Alya Nadira adalah gadis cantik imut, ceria, humoris,jujur,dan sering membuat orang di sekitarnya tertawa,namun dibalik senyum dan keceriaannya,terpendam luka dalam dan beban berat yang ia tanggung sendiri.
kemudian datanglah 3 cowo dalam kehidupan Alya Nadira, si tukang bolos tengil tapi jujur,si jutek cuek tapi diam diam perhatian dan si ketua geng motor yang di takuti di jalanan namun sangat tergila gila pada Alya.
siapakah 3 cowo tersebut,dan siapakah diantara mereka yang bisa melihat penderitaan Alya,pada siapa kah Alya menambatkan hatinya, jangan lupa mampir baca....☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cinta liya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TAWURAN KEMBALI
"HAAAA ... !! SIAPA YANG MATI ?!!"
Teriak Eni dan Mahendra,disusul dengan paniknya seluruh penghuni kontrakan.
"Mana yang mati? Dimana? Siapa?Tua atau muda? Cakep apa burik?" Semua penghuni kontrakan bertanya tanya sembari berlari mendekat.
"Waduh ... ! Gawat, ini kan mas Alex,anak pemilik seluruh kontrakan di komplek ini. "Ungkap pak Tejo salah satu penghuni kontrakan juga, di sambut tangisan Alya yang semakin menjadi.
"Haaaa ... Hik hik ... "
"MATI AKU ...,kalau dia beneran mati gimana?" Batin Alya.
"Kejadiannya gimana sih Al." Tanya Eni sang mama.
"Aku tadi pukul dia pake gayung itu,terus tiba tiba jatuh nggak gerak."Ungkap Alya.
"Jangan jangan gayungnya ada penghuninya lagi pah,lalu dia jadi tumbal." Lanjut Alya makin konyol.
Semua orang yang tadinya panik jadi terkekeh mendengar ucapan Alya,sejak zaman kapan gayung plastik ada penghuninya.Alex pun di buat semakin merasakan sakit di perutnya akibat terlalu lama menahan tawa.
"Apaan sih Al ... Aneh banget,kamu kebanyakan nonton film horor." Ucap pak Tejo.
"Film horor juga nggak segitunya kali ... "Sambung Albar menggelengkan kepala.
"Pah coba periksa pah ... " Lanjut Alya yang semakin ketakutan.
"Coba papa periksa ya ..." Ucap Mahendra membuka telapak tangan si cowo.
"Papah periksa apaan sih pah,denyut nadi kan di pergelangan tangan pah bukan di telapak tangan,kaya orang mau meramal ... " Ucap Albar dengan kesal.
"Papah nggak tau caranya hehe ... " Mahendra tersenyum bodoh,disambut sorakan para tetangga.
Wuuuuuh ... Gimana sih ....!
"Napas buatan aja, siapa yang mau kasih ...? Ucap pak Tejo menanyakan ke seluruh penghuni kontrakan.
Pak Tejo aja deh yang udah di depan cowo itu ... Ucap Alya.
"Rese bener nih cewe,masa aki aki peot begitu kasih napas buatan buat cowo sekeren gue." Benak Alex dalam hatinya.
Alex cepat cepat membuka matanya perlahan,sebelum Pak Tejo benar benar akan mendaratkan bibir keriputnya.
Semua orang tampak lega melihat Alex membuka matanya,termasuk Alya yang sedari tadi menangis,kini mulai tersenyum lega.
"Sebaiknya aku tidak membuat keributan dan masalah dengan pemilik kontrakan,apalagi dia udah pingsan gara gara aku,nggak mungkin juga kan aku bilang yang sebenernya,bisa heboh dan ribet nantinya,nggak papa deh aku rela_in ciuman pertama aku. " Benak hati Alya sibuk dengan pikirannya.
"Kenapa kamu pukul Alex pake gayung Al.?"Tanya Eni mamanya membuyarkan pikiran Alya yang sedari tadi sibuk.
"Mmmm ... Cuma salah paham." Alex yang menjawab.
"hahaha ... Iya cuman salah paham." Tambah Alya yang tertawa bodoh.
"Kamu nggak papa kan.? Masih waras.? Tanya Alya di sambut tatapan jutek si cowo.
"Ya waras lah sejak kapan aku gila. Ucap Alex
"Ya ... Kali aja kesurupan hantu gayung." Ucap Alya dengan wajah polos,di sambut kekehan semua orang.
Alex pun berdiri dan mengatakan kalau dia baik baik saja,dan meminta maaf atas kehebohan ini,Alya dan Alex pun setuju untuk melupakan permasalahan ini.lalu Alex permisi dan melanjutkan langkahnya pulang.
ALYA PUN BERANGKAT SEKOLAH ...
Sampai di sekolah ternyata Alya mendapat peringkat ke 2, walaupun tidak peringkat pertama,Alya tetap tersenyum senang,bersyukur karna dia sudah berusaha semaksimal mungkin.
Mata Alya terus saja menatap ke arah gerbang sekolah , memperhatikan para orang tua wali murid yang datang mengunjungi perpisahan sekolah, berharap orang tuanya juga datang mengunjungi perpisahan sekolah,tapi sayang nya jangan kan datang mengunjungi perpisahan,tanda tandanya mereka muncul saja tidak ada.
Para guru pun bertanya pada Alya ,kenapa orang tuanya tak datang,Alya hanya bisa menjawabnya dengan tatapan mata tertuju ke bawah,tersenyum dan mengatakan bahwa orang tuanya tidak datang mengunjungi perpisahan sekolah karna mereka ada urusan penting yang tidak bisa di tinggalkan.
Akhirnya acara perpisahan pun selesai,Alya pulang dengan senyum cerah terpancar dari wajahnya yang imut dan cantik,memegang piala kejuaraan, berharap orang tuanya akan bangga padanya ketika melihat dia membawa piala.
Brak ... ! PRANG ... !! Gle_pra_kk ... !!
Dari kejauhan terdengar suara keributan yang begitu heboh, terlihat banyak orang bergerombol di luar rumah kontrakan orang tua Alya.
Alya kebingungan menatap semua orang terlihat berbisik-bisik ,dan ada juga yang panik.
"Alya ... ! Teriak seorang perempuan paruh baya melambai memanggil Alya terlihat panik.
"Mama papa kamu lagi bertengkar hebat ...! " Lanjut teriaknya lagi.
Dengan cepat dan tergesa gesa, Alya lari menuju rumah,di iringi rasa takut dan cemas di setiap langkahnya.
Apalagi kalau bukan karna Ayahnya yang menghabiskan seluruh uang dagangan untuk kegemarannya ,yaitu berjudi.
DEG !!
Seketika langkah Alya terhenti, du..g du... g du ... g,jantungnya terpacu cepat,bagaikan tabuhan genderang perang
Matanya membulat tajam tertuju pada sang ayah,dengan cepat Alya menjatuhkan tas dan pialanya, lalu lari segera mencengkram kuat tangan sang ayah dengan di iringi buliran bening kekecewaan yang mengalir di pipinya yang mulai memerah.
Alya mencengkram kuat tangan Mahendra yang memegang golok,Alya berusaha melepaskan si golok dari genggaman tangan kekar Sang ayah,namun tenaga Alya saja tidak mungkin dan mustahil bisa.
"Pah? Apakah untuk ini papa memegang golok.?"Tanya Alya sembari memposisikan si golok di lehernya sendiri,disambut tatapan panik, takut Eni dan para tetangga yang lain,juga Albar yang memperhatikan dari jauh mengepalkan tangan kuat kuat.
Mahendra yang tadinya di puncak emosi,wajahnya kini berubah terkejut dan takut, merasakan lemas di tangannya,mulai sadar seketika melihat tatapan kecewa putri kesayangannya.
Mahendra memang penjudi akut dan sering KDRT pada istrinya,tapi dia tidak pernah sekali pun kasar pada kedua anaknya,dia malah terkesan lembut pada anak anak.
"Sampai kapankah ini akan berlanjut pah?"
"Kapan papah akan berubah?"
"Tidak bisakah papah memilih kami dari pada berjudi?"
"Ataukah memang berjudi lebih penting di mata papa dari pada kebahagiaan dan masa depan keluarga kecil kita pah?" Ucap Alya panjang lebar disambut tatapan sang ayah Mahendra yang diam mematung.
Mahendra pun melepas golok di tangannya,meletakan golok itu di atas meja,Alya tersenyum sembari menahan tangisnya,lalu memungut sang piala, dan memberikannya pada sang Ayah.
"Alya juara dua pah ... "Ucapnya masih lembut pada sang ayah.
Mahendra memegang piala kejuaraan putrinya,bibirnya terdiam seribu bahasa,hanya matanya yang berkaca kaca, lalu dengan lemas meletakan piala itu juga di atas meja.
Mahendra melangkah pergi dengan kepala merunduk,entah apa yang ada di pikiran sang Ayah,Alya hanya berharap ayahnya akan sadar,dan menjadi imam yang lebih baik.
Bagi Alya ayahnya sudah tidak melanjutkan aksi goloknya itu pun sudah beruntung.
Tatapan Alya beralih ke Eni sang ibu,yang duduk terkulai menangis dengan lebam di pipinya, "teganya sang ayah memukul wajah mama." batin Alya.
Alya mendekat memeluk dan mengusap punggung ibunya menenangkan seraya mendengarkan keluh kesah ya.
Tetangga yang lain pun ikut masuk dan menenangkan Eni,Tante asri teman Mama Eni pun memberikan saran dan pendapatnya.
Sembari ibunya bercerita panjang lebar,Alya membereskan kekacauan yang ada di dalam kontrakan,ruangan terlihat seperti pembuangan sampah,sayur sayur berserakan belum lagi alat dagangan,benar benar kacau.Sedangkan Albar ternyata mengikuti perginya sang ayah Mahendra.
Di antara para tetangga yang membantu,ternyata ada Alex yang tadi pagi di dalam kamar mandi bersama Alya.
"KAMU NGGAK PAPA ? TANYA ALEX DENGAN WAJAH YANG PRIHATIN.