Aruna Nareswari, seorang wanita cantik yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah meninggal dunia. Ia menikah dengan seorang CEO muda bernama Narendra Mahardika, atau lebih sering dipanggil Naren.
Keduanya bertemu ketika tengah berada di tempat pemakaman umum yang sama. Lalu seiring berjalannya waktu, mereka berdua saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.
Mereka berharap jika rumah tangganya akan harmonis tanpa gangguan dari orang lain. Namun semua itu hanyalah angan-angan semata. Pasalnya setiap pernikahan pasti akan ada rintangannya tersendiri, seperti pernikahan mereka yang tidak mendapatkan restu dari ibu tiri Naren yang bernama Maya.
Akankah Aruna mampu bertahan dengan semua sikap dari Maya? Atau ia akhirnya memilih menyerah dan meninggalkan Narendra?
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya, terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon relisya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
"Gimana kalo kita cari makan dulu aja ma?" usul Diandra.
"Yaudah kalo gitu sekarang kita pergi ke restoran dulu, kita tenangin pikiran kita di sana dulu,"
"Oke ma."
Maya pun akhirnya memutar balik mobilnya untuk pergi restoran mewah, tempat biasanya mereka makan.
Walaupun Aruna sudah menjadi pemilik butik terkenal, namun Maya dan Diandra masih menganggapnya sebagai seorang yang miskin. Bagi mereka pemilik butik masih tidak sebanding dengan seorang CEO perusahaan besar.
.
Beralih kepada Kania dan Danu yang saat ini sudah berada di taman kota. Mereka berdua duduk di bangku yang berada di bawah pohon beringin yang rindang, sembari menikmati es krim rasa vanila.
"Sayang, maafin aku ya kalo sampai saat ini aku masih belum melamar kamu," ucap Danu disela memakan es krim yang ada di tangannya.
Kania yang ingin menyuapkan es krim ke dalam mulutnya pun mengurungkan niatnya. Ia langsung menoleh ke arah sang kekasih yang terlihat bersedih, "Nggak usah pikirin perkataan mereka Nu, aku nggak buru-buru kok,"
Danu yang mendengar perkataan sang kekasih segera menoleh ke arahnya, sehingga kini mereka berdua saling pandang, "Nggak usah bohong Ni! Aku tau kamu capek kan nungguin aku?"
Kania tersenyum manis, "Aku nggak akan pernah capek buat nungguin kamu. Aku akan tetap berada di sini, sampai kamu siap melamarku," ucapnya penuh kelembutan.
Danu yang sudah tidak sanggup menahan air matanya pun langsung memeluk sang kekasih, "Terima kasih sayang, secepatnya aku akan melamar kamu,"
"Sama-sama sayang, aku akan menunggu sampai hari itu tiba." Jawab Kania sembari membalas pelukan sang kekasih.
Mereka berdua berpelukan cukup lama, bahkan kini keduanya saling meneteskan air mata saking terharunya dengan kesetiaan masing-masing.
"Aku pastikan kamu bahagia hidup bersamaku Kania, aku tidak akan pernah mengecewakan kamu," batin Danu yang mengeratkan pelukannya.
"Sampai kapanpun aku akan tetap menunggu kamu Danu. Bukan masalah waktunya yang lama, tapi cinta tulusku yang mampu membuat aku bertahan sejauh ini." Batin Kania.
Setelah dirasa cukup, mereka berdua pun langsung melepaskan pelukan masing-masing, lalu kembali memakan es krim yang hampir meleleh. Mereka berdua juga saling bercanda satu sama lain, seperti biasanya ketika mereka bertemu.
.
Setelah menempuh jarak sekitar setengah jam, akhirnya Aruna dan Narendra sudah sampai di depan rumah yang begitu mewah dan megah. Ya, itulah rumah peninggalan Evan untuk keluarganya. Tempat di mana pesta pernikahan mereka berdua akan dilaksanakan.
Narendra sengaja ingin membuat pesta pernikahannya di rumah saja. Bukan karena tidak mau keluar banyak uang, tapi dia lebih nyaman di rumahnya sendiri. Bahkan untuk pesta itu saja dirinya juga sudah keluar uang yang tidak sedikit.
Seorang wanita paruh baya segera menghampiri Narendra ketika melihatnya masuk ke dalam rumah.
"Biar saya bawakan ke atas tuan," ucap perempuan paruh baya tersebut, sembari mengambil alih koper yang ada di tangan Narendra.
"Terima kasih bi," ucap Narendra dengan tersenyum ramah.
"Sama-sama tuan." Ucap Bi Ainur yang langsung pergi dari sana.
Bi Ainur adalah pembantu di rumah tersebut semenjak Narendra masih kecil. Bahkan Narendra sangat akrab dengan dia, dibandingkan dengan Maya yang berstatus sebagai ibu sambungnya.
"Kamu ikut bibi ke kamar ya? Aku mau lihat kerjaan mereka dulu," pinta Narendra sembari menatap sang istri dan mengusap pucuk kepalanya dengan lembut.
"Kamu nggak istirahat aja? Nanti kalo kamu kecapean gimana?" wajah Aruna terlihat mengkhawatirkan sang suami.
Narendra tersenyum manis, lalu memegang kedua pipi sang istri dan mencubitnya pelan, "Aku nggak papa sayang. Takutnya nanti masih ada yang belum beres kalau aku nggak mantau sendiri,"
Aruna menghembuskan napasnya kasar, "Yaudah deh kalo gitu. Tapi nggak papa kan aku bawa Lily tidur di kamar kamu juga?"
"Nggak papa sayang, kamar aku kamar kamu juga. Jadi kamu bebas bawa Lily tidur di sana," jawab Bima yang beralih mengusap bulu halus Lily yang masih dalam gendongan Aruna.
"Terima kasih sayang, kalo gitu aku istirahat dulu ya?"
"Iya istriku sayang, selamat beristirahat."
Sebelum Aruna benar-benar pergi dari sana, Narendra terlebih dahulu mencium keningnya cukup lama. Ia tidak peduli ada banyak orang di sana, karena mereka berdua juga sudah sah menjadi suami istri.
.
Di sisi lain ruangan di dalam rumah tersebut, tanpa ada yang mengetahui perasaannya, hati Elena hancur berkeping-keping ketika melihat kemesraan sepasang pengantin baru itu. Bahkan saking sakitnya air matanya sampai menetes.
"Andai saja gue punya keberanian yang cukup, mungkin yang ada di posisi lo saat ini gue Na," batin Elena sembari mengusap air matanya sebelum ada yang mengetahuinya.
"Hati gue sakit Ren! Gue nggak bisa lihat kalian bahagia, tapi gue juga nggak bisa apa-apa," batinnya lagi.
"Bu Elen, buket bunganya mau ditaruh di mana ya?" tanya seorang laki-laki pekerja wedding organizer.
Seketika itu juga lamunan Elena buyar. Dirinya tersadar dan kembali tersenyum manis, menutupi seluruh luka yang ada di hatinya, "Taruh di samping pintu masuk aja,"
"Siap bu, kalau begitu saya permisi dulu," pamit laki-laki tersebut.
"Iya."
Setelah laki-laki tersebut pergi, senyuman Elena semakin merekah ketika melihat Narendra menghampirinya.
"Gimana El? Apa semuanya sudah selesai?" tanya Narendra yang masih berjalan menghampiri sekretarisnya itu.
"Sudah sembilan puluh sembilan persen pak," jawab Elena dengan senyuman tulusnya.
"Baguslah," ujar Narendra yang bernapas lega.
"Ada yang pak Naren butuhkan? Atau bapak mau saya pesankan makan siang?" tawar Elena yang terlihat sangat antusias.
"Tidak usah El, kamu awasi kerja mereka saja. Saya ingin melihat apakah masih ada yang kurang atau tidak," tolak Narendra secara halus.
"Baiklah pak."
Narendra tidak menjawab lagi, dirinya langsung pergi berkeliling ruang tamu rumahnya yang sangat besar, dan kini sudah banyak dihiasi meja, kursi dan berbagai hiasan lainnya untuk acara nanti malam.
.
Di dalam kamarnya, Bi Ainur sedang membantu Aruna untuk mengeluarkan dan menata barang-barang miliknya. Sedangkan Lily tertidur di atas ranjang besar milik Narendra. Kucing itu memang suka sekali jika disuruh tidur.
"Bibi kalo capek nggak usah bantuin aku, biar aku tata sendiri aja," ucap Aruna yang tidak mau merepotkan wanita paruh baya tersebut.
"Nggak kok non, dari tadi saya cuma diam saja. Yang capek pasti non Aruna," jawab Bi Ainur.
"Hehehe, capek cuma dikit doang bi, banyak bahagianya," ujar Aruna malu-malu.
"Ya iya lah non, orang habis nikah pasti bahagia,"
"Hehe... Iya bi," jawab Aruna tersenyum ramah, sembari mengambil bajunya lalu ia masukkan ke dalam lemari besar milik Narendra yang masih kosong.
"Kalau butuh apa-apa non bilang sama saya saja ya? Jangan sungkan, nanti pasti saya bantu non," ucap Bi Ainur
"Iya bi, nanti kalo aku butuh apa-apa pasti bilang sama bibi," jawab Aruna.
"Oh iya bi, bibi udah lama ya kerja di sini?"