Wang Lu adalah juara satu perekrutan Paviliun Longtian, mengalami kerusakan pondasi internal dan berakhir sebagai murid tak berguna.
Tak ada yang mau jadi gurunya kecuali… Wang Wu.
Cantik!
Tapi tak bisa diandalkan.
“Bagaimanapun muridku lumayan tampan, sungguh disayangkan kalau sampai jatuh ke tangan gadis lain!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙒𝙪
“Pak Tua! Tolonglah! Aku tak mau jadi muridnya!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙇𝙪
“Tak mau jadi muridnya, lalu siapa yang mau jadi gurumu?”~
Murid tak berguna, dan guru tak kompeten… mungkinkah hanya akan berakhir sebagai lelucon?
Ikuti kisahnya hanya di: 𝗡𝗼𝘃𝗲𝗹𝘁𝗼𝗼𝗻/𝗠𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁𝗼𝗼𝗻
______________________________________________
CAUTION: KARYA INI MURNI HASIL PEMIKIRAN PRIBADI AUTHOR. BUKAN HASIL TERJEMAHAN, APALAGI HASIL PLAGIAT. HARAP BIJAK DALAM BERKOMENTAR!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
第三章
Baiklah, tekad Wang Lu.
Shifu…
Mulai sekarang, aku akan mendengarkanmu!
“Penatua Ketujuh, menurut Anda, senjata apa yang cocok untukku?” Wang Lu meminta pendapat.
Seulas senyuman samar tersungging di sudut bibir Penatua Ketujuh. “Kita masih belum tahu bakat dan tingkat kekuatan spiritualmu. Tapi… mengingat senjata andalan gurumu adalah tongkat bambu, kemungkinan yang akan diajarkan adalah teknik tongkat. Jadi, kusarankan kau pilih jenis tombak!”
“Hao!” kata Wang Lu bersemangat. Kemudian mulai memeriksa koleksi tombak.
Penatua Ketujuh membantu memilihkannya. “Coba yang ini!” Ia mencabut salah satu tombak dan memberikannya pada Wang Lu. “Tombak itu didapat dari reruntuhan kuno wilayah barat, dibuat dari logam ter…”
KRAAAK!
Sementara Penatua Ketujuh belum selesai menjelaskan perihal tombak yang disarankannya, tombak itu mendadak patah di tangan Wang Lu.
“Baik—” Penatua Ketujuh menyelesaikan perkataan dengan tercekat.
“Ma—maaf!” ungkap Wang Lu tergagap-gagap. “Aku…”
“Haish! Sudah lupakan!” sergah Penatua Ketujuh cepat-cepat. “Bagaimanapun tombak itu didapat dari reruntuhan kuno,” katanya. “Sudah pasti barang usang!”
Kemudian Penatua Ketujuh menyarankan tombak lain yang tampak masih baru.
Tapi lagi-lagi tombak itu juga patah setelah Wang Lu menyentuhnya.
“Barang-barang tua ini tampaknya memang hanya cocok sebagai pajangan!” gerutu Penatua Ketujuh. Kemudian bergegas ke deretan rak yang menyimpan koleksi pedang. “Kita coba pedang saja,” katanya.
Wang Lu mengikutinya.
“Coba yang ini!” Penatua Ketujuh mengambil salah satu pedang dan memberikannya pada Wang Lu. “Itu Pedang Damaskus, terkenal sebagai pedang terkuat di dunia!”
Wang Lu menariknya keluar, kemudian menyusur jari di sepanjang mata pedang.
KRAAAK!
Pedang itu juga berkeretak dan pecah berkepingan.
Bahkan pedang terkuat di dunia?
“Ini—” Penatua Ketujuh tergagap dengan raut wajah syok. Apa mungkin hanya kebetulan? pikirnya.
Wang Lu melemas dengan raut wajah bersalah.
“Begini…” kata Penatua Ketujuh sedikit gelagapan. “Kau kembalilah dulu! Katakan pada gurumu aku ingin bicara.”
“Shi!” Wang Lu menjawab muram. Kemudian pulang dengan segenap perasaan kalah.
Apa sebenarnya yang terjadi? pikirnya.
Benarkah semua senjata itu patah karena sentuhanku?
Atau semua senjata yang disarankan memang seburuk itu?
Penatua Ketujuh yang baik hati tak mungkin sengaja meremehkanku, kan?
Sesampainya di Bukit Mingyue, Wang Lu menyampaikan pesan dari Penatua Ketujuh pada gurunya, tapi tak sempat menceritakan perihal senjata yang patah itu.
Wang Wu langsung pergi dan menghilang dalam waktu yang lama.
Wang Lu menyisi ke lereng bukit, memperhatikan para murid yang sedang berlatih di pekarangan Serambi Ketua di bawah sana.
Dua teman satu angkatannya—juara dua dan juara tiga yang terpilih menjadi murid internal, sekarang sudah berkembang pesat.
Yu Fengmu paling memukau.
Yu Fengmu adalah pangeran ketujuh dari Kekaisaran Lijingguo, juara dua sewaktu perekrutan.
Sekarang dia juara satu, batin Wang Lu dengan pahit. Juara di dalam segala aspek.
Entah itu kemampuan maupun ketampanan, ditambah latar belakang kekaisaran, wibawa dan daya tarik Yu Fengmu memang tak terkalahkan.
Membuat Wang Lu tersengat rasa iri.
Sebenarnya, kalau diingat lagi, Yu Fengmu mendapatkan juara dua juga tak lepas dari campur tangan Wang Lu.
Bisa dikatakan jika Wang Lu tak banyak membantunya, dia bahkan tak bisa mencapai gerbang.
Bukan gerbang biasa. Tapi gerbang pembatas alam, seperti portal gaib. Disebut Gerbang Kepala Naga.
Dikatakan Paviliun Longtian dibangun dari kerangka Naga Langit. Untuk bisa memasukinya, seseorang harus melewati Gerbang Kepala Naga.
Sekali saja berhasil melewati ujian ini, selamanya orang itu sudah bisa keluar-masuk area ini.
Tapi Gerbang Kepala Naga hanya terbuka setiap sepuluh tahun sekali, dan untuk mencapainya, setiap orang harus melewati jembatan kabut yang bisa membuat orang berhalusinasi.
Wang Lu, dengan kepribadian dan kesadaran sempurna, tidak terpengaruh oleh ilusi kabut, menyadarkan Yu Fengmu dan memandunya untuk mencapai gerbang, mendampinginya sepanjang jalan, melindunginya saat dalam bahaya, menginstruksinya supaya mereka bisa melewati setiap rintangan itu bersama-sama.
Sampai saat terakhir, nilai mereka selalu imbang. Kemudian dihadapkan untuk saling mengalahkan.
Pertarungan melawan Yu Fengmu memaksa Wang Lu hingga tahap yang paling ekstrem, di akhir kemenangannya, kekuatannya tiba-tiba tak terkendali. Jika ia melepaskannya, ia akan membunuh Yu Fengmu, tapi jika ia menariknya kembali, ia akan menghancurkan dirinya sendiri.
Dan Wang Lu memilih menghancurkan dirinya.
Yu Fengmu tahu persis akan hal itu!
Dan ia sangat berterima kasih.
Tapi kata terima kasih saja tak cukup untuk membalas semua yang telah dilakukan Wang Lu. Terutama sekarang Wang Lu berakhir sebagai orang tak berguna.
Jadi, sebagai gantinya, Yu Fengmu berjanji akan menjadi lebih kuat agar bisa melindungi Wang Lu.
“Mulai sekarang, akulah yang akan melindungimu!” janji Yu Fengmu.
Dan itu telah dibuktikannya!
Tepat setelah Wang Lu jatuh ke palung dan jadi bahan tertawaan, Yu Fengmu selalu jadi orang pertama yang membelanya.
Bahkan ketika seseorang mencemooh Wang Lu di belakang Wang Lu, Yu Fengmu akan menindaknya tanpa sepengetahuan Wang Lu.
“Kau tidak mengecewakanku,” gumam Wang Lu tanpa bisa menutupi perasaan irinya.
“Siapa? Aku?”
Suara seseorang di belakangnya membuat Wang Lu terperanjat. “Shi—Shifu!”
Gurunya tahu-tahu sudah berdiri di belakangnya.
“Akhirnya kau mulai mengerti ketulusanku!” seloroh gurunya dengan sikap masa bodoh.
“Siapa yang membicarakanmu?” dengus Wang Lu.
“Ikut aku!” instruksi Wang Wu sambil berbalik, tidak memedulikan dengusan Wang Lu.
“Ke mana?” tanya Wang Lu.
“Kau akan tahu,” jawab Wang Wu tanpa menoleh.
Wang Lu memaksa dirinya bangkit dan mengekor di belakang gurunya tanpa bertanya lagi.
Beberapa saat kemudian, mereka sampai di depan sebuah gerbang batu yang dijaga dua pengawal dengan helm baja dan tombak yang bersilangan.
Sebuah papan bertuliskan: Gunung Dalam, terpampang di atas gerbang itu.
Gunung Dalam adalah tempat paling sakral di Paviliun Longtian. Tidak sembarang orang diizinkan masuk, terutama seorang murid.
Tapi Wang Lu berbeda.
“Dia murid pewarisku!” kata Wang Wu pada kedua penjaga itu, tentu saja dengan sedikit tekanan aura pembunuh.
Lalu keduanya pun diizinkan masuk.
“Wuah! Ini Gunung Dalam?” Pemandangan di balik gerbang itu membuat Wang Lu terpukau.
Dilihat dari luar, gerbang tadi terlihat seperti gua. Tampak gelap di bagian dalam.
Mungkin gerbang itu ditutupi energi spiritual seperti portal gaib, pikir Wang Lu.
Ada lapangan rumput yang lebih luas dari pekarangan pondok mereka, seperti bukit landai yang menjorok ke sungai di lembah sana. Sungai kecil berair bening bagaikan kristal. Permukaannya tampak berkilauan bagaikan permata yaspis.
Sebuah jembatan kayu rendah tanpa pagar pembatas, membentang di atas sungai kecil itu, menghubungkan lapangan rumput dengan taman bunga di seberang sungai.
Dua buah gunung bertengger di seberang taman bunga, dan sebuah gazebo di seberang sungai dekat jembatan.
Segala sesuatu di sana bercahaya berwarna-warni.
Daun-daun, pepohonan, rerumputan dan bunga-bunga, menyala seperti lampion. Bahkan kupu-kupu menyala seperti kunang-kunang, berwarna-warni seperti lentera sungai.
Serbuk cahaya berwarna-warni bertebaran di mana-mana seperti debu menyala.
Seperti dunia peri, pikir Wang Lu. Jelas sekali tempat ini dipenuhi energi murni. Pantas saja Ketua berlatih tertutup di sini!
Benar!
Ketua Paviliun Longtian yang sampai sekarang masih jadi misteri, katanya sedang berlatih tertutup di salah satu gunung di seberang sana.
“Omong-omong… untuk apa kita ke sini?” tanya Wang Lu saat mereka mulai menyeberang di atas jembatan.
“Biar kuberitahu,” kata Wang Wu sembari merenggut bahu Wang Lu.
“Shi–Shifu! Kau mau apa?” Wang Lu tersentak dan gelagapan, dan sebelum ia menyadari apa yang terjadi, Wang Wu sudah mendorongnya ke sungai.
BRUUUUSSSH!
Wang Wu menepuk-nepukkan kedua telapak tangannya seperti sedang menepiskan debu, kemudian menyeringai sembari bersedekap.
“Shifu!” Wang Lu meronta-ronta di dalam air. “KENAPA AKU DIRENDAM LAGIIII?”
ketukan Duanmu Jin...!!!
Cuma tidak bisa tidur, gara2 ulah Wang Lu...
👍👍👍
kata si Mulan Jameela
Dia waras....
Atau Sableng...???
2. Penjara Dewa
3. Jurus-jurus rahasia Wang Wu, dll
Apakah Wang Wu, Dewi pendisiplinan ?
😜😜😜