Kania menghela nafasnya. "Kania Abygail, kelas 11 dari SMAN 1 Isekai. Bisa dipanggil Kania, terima kasih."
"As you know, Renatta Claudine. Kelas 12 dari SMA Vitra Pertiwi. Mohon kerja samanya."
Saat giliran jatuh pada Liam, pemuda itu pun berdeham. "Liam Sangkara, kelas 11 dari SMAN 1 Isekai. Sebagai leader, jangan ragu untuk melapor kalo kalian perlu bantuan. Salam kenal, semua."
"Oke, sudah cukup perkenalannya, kan? Sekarang buka silabus kalian."
✩₊̣̇. TO BE CONTINUE