Seperti artinya, Nur adalah cahaya. Dia adalah pelita untuk keluarganya. Pelita untuk suami dan anaknya.
Seharusnya ...
Namun, Nur di anggap terlalu menyilaukan hingga membuat mereka buta dan tak melihat kebaikannya.
Nur tetaplah Nur, di mana pun dia berada dia akan selalu bersinar, meski di buang oleh orang-orang yang telah di sinarinya.
Ikuti kisah Nur, wanita paruh baya yang di sia-siakan oleh suami dan anak-anaknya.
Di selingkuhi suami dan sahabatnya sudahlah berat, di tambah anak-anaknya yang justru membela mereka, membuat cahaya Nur hampir meredup.
Tapi kemudian dia sadar, akan arti namanya dan perlahan mulai bangkit dan mengembalikan sinarnya.
Apa yang akan Nur lakukan hingga membuat orang-orang yang dulu menyia-nyiakannya akhirnya menyesal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Ketukan di pintu membuat keduanya terdiam. Pamungkas berinisiatif bangkit untuk mengetahui siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
"Pah?" panggil putra bungsunya— Bisma.
"Adek? Ada apa?"
"Bisma lapar, mamah mana Pah?"
Pamungkas lantas menoleh kebelakang. Dia bingung hendak mengatakan apa pada putra bungsunya itu.
Nur yang mendengar suara putra bungsunya yang mengeluh kelaparan, segera menghapus air matanya dan mendekati keduanya.
"Adek maaf, ayo mamah siapkan makanan!" ajak Nur sambil merangkul putranya.
Pamungkas sedikit bernapas lega melihat sikap Nur. Dia sungguh sangat kagum dengan Nur yang pandai menyembunyikan perasaannya.
"Mata mamah kenapa sembab? Mamah nangis?" ucap remaja tiga belas tahun itu menatap sang ibu heran.
Nur kemudian tersenyum lalu mengangguk, tak mungkin dia membohongi anak remajanya itu.
"Mamah kangen sama mbah kakung dan mbah uti," dustanya.
"Mamah mau pulang kampung?" pekik Bisma senang.
Mereka menghentikan langkahnya. Terlihat sekali mata remaja itu berbinar saat berpikir jika mereka akan pulang kampung.
"Kan Adek sekolah, gimana sih!" jelas Nur yang membuat senyum putra bungsunya memudar.
"Yah ... Terus mamah mau pulang sendirian gitu? Ngga mau ah," keluhnya.
Nur kembali menggandeng tangan sang putra menuju dapur.
"Belum mamah pikirkan," jawab Nur gamang.
"Nanti aja mah, kalau Bisma sama kakak liburan ya? Kita juga kangen kampung tau!"
Langkah Nur terhenti kala melihat pemandangan di dapur yang kembali menyayat hatinya.
"Nur, Bisma, ayo sini! Aku udah siap-in makan malam loh, maaf, seadanya ya," ucap Sisil tak merasa bersalah.
Sahabat Nur itu bersikap seperti tak terjadi sesuatu pada mereka tadi.
Bisma yang memang mengenal Sisil lantas mendekat menuju meja makan. Remaja itu memang tidak mengetahui masalah orang tuanya tadi sebab dia sibuk bermain game di kamarnya.
"Mah ayo, Sisil udah susah-susah masak buat kita loh!" bujuk Pamungkas.
Pandangan Nur nanar menatap sahabatnya yang sibuk menata makanan di meja makan.
Nur merasa harga dirinya terinjak-injak saat ini. Dia merasa jika Sisil dan sang suami tak menghargai perasaannya.
"Kenapa kamu mengacak-acak dapurku?" tanya Nur dingin.
Mendengar ucapan Nur yang terkesan tak bersahabat, gerakan Sisil terhenti karena terkejut.
"Mah! Apa-apaan sih kamu!" tegur Pamungkas yang tak suka dengan sikap sang istri.
Seperti tadi, Nur pun kembali berbalik dan meninggalkan mereka semua.
Dia pikir Sisil sudah kembali pulang, tapi ternyata tebakannya salah.
Sahabatnya itu justru sudah menunjukan sikap bahwa bisa menggantikannya.
Nur membanting pintu kamarnya lumayan keras. Sesuatu yang tak pernah dia lakukan sejak dulu.
Semarah-marahnya Nur, wanita itu hanya akan menangis dan mengurung diri.
Namun kali ini, karena rasa sakit yang begitu dalam, tanpa sadar dia melakukan sesuatu yang tak pernah dia lakukan.
Pamungkas dan anaknya terkejut bukan main dengan sikap Nur yang tiba-tiba berubah drastis.
"Pah mamah kenapa?" tanya Bisma bingung.
"Bisma, makan dulu ya sama kakak. Biarin mamah tenang dulu," bujuk Sisil yang berusaha mengambil hati anak bungsu sahabatnya.
Dia tahu di antara Amanda dan Bisma, Bisma-lah yang paling dekat dengan Nur.
Sisil tak mau mendapat rintangan dari Bisma jika anak remaja itu kelak menolaknya.
"Mas ayo makam dulu!" ajak Sisil kemudian.
Setelah menghela napas, Pamungkas mengikuti permintaan Sisil untuk mengisi perutnya.
Berhubung dirinya saat itu juga merasa lapar.
"Loh kok tante duduk di situ? Itukan kursi mamah," tegur Bisma tak terima.
Sisil kalang kabut mendengar ucapan anak bungsu kekasihnya itu.
"Cuma masalah duduk Bis, jangan diributin. Lagian mamah juga belum tentu mau makan," sambar Amanda kesal.
"Mamah ngga makan?"
"Bisma, ini cobain deh masakan tante, kata mamah ini makanan favorit Bisma kan?" bujuk Sisil yang tak ingin suasana makan malam mereka semakin buruk.
Terlebih lagi dia sudah sudah susah payah menyiapkan makanan untuk mereka, jadi Sisil tak ingin ada orang lagi yang mengacaukan acara makan malamnya.
"Tapi mamah?" lirih remaja itu cemas.
"Bisma, makan dulu, harga-in dong tante Sisil!" pinta Pamungkas tegas.
Sisil lantas menepuk tangan lelaki itu dan menggeleng, ia tak suka dengan sikap pamungkas yang seperti itu sebab bisa membuat putranya nanti tak suka dengan mereka.
"Bisma makan dulu ya, nanti kita datengin mamah ya?" bujuk Sisil gigih.
Meski merasa aneh dengan sikap papah dan sahabat ibunya, Bisma lantas pasrah dan menurut.
Baru saja makanan itu masuk ke dalam mulutnya, Bisma segera melepehkan lagi makanannya.
"Enggak enak!" ucapnya jujur.
Wajah Sisil memerah menahan malu. Amanda juga mencoba masakan calon ibu tirinya itu dan menghentikan kunyahannya, karena dia setuju dengan sang adik yang mengatakan masakan Sisil memang tak enak.
"Aku ngga mau makan! Aku mau makanan masakan mamah pah!" seru Bisma.
.
.
.
Lanjut
gmn nasib nur yg di susahnya tersebut sm tiga wanita yg egois dan ga tau malu,smg dengan kejadian ini nur jg harun bisa terbebas dr gayatri,dan sedikit melegakan perasaan di hati..kita tunggu nasib gayatri dan kesombongany selama ini