Bagaimana perasaanmu jika teman kecilmu yang dahulunya cupu, kini menjadi pria tampan, terlebih lagi ia adalah seorang CEO di tempatmu bekerja?
Zanya andrea adalah seorang karyawan kontrak, ia terpilih menjadi asisten Marlon, sang CEO, yang belum pernah ia lihat wajahnya.
Betapa terkejutnya Zanya, karena ternyata Marlon adalah Hendika, teman kecilnya semasa SMP. Kenyataan bahwa Marlon tidak mengingatnya, membuat Zanya bertanya-tanya, apa yang terjadi sehingga Hendika berganti nama, dan kehilangan kenangannya semasa SMP.
Bekerja dengan Marlon membuat Zanya bertemu ayah yang telah meninggalkan dirinya sejak kecil.
Di perusahaan itu Zanya juga bertemu dengan Razka, mantan kekasihnya yang ternyata juga bekerja di sana dan merupakan karyawan favorit Marlon.
Pertemuannya dengan Marlon yang cukup intens, membuat benih-benih rasa suka mulai bertebaran dan perlahan berubah jadi cinta.
Mampukah Zanya mengendalikan perasaannya?
Yuk, ikuti kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velvet Alyza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hoki
"Maaf, Pak. Tapi, sebelum saya memutuskan bersedia atau tidaknya, boleh kan saya tau detail tentang status kepegawaian saya, gaji, dan lain-lainnya?" Tanya Zanya.
Zanya tidak bimbang ataupun ragu untuk menerima tawaran ini, namun tetap saja ia perlu tahu detailnya.
Dwi terkekeh."Oh iya, maaf...maaf... Saya terlalu terburu-buru bertanya kamu bersedia atau tidak. Untuk status kepegawaian, kamu akan dikontrak langsung oleh Pak Marlon, jadi kedepannya, kamu tidak akan ada hubungan dengan Great Corps lagi. Lengkapnya kamu bisa baca di kontrak ya." Ujarnya.
Bu Amel menyerahkan map berisi kontrak kerja kepada Zanya. Zanya menerimanya, dan mulai membaca.
Mata Zanya melebar saat melihat jumlah gaji yang ditawarkan. Rasanya ia ingin menjerit, saking senangnya. Dengan gaji sebanyak itu, tentu ia bisa melunasi hutang-hutang dengan lebih cepat. Bahkan 2 bulan gajinya saja bisa membayar lunas hutang itu, dan masih ada sisa untuknya.
"Zanya, Pak Dwi, silahkan dilanjut pembicaraannya, saya permisi keluar, ada beberapa urusan." Ujar Bu Amel.
"Oh iya, Bu Amel. Terimakasih banyak, Bu." ucap Dwi.
Selesai membaca kontraknya, Zanya pun menandatangani kontrak itu. Tidak apa-apa ia tidak menjadi karyawan tetap, asalkan ia mendapatkan gaji besar, dengan gaji besar itu, ia bisa menabung lebih banyak, sehingga keinginannya untuk buka usaha pun bisa terwujud, pikirnya.
"Zanya, kamu sudah baca kontraknya dengan teliti kan?" Tanya Dwi.
Zanya mengangguk. "Iya, Pak!" jawabnya mantap.
"Dengan menandatangani kontrak ini, artinya kamu sudah terputus dari Great Corps walau kamu masih bekerja disini. Sekaligus sudah berstatus sebagai asisten Pak Marlon, dengan semua kewajiban dan tanggung jawabnya." Ujar Dwi serius.
"Kamu baca kan, kamu harus menjaga rahasia pihak pertama, atau Pak Marlon?" tanyanya kemudian.
Zanya mengangguk. "Iya, Pak! salah satu kewajiban saya adalah menjaga privasi Pak Marlon." Jawab Zanya mantap.
"Oh iya, ada satu lagi. Nanti kalian, para asisten akan tinggal di wisma yang berdekatan dengan Pak Marlon, di lantai paling atas Great building." ujar Dwi. "Dan ini adalah rahasia, tidak ada pegawai Great Corps yang tahu tempat tinggal Pak Marlon selain saya, karena ditakutkan akan membahayakan Pak Marlon.
Zanya menganggukkan kepala.
"Nanti, sepulang kerja, kamu temui saya di lobi ya, saya akan tunjukkan wisma nya, supaya kalian bisa segera pindah, dan senin mulai bekerja di kantor CEO." ujar Dwi.
Ini adalah hari sabtu, artinya Zanya punya waktu sehari untuk pindah.
Zanya tidak keberatan sama sekali, karena sebenarnya ia tidak memiliki banyak barang.
***
Zanya bersenandung dalam hati sepanjang perjalanan dari kantor HRD ke kantor General Affair.
"Zanya! Ayo ke ruangan saya!" Andi langsung memanggil setibanya Zanya di mejanya.
"Gimana? Kamu beneran dipindah ke divisi lain?" Tanya Andi.
Zanya mengangguk."Iya, pak." Jawabnya.
"Jadi, kamu tolak atau terima?" Tanya Andi penasaran.
"Saya terima, Pak." jawab Zanya.
"Kok kamu terima?!" Suara Andi meninggi. "Kan saya udah bilang, kalau kamu mau dipindahin ke divisi lain, kamu tolak!" ujarnya setengah membentak.
"Maaf, Pak. Saya direkrut langsung oleh Pak Marlon untuk jadi asistennya. Saya terima, karena jelas lebih menguntungkan bagi saya kalau saya menerima tawaran itu." Jawab Zanya lugas.
Mata Andi terbelalak, mulutnya terbuka, ia seakan tak percaya, karyawan kontrak yang baru 4 bulan bekerja di sini, langsung direkrut menjadi asisten Marlon.
***
Pukul 14:00 Zanya segera turun ke lobi untuk bertemu Dwi, sekretaris Marlon. Sampai di lobi, Zanya duduk, kemudian mengeluarkan sebuah novel untuk ia baca sambil menunggu.
"Zanya, Radit, Ayo ikut saya!" Suara Dwi mengejutkan Zanya, Zanya pun mendongak dan melihat Dwi berdiri di dekat resepsionis. Ternyata Dwi sangat tinggi, tubuhnya tegap dan tampak berwibawa. Saat di ruang HRD tadi Zanya tidak begitu memperhatikannya.
Zanya berdiri dan berjalan menghampiri Dwi, Zanya melihat ada seorang pemuda yang juga berjalan ke arah yang sama. Pemuda itu sepertinya seumuran dengan Zanya, ah mungkin dia asisten yang satu lagi, pikir Zanya.
"Zanya, ini Raditya. Radit, ini Zanya. Kalian berdua akan menjadi partner." Dwi mengenalkan mereka berdua.
Zanya dan Radit pun bersalaman sambil saling melempar senyum. Zanya memperhatikan Radit sekilas, pemuda itu tidak terlalu tinggi seperti Dwi, namun tubuhnya terlihat sempurna, otot-otot tubuhnya tetap terlihat dibalik kemeja yang ia pakai.
"Ayo! kita langsung ke atas." ajak Dwi, lalu berjalan menuju lift ekslusif.
Zanya dan Radit pun mengikuti Dwi. Sampai di depan lift, Dwi mengeluarkan acces card dan menempelkannya pada acces control di samping pintu lift, dan lift pun terbuka. Dwi masuk, diikuti Zanya dan Radit. Setelah menekan tutup pintu, Dwi menekan angka 20 di lift.
Tak sengaja Zanya dan Radit saling tatap, ekspresi mereka berdua seolah berkata 'Oh, ternyata lift ekslusif memang beda' karena selama mereka bekerja, ada 3 lift yang biasa di pakai para pegawai, dan tidak ada akses ke lantai 20, hanya sampai lantai 17, bahkan mereka tidak tahu ada ada lantai lain diatas lantai 17.
Zanya mengedarkan pandangannya, lift ini terlihat sangat mewah dan artistik, sangat berbeda dengan lift yang biasa ia pakai. Selama ini Zanya hanya bertanya-tanya dalam hati, orang-orang seperti apa yang bisa menaiki lift ekslusif yang ada di kantornya. Zanya tidak pernah menyangka ia sendiri akan bisa mengakses lift ekslusif ini. Dalam hati Zanya ingin berteriak saking senangnya.
"Nanti kalian berdua akan mendapatkan kartu akses lift, dan juga kartu akses wisma." Ujar Dwi.
Sampai di lantai 20, Dwi melangkah keluar dari lift, Zanya dan Radit mengekor di belakangnya.
"Hari ini Pak Marlon sedang ke rumah orangtuanya, dan hari senin beliau akan berangkat kerja dari rumah orangtuanya. jadi kalian tidak bisa bertemu dengannya. Nanti senin kalian akan berkenalan langsung di kantor CEO." Ujar Dwi sambil berjalan.
Zanya dan Radit mengangguk-angguk.
"Wisma Pak Marlon ada disana." Dwi menunjuk ke sebuah pintu paling ujung.
"Ruangan ini bisa dibilang lobi wisma, kadang Pak Marlon menyambut tamu di sini, jika tamunya bukan orang dekat." Dwi menjelaskan.
"Radit, tunggu di sini sebentar, saya mau antar Zanya ke wisma nya dulu." Ujar Dwi, Radit mengangguk dan duduk di sofa.
Dwi membuka pintu dengan akses card khusus, kemudian masuk ke dalam ruangan.
"Ini ruangan kamu, dan ini akses card nya, kamu simpan sendiri." Ujar Dwi seraya menyerahkan kartu berwarna silver bertuliskan Great Building.
Zanya berkeliling, ruangan itu memiliki dapur dilengkapi perabotnya, di sebelahnya lagi ada sebuah sofa berukuran sedang, satu meja, dan ada tv yang di tempel di dinding. Zanya membuka pintu ke ruangan lain, yang ternyata adalah sebuah kamar. Zanya berdecak kagum melihat ranjang berukuran besar, dengan rak buku yang masih kosong, lemari baju yang besar dan dilengkapi kaca, dan sebuah kaca rias yang elegan.
"Pak, boleh gak saya ajak orang nginap di sini?" tanya Zanya.
Dwi tersenyum."Kamu mau ajak pacar kamu?" tanyanya.
"Bukan, Pak. Saya mau ajak teman saya sesekali, dan saya juga mau minta bantuannya untuk pindah kemari kalau boleh." Jawab Zanya malu-malu.
"Kalau untuk pindahan tentu saja boleh, tapi kalau untuk menginap, kamu bisa tanyakan bosmu nanti." Jawab Dwi sambil mengerlingkan matanya.
"Hmm... Pak, kalo boleh tahu, di lantai 17 sampai 19 itu apa ya?" Tanya Zanya penuh rasa ingin tahu.
Dwi terkekeh, "Nanti juga kamu tahu sendiri, dan itu adalah salah satu hal yang harus kamu rahasiakan." Ujarnya sambil tersenyum penuh arti.
Kelamaan Up gua sedot Ubun² lu thor /Facepalm/