Delvia tak pernah menyangka, semua kebaikan Dikta Diwangkara akan menjadi belenggu baginya. Pria yang telah menjadi adik iparnya itu justru menyimpan perasaan terlarang padanya. Delvia mencoba abai, namun Dikta semakin berani menunjukkan rasa cintanya. Suatu hari, Wira Diwangkara yang merupakan suami Delvia mengetahui perasaan adiknya pada sang istri. Perselisihan kakak beradik itupun tak terhindarkan. Namun karena suatu alasan, Dikta berpura-pura telah melupakan Delvia dan membayar seorang wanita untuk menjadi kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astuty Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan yang memikat
“Apa kamu sudah punya pacar?” Gila, Dikta sangat berani menanyakan hal yang bisa di anggap sebagai privasi itu pada Delvia, padahal baru beberapa jam sejak mereka bertemu dan berkenalan.
Pertanyaan Dikta tentu saja membuat Delvia terkejut, gadis itu meneguk salivanya kasar dan tanpa dia sadari kepalanya menggeleng. “Bodoh, kenapa aku harus menggeleng,” batin Delvia kesal. Seharusnya dia tetap diam dan tak meladeni pria yang baru di kenalnya itu. Delvia jadi yakin kalau Dikta termasuk dalam jenis buaya darat.
“Baguslah,” jawab Dikta seraya tersenyum.
“Baguslah?” ulang Delvia tak mengerti apa yang di maksud Dikta.
“Hmm, baguslah. Itu artinya saya memiliki kesempatan untuk mendekati kamu. Sepertinya saya jatuh cinta pada pandangan pertama!” dengan lugas Dikta mengutarakan isi hatinya. Tanpa ragu, pria itu menatap Delvia dengan sorot yang begitu dalam. Meski berada di tengah kegelapan, namun Dikta bisa melihat kecantikan yang terpancar dari wajah Delvia.
Delvia tersenyum mengejek, dia membalas Dikta dengan tatapan ragu dan meremehkan. “Maaf, saya tidak tertarik dengan novel romansa yang sedang kamu karang. Cinta pada pandangan pertama? Itu sama sekali tidak nyata dan tidak ada!”
“Dulu saya juga memiliki pemikiran yang sama seperti kamu sebelum saya merasakannya sendiri. Kamu berhak untuk menolak atau tidak percaya, sementara saya berhak mengutarakan apa yang saya rasakan!” ya, dulu Dikta juga tidak terlalu percaya akan cinta. Hidupnya terlalu sibuk, dia menghabiskan sebagian waktunya di rumah sakit tempatnya bekerja. Namun kejadian hari ini benar-benar mengubah cara pandangnya.
Kembali pada pagi ini saat Tofa tiba-tiba datang menghampirinya, memberi tahu jika kelompoknya akan kedatangan anggota baru sebab Harun tiba-tiba sakit dan harus membagi kelompoknya pada beberapa kelompok kenalan. Dikta awalnya menolak karena kelompok mereka bukan termasuk kelompok trip agen, namun Tofa terus memaksanya dengan dalih Harun teman baiknya dan tidak ingin citra Harun sebagai trip agen terlihat buruk.
Merasa simpati, Dikta akhirnya mengiyakan permintaan Tofa, dia juga bersedia menyambut Delvia di pasar Tumpang sebagai perwakilan Tofa. Dikta menunggu di pintu masuk pasar seraya menatap ponsel karena baru saja Tofa mengirimi sebuah foto dan plat mobil yang di tumpangi Delvia. Tidak ada yang spesial dari foto tersebut, hanya potret seorang gadis yang terlihat muda.
Tak lama kemudian sebuah mobil berhenti, Dikta lalu mencocokkan nomor polisi kendaraan tersebut. Tamu yang dia tunggu akhirnya datang, seorang gadis turun dari mobil tersebut dan sedang mengeluarkan tas carrier besar dari mobil. Membantu? Tentu saja tidak. Dikta hanya memperhatikan gadis asing itu seraya menutup wajahnya dengan Buff.
“Permisi, apa kamu Delvia?” tanya Dikta begitu gadis bermasker itu hampir melewatinya.
“Ya,” jawab Delvia singkat.
“Maaf lancang, apa saya boleh menginformasi identitas kamu?” ujar Dikta seraya menunjuk masker yang Delvia kenakan.
“Tentu,” Delvia lalu menurunkan masker hingga ke dagu sehingga wajahnya kini terlihat jelas.
Deg...
Dikta terkesiap, pria itu terpaku dengan pupil yang sedikit melebar.
“Permisi,” ucap Delvia seraya menggerakkan telapak tangan di depan wajah Dikta. “Hello.”
“Ah ya maaf. Foto kamu sedikit berbeda ya,” ujar Dikta gugup.
“Itu foto lama,” Delvia menyahut.
“Mari ikut saya!” Dikta mengajak Delvia ke tempat perkumpulan mereka. Karena anggota yang lain sedang sibuk dengan persiapan masing-masing, Dikta menyuruh Delvia menunggu di depan warung makan. “Sebentar lagi jam makan siang, kamu boleh makan dulu. Tapi jangan pergi terlalu jauh dari warung ini, nanti kamu akan di panggil lagi saat semuanya sudah berkumpul!”
“Ya!”
Dikta lantas pergi, pria itu duduk di tempat yang cukup sepi guna menenangkan jantungnya yang berdegup kencang. “Apa ini?” gumam Dikta seraya menyentuh dadanya. “Tidak mungkin!”
Kembali pada malam pengakuan, Delvia hanya diam tak memberikan komentar apa pun.
“Saya harap pengakuan saya tidak mengganggu pendakian kita besok. Maaf karena saya mengutarakan perasaan saya secara tiba-tiba,” Dikta lantas berdiri setelah mengakui keburu-buruannya dalam menyampaikan perasaan. “Sudah larut, sebaiknya kamu kembali ke tenda dan tidur!”
Delvia beranjak dari duduk, berdiri mengimbangi Dikta meski faktanya perbedaan tingi mereka begitu ketara. “Saya harap lain kali kamu jangan terlalu lancang. Saya anggap saya tidak mendengar apapun malam ini. Selamat malam,” ucap Delvia tegas, gadis itu lantas melangkahkan kaki menuju tenda.
Senyum kembali terukir di wajah Dikta, penolakan Delvia justru membuatnya semakin bersemangat. “Kamu menolakku, tapi tatapan matamu semakin menenggelamkanku Delvia!”
Ry dukung Dikta tunggu jandanya Delvi
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada buat Dy
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada bersamanya bkn suaminya
Lagian suaminya sibuk selingkuh sesama jenis
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Suami mana peduli
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Devi di datangi pelakor yg merebut ayah nya lagi
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
jangan sampai Dikta terjerat oleh Hera
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan