" Mas Wira, kalau sudah besar nanti, Mega mau menikah dengan mas Wira ya?! pokoknya mas Wira harus menikah dengan Mega..?!" ucap gadis kecil itu sembari menarik lengan Wira.
Mendengar rengekan Mega semua orang tertawa, menganggapnya sebuah candaan.
" Mas Wira jangan diam saja?! berjanjilah dulu?! mas Wira hanya boleh menikah dengan Mega! janji ya?!" Mega terus saja menarik lengan Wira.
Wira menatap semua orang yang berada di ruangan, bingung harus menjawab apa,
" mas Wira?!" Mega terus merengek,
" iya, janji.." jawab Wira akhirnya, sembari memegang kepala gadis kecil disampingnya.
Namun siapa sangka, setelah beranjak dewasa keduanya benar benar jatuh cinta.
Tapi di saat cinta mereka sedang mekar mekarnya, Mega di paksa mengikuti kedua orang tuanya, bahkan di jodohkan dengan orang lain.
bagaimanakah Nasib Wira, apakah janji masa kecil itu bisa terpenuhi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
roti lapis Surabaya
Motor Yamaha XSR itu di parkir di teras rumah.
Seorang laki laki bertubuh tinggi berjalan masuk ke dalam rumah yang pintunya terbuka itu.
Kulitnya sawo matang, rahangnya tegas, hidungnya mancung dan alisnya sedikit tebal.
" Bu?!" panggil laki laki itu menaruh tas selempang nya di atas kursi, lalu berjalan ke dapur.
" Ibu ini kebiasaan, kalau sedang di dapur tutup pintunya, kalau ada orang masuk bagaimana?" laki laki itu langsung mengomel saat menemukan ibunya sedang sibuk di dapur.
" Siapa yang masuk, paling juga tetangga tetangga kita.." sahut ibunya sembari mencuci tangannya.
" Ibu masak opo?" tanya laki laki itu duduk di meja makan.
" kemarin ibu masak pepes dan sayur asem tapi kau malah tidak kesini le..
Sekarang ibu masak pecel.. Ada rempeyek teri sama mendol.."
" kalau Wira tidak kesini itu berarti Wira sibuk Bu.. seperti tidak tau saja ibu ini.." laki laki itu bangkit, mengambil piring di rak, lalu kembali duduk.
Saat akan mengambil nasi, laki laki itu melihat dua kotak lapis surabaya di atas meja.
" Siapa yang dari Surabaya? Enak ini Bu.." kata Wira tidak jadi mengambil nasi, ia membuka kotak lapis itu dan mengambil lapis itu sepotong, lalu memakannya.
Asri terdiam sejenak, tidak langsung menjawab pertanyaan putranya.
" Siapa yang dari Surabaya Bu? Kok ada oleh oleh dari Surabaya?" tanya Wira lagi sembari mengunyah habis roti lapis yang ada di mulutnya.
" Oleh oleh dari Mega, " jawab ibunya,
" Mega? Mega siapa tho Bu?" tanya Wira sembari mengambil roti itu sepotong lagi,
" Mega, Mega Wulandari Wicaksono.." jawab ibunya.
Wira langsung terdiam, roti yang di pegangnya sampai jatuh ke atas meja.
" Dia sedang liburan, ibu juga baru tau kemarin pagi,
Dia disini seharian kemarin le..
sarapan dan berbincang dengan ibu," beritahu ibunya pelan pelan dan hati hati.
Wira tertunduk sejenak,
Seperti membuang perasaan tidak nyamannya,
lalu menaruh roti yang jatuh itu kembali ke kotaknya.
" Dia kesini sendiri, tidak dengan suaminya..
Berkunjunglah kerumah Kakung, dan sapalah dia.."
Wira diam, tidak menjawab,
" Yang lalu biarlah berlalu Wira.. Kau paham kan maksud ibu..
toh sudah sepuluh tahun berlalu.." nasehat ibunya.
" Aku tidak ada urusan dengannya Bu," jawab Wira sinis, lalu kembali pada piringnya, ia mengambil nasi dan lauk.
" Kau jangan sinis begitu..
lihatlah dia, apa kau tidak rindu padanya sebagai teman..
Dia tumbuh sebagai perempuan dewasa yang anggun dan cantik le.."
Wira tersenyum kecut mendengar kata kata ibunya.
" Jangan membuat nafsu makan Wira menghilang Bu, berhenti membahasnya." ujar Wira terdengar serius, membuat ibunya diam seketika.
Setelah makan, laki laki itu duduk di teras rumahnya,
menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dengan tenang.
Ia sungguh tidak ingin melihat atau bertemu dengan Mega, sudah di matikan hatinya untuk perempuan itu.
Di hisap lagi rokoknya,
Luka di hatinya yang sudah mulai mengering kini seperti basah kembali saat nama itu di sebut oleh ibunya.
Wira bahkan masih bisa mengingat dengan jelas gadis kecil yang selalu berlarian di sekitarnya,
Gadis kecil yang selalu bergelantungan di lengannya,
Dan gadis kecil yang selalu berkata ingin menikah dengannya saat dewasa.
Wira menghela nafas berat, matanya melirik ke halaman rumah Kakung, sekilas, namun di kembalikan lagi pandangannya ke arah jalanan.
" Sore mas Wira!" sapa seseorang yang lewat di depan rumah,
" sore pak Adi! Baru pulang?!" balas Wira,
" iya mas, yok..!"
" iya pak, monggo Monggo..!" jawab Wira mengulas senyum ramah.
Tak lama buk Parni terlihat berjalan lewat, perempuan seusia ibunya itu rupanya membawa belanjaan di kedua tangannya.
" Mas Wira..!" sapa buk Parni dengan senyum cerah.
" Belanja buk Parni?" tanya Wira tenang,
" iya mas, ada mbak Mega lho dirumah, kemarin lusa datang! Mas Wira tidak kerumah?"
mendengar itu Wira mengulas senyum,
" Kebetulan sibuk buk ini baru pulang, mau lanjut lihat anak anak latihan.." jawab Wira,
" ah, biasa e sibuk sibuk ya kerumah Kakung, bantu Kakung memberi makan burung..?"
Wira tertawa mendengar itu,
" kan mau ada pertunjukan buk, jadi sibuk latihan dengan anak2..
besok saja saya bantu Kakung untuk memberi makan burung burungnya.."
" iya e mas, sampean kan sudah di titipi.."
" iya iya buk Parni.. Besok saya isi lagi pakannya.. Tenang saja.." jawab Wira tersenyum,
" ya sudah, saya masuk dulu ya mas..?"
" Monggo buk Parni.." Wira mengangguk sopan.
Ia memang sudah di pasrahi Kakung untuk merawat burung burung Kakung yang tidak sedikit itu, setiap dua hari atau tiga hari sekali Wira memeriksa air dan pakannya.
Wira selalu memberi banyak Pakan di wadah, karena Wira tidak bisa datang setiap hari.
Namun saat tau bahwa Mega berada dirumah Kakung, rasanya ia enggan untuk menginjak rumah itu.
Bukan benci, tapi ia tidak ingin saja berjumpa dengan Mega,
Susah payah ia menyembuhkan hatinya, dan menata perasaannya.
jadi terpaksa saya buat yg baru.. hikhikhiks..
bingung ini gmn caranya nerusin novelnya.. judul ini keputus..😢🙏
Bau2nya Wira bakal diinterogasi Mega 😂