Hai, kenalin! Ini adalah novel gue yang bakal ngajak kalian semua ke dunia yang beda dari biasanya. Ceritanya tentang Lila, seorang cewek indigo yang punya kemampuan buat liat dan ngerasain hal-hal yang nggak bisa dilihat orang lain. Tapi, jangan mikir ini cuma cerita horor biasa, ya!Lila ini kerja di kota besar sebagai jurnalis, sambil terus nyoba buat hidup normal. Sayangnya, dunia gaib nggak pernah jauh dari dia. Dari gedung-gedung angker sampai pesan misterius, Lila selalu ketarik ke hal-hal aneh yang bikin bulu kuduk merinding. Di tengah kesibukannya ngeliput berita, Lila malah makin dalam terlibat dengan makhluk-makhluk dari dunia lain yang seolah ‘nungguin’ dia buat ngungkap rahasia besar.Penasaran gimana dia bakal hadapin semuanya? Yuk, ikutin terus perjalanan Lila di "Bayangan di Kota: Kisah Gadis Indigo". Siap-siap deh, karena lo bakal nemuin banyak misteri, ketegangan, dan sentuhan supranatural yang bikin lo nggak bisa berhenti baca!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hansen Jonathan Simanjuntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Antara Nyata dan Gaib
Setelah kejadian di rumah paranormal kemarin, Lila jadi susah tidur. Bayangan wajah si paranormal terus muncul di pikirannya. Kata-katanya juga, tentang “mereka akan terus datang kepadamu,” bikin Lila ngerasa kayak dijagain hantu tiap malam.
“Ya ampun, apaan sih ini? Gue pengen hidup normal aja!” Lila ngeluh sambil berguling di kasurnya. Mata udah lima watt tapi otaknya nggak mau diem. Kebayang-bayang terus sama apa yang dia liat, dan sekarang ditambah kata-kata si paranormal.
Pagi itu, Lila bangun dengan mata panda. “Coba kalo gue bisa tidur kayak orang normal,” gumamnya sambil lihat pantulan dirinya di cermin. Nggak butuh waktu lama buat dia siap-siap, pake jaket hoodie kebesaran, jeans belel, dan sneakers andalannya. Hari ini dia ada janji sama Rina buat ketemu di kafe sambil ngerjain tugas.
...****************...
Di kafe, suasana rame banget. Anak-anak muda nongkrong sambil scroll TikTok, ngerumpi, atau kerja di laptop masing-masing. Lila ngelirik meja tempat Rina duduk sambil melambai.
“Yo, Lil! Mukanya kenapa tuh? Habis nonton marathon film horor?” Rina langsung nyindir.
Lila cuman senyum setengah hati, terus duduk. “Jangan tanya deh. Gue nggak bisa tidur semalem.”
Rina ngangkat alis. “Lagi mikirin paranormal itu ya?”
Lila cuma angguk. “Iya, Rin. Gue nggak tau kenapa, tapi kata-katanya bener-bener nempel di otak gue. Serasa gue lagi dikasih tugas buat ngadepin sesuatu yang lebih gede dari yang gue kira.”
“Yaudah sih, cuekin aja. Mungkin dia cuma sok pinter. Lagian kan paranormal emang suka bikin orang paranoid!” Rina bercanda sambil nyeruput kopi.
“Tapi masalahnya, gue ngerasa ada yang bener sama apa yang dia bilang. Gue... gue beneran liat mereka, Rin. Dan semakin lama, semakin banyak.”
Rina langsung diem. “Serius lo?”
“Iya, Rin. Ini bukan pertama kali, tapi sekarang makin jelas. Bahkan kadang gue nggak bisa bedain mana yang manusia, mana yang bukan,” Lila menghela napas panjang, akhirnya ngebuka semua ke temennya itu.
“Gila sih, Lil. Kalo gue jadi lo, mungkin udah stress duluan,” Rina ngelus jidat. “Tapi lo kuat ya. Gue kagum sama lo.”
“Kagum apaan? Gue malah pengen lari dari semua ini,” Lila tersenyum kecut. “Gue pengen hidup normal, Rin. Pengen ngerasa kayak cewek biasa yang kerja di kota, punya temen, nongkrong, tanpa harus ngadepin arwah gentayangan setiap hari.”
Rina terdiam, mungkin bingung harus ngomong apa. “Ya gue nggak tau ya, Lil, tapi mungkin lo nggak sendirian. Maksud gue, mungkin di luar sana ada orang yang juga punya kemampuan kayak lo. Lo cuma belum ketemu mereka.”
...****************...
Setelah obrolan di kafe, Lila jalan-jalan sendirian. Dia butuh waktu buat ngilangin rasa cemasnya. Berjalan di trotoar yang ramai bikin dia merasa sedikit normal lagi, kayak orang-orang lain yang cuma peduli sama urusan kerja, belanja, atau scroll medsos.
Tapi langkahnya tiba-tiba berhenti di depan sebuah gedung tua. Ya, gedung yang sama yang dia liput waktu itu. Entah kenapa kakinya kayak otomatis bawa dia ke sini.
“Kenapa gue balik lagi ke sini?” pikir Lila, matanya menatap lurus ke jendela lantai dua. Bayangan hitam yang dulu dia liat masih terngiang. Di siang bolong kayak gini, seharusnya nggak ada yang aneh, tapi aura gedung ini tetep bikin bulu kuduknya berdiri.
Tanpa sadar, Lila mendekat. Pintu gedung itu sedikit terbuka. “Ah, nggak bener nih,” pikirnya. Tapi kayak ada sesuatu yang manggil dia masuk.
Dia ngambil napas panjang. “Oke, cuma sebentar,” katanya ke diri sendiri. Dengan langkah pelan, Lila masuk ke dalam gedung. Bau debu langsung menyergap, suasana dalamnya gelap dan dingin. Jauh lebih sunyi dari luar.
“Kenapa gue ada di sini?” pikirnya sambil terus berjalan ke tengah ruangan.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Lila langsung berhenti, jantungnya berdetak kencang. Dia nggak sendiri.
“Siapa di sana?” Lila mencoba bertanya, tapi nggak ada jawaban. Suara langkah itu berhenti, dan udara di sekitarnya terasa makin berat.
“Gue nggak seharusnya di sini,” batinnya. Tapi saat dia mau berbalik, sebuah bayangan hitam muncul di ujung ruangan.
Lila terdiam, menatap bayangan itu dengan ngeri. Bayangannya tinggi, nggak jelas bentuknya, tapi dia tau pasti itu bukan manusia. Seketika, ruangan terasa semakin sempit, udara dingin menusuk kulitnya.
“Kenapa gue selalu nemuin hal-hal kayak gini?” Lila mulai panik, tapi tubuhnya nggak bisa gerak.
Tiba-tiba, bayangan itu mendekat dengan cepat, dan... cling!!
Lila langsung terbangun di atas kasur, napasnya tersengal-sengal. “Apa-apaan tadi?! Mimpi?!” Lila mencoba menenangkan diri. Dia melihat sekeliling, memastikan kalau dia benar-benar di kamarnya.
Dia menyentuh dadanya yang masih berdebar-debar. “Kenapa mimpi gue kayak nyata banget?” gumamnya, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di gedung itu.
...****************...
Hari berikutnya, Lila merasa nggak enak badan. Mungkin karena kurang tidur, ditambah rasa takut yang nggak ilang-ilang dari mimpi tadi malam. Meski begitu, dia tetap nekat ke kantor.
Di meja kerjanya, Rina udah nunggu dengan muka penasaran. “Lil, lo nggak cerita-cerita lagi kemarin? Ada update soal hantu-hantuan itu?”
Lila mendesah. “Kemarin gue mimpi aneh banget, Rin. Kayak gue balik lagi ke gedung itu dan... gue liat makhluk hitam lagi.”
Rina langsung meletakkan kopinya. “Makhluk hitam? Yang sama kayak yang di gedung waktu itu?”
“Iya, sama persis. Tapi kali ini dia ngedeketin gue. Gue kayak nggak bisa ngapa-ngapain, dan gue beneran ngerasa takut banget,” Lila bercerita, suaranya masih gemetar.
Rina terdiam, jelas kebingungan. “Lo yakin itu mimpi?”
Lila menatap Rina dengan serius. “Entahlah, Rin. Kadang gue nggak bisa bedain mana mimpi, mana kenyataan.”
Rina menghela napas. “Gue nggak tau harus ngomong apa, Lil. Tapi gue rasa lo perlu istirahat. Jangan terlalu dipaksain buat ngeliput atau apapun deh.”
Lila mengangguk. “Iya, mungkin gue butuh waktu buat tenangin diri.”
...****************...
Setelah pulang kantor, Lila memutuskan buat jalan-jalan lagi. Dia nggak mau langsung pulang dan terjebak dengan pikirannya sendiri.
Kali ini, dia jalan ke taman kota. Suasana di sana lebih tenang, banyak orang duduk di bangku taman, anak-anak kecil main bola, dan beberapa pasangan asyik jalan-jalan sore.
Lila duduk di salah satu bangku, ngambil napas dalam-dalam. “Gue cuma perlu rileks,” pikirnya. Tapi saat dia lagi mencoba tenang, tiba-tiba ada suara anak kecil tertawa di dekatnya.
Lila menoleh. Di pojokan taman, ada seorang anak kecil lagi lari-lari, tapi... nggak ada orang dewasa yang ngawasin dia.
“Hah? Kok sendirian?” pikir Lila. Dia terus memperhatikan anak itu, dan tiba-tiba, anak kecil itu berhenti. Menatap langsung ke arah Lila, dengan tatapan tajam yang bikin Lila merinding.
“Eh, apaan nih?” Lila mulai nggak nyaman. Anak itu tetap berdiri di tempatnya, masih menatap Lila tanpa berkedip.
Lila berdiri, siap buat ninggalin taman. Tapi sebelum dia sempat melangkah, anak itu tiba-tiba menghilang. Begitu saja, seperti asap yang ditiup angin.
Lila terdiam, bingung. “Gue ngeliat apa tadi?”
...****************...
Saat malam tiba, Lila kembali ke kosan dengan perasaan campur aduk. Dia duduk di tepi tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar yang tiba-tiba terasa begitu sempit.
"Apa gue bisa terus kayak gini?" bisik Lila.
Dia tahu, semakin hari, semakin banyak hal-hal aneh yang dia lihat. Dan mungkin, mimpi-mimpi buruk itu bukan sekadar mimpi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
pesona Mbak Lila guys