Reyn Salqa Ranendra sudah mengagumi Regara Bumintara sedari duduk di bangku SMA. Lelah menyimpan perasaannya sendiri, dia mulai memberanikan diri untuk mendekati Regara. Bahkan sampai mengejar Regara dengan begitu ugal-ugalan. Namun, Regara tetap bersikap datar dan dingin kepada Reyn.
Sudah berada di fase lelah, akhirnya Reyn menyerah dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Pada saat itulah Regara mulai merindukan kehadiran perempuan ceria yang tak bosan mengatakan cinta kepadanya.
Apakah Regara mulai jatuh cinta kepada Reyn? Dan akankah dia yang akan berbalik mengejar cinta Reyn?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Mulai Ugal-ugalan
Masih memikirkan sosok pemesan seratus roti, suara sang ibu membuat Rega menoleh. Senyum teduh ibu Gendis selalu membuat hati Rega menghangat.
"Mama punya kabar baik." Wajah bahagianya terlihat begitu jelas.
Rega mendengarkan dengan seksama. Dia yakin kabar baiklah yang akan ibunya berikan.
"Customer seratus roti Mama butuh guru les private."
Dahi Rega mengkerut. Urusannya apa dengan Rega. Begitulah yang ingin sekali Rega katakan. Namun, dia tak ingin menyela ibunya.
"Mama menyarankan kamu kepadanya. Dan dia langsung mau."
Mulut Rega pun menganga. Sungguh ibunya tak bisa ditebak. Padahal, waktu itu dia hanya bercanda ingin mencari pekerjaan sampingan yang tak memakan waktu banyak, yakni jadi guru les private.
"Tapi, Ma. Waktu itu Rega bercanda."
"Enggak apa-apa, Ga. Uangnya kan bisa kamu tabung. Namanya juga Mama cuma ngandelin toko. Kadang rame kadang sepi."
Rega pun mengangguk. Dia tak akan membantah kemauan sang ibu. Toh, mengajar les bisa sekalian mengerjakan tugas kuliahnya.
Rega sudah menunggu calon muridnya. Untuk kedua kalinya dia terpana pada sosok yang baru masuk ke toko kue ibu Gendis.
Sapaan begitu sopan Reyn berikan. Dia juga tersenyum ke arah Rega yang masih membeku.
"Belajarnya di rumah Ibu aja ya, Neng."
"Iya, Bu."
Ibu Gendis berdecak kesal ketika melihat sang putra malah terdiam membeku. Dia memukul lengan Rega. Hingga akhirnya sang putra pun tersadar.
"Ajak ke rumah. Belajarnya di rumah aja."
Jarak rumah Rega dan toko hanya lima puluh meter. Mereka berdua berjalan tanpa membuka suara.
"Kamu kelas berapa?"
Tiba-tiba Rega memulai membuka percakapan. Reyn sedikit terkejut. Dia menatap ke arah Rega yang berjalan di sampingnya.
"Aku adik kelas Kak Rega."
Langkah Rega pun terhenti. Dia menukikkan kedua alisnya. Dia merasa tak pernah melihat Reyn.
"Malah aku pernah dibimbing Kak Rega ketika MPLS."
"Iyakah?" Rega masih tak percaya.
"Serius."
Di rumah ibu Gendis hanya ada mereka berdua. Suasana mendadak hening. Bingung mau memulai percakapan dari mana. Deheman Rega membuat Reyn menatap ke arah guru private-nya itu.
"Pelajaran apa yang gak kamu ngerti?"
Rega mulai pada inti saja. Reyn pun mengeluarkan buku yang dia bawa.
"Matematika," ujar Rega. Reyn pun mengangguk.
"Di mana yang gak ngertinya?" tanya Rega sembari membuka buku pelajaran tersebut.
"Berapa sih hasil satu bagi satu?"
Rega terkejut mendengar pertanyaan Reyn. Dia menggelengkan kepala karena soal mudah begitu saja Reyn tidak tahu. Anak SD saja pasti tahu jawabannya tanpa haru berpikir lama.
"Ya satulah!" jawab Rega sedikit emosi.
"Iya, seperti kamu yang ada di hati aku."
Rega sangat syok mendengar jawaban Reyn. Dia kira Reyn perempuan manis, ternyata dia salah. Dia benar-benar tertipu. Namun, melihat senyum manis Reyn membuatnya tak bisa marah.
Tak terasa waktu les selesai. Reyn memasukkan bukunya, tapi dia juga menyodorkan ponsel mahal ke arah Rega.
"Apa?"
"Minta nomor ponsel."
Reyn bagai anak kecil yang tengah merayu ibunya. Senyum manis pun dia berikan.
"Enggak boleh!"
Bibir Reyn pun mengerucut. Dia menatap sebal ke arah guru les tampannya. Namun, Rega malah mengulum senyum melihat wajah Reyn yang begitu lucu.
"Ya udah aku minta ke Bu Gendis."
Reyn menjulurkan lidah ke arah Rega sambil berlari. Sungguh kelakuan Reyn begitu lucu. Orangnya sudah menghilang, tapi senyum Rega masih terpampang.
"Kok gua gak ngeh ya kalau punya adik kelas macam begitu," gumamnya seraya tertawa.
.
Dahi Rega mengkerut ketika melihat Reyn sudah ada di toko roti pagi-pagi. Dia menggunakan seragam sekolah.
"Udah mau berangkat?" tanya sang ibu kepada Rega. Putranya pun mengangguk.
Penampilan Reyn begitu berbeda jika memakai seragam sekolah. Lebih cantik memakai pakaian biasa. Sambil menunggu roti yang dia pesan. Mata Reyn tertuju pada sosok lelaki yang sudah memakai tas di pundak karena hendak berangkat kuliah. Sebuah gambar pun dia ambil diam-diam.
Reyn terus mendekati Rega dengan caranya. Semakin hari Reyn semakin berani. Meskipun Rega masih bersikap cuek kepadanya.
"Kak Rega," panggil Reyn.
"Hm."
"Aku pengen ngomong serius."
Rega menegakkan kepalanya. Menatap Reyn yang hari ini terlihat begitu feminin.
"Aku ingin jujur sama Kak Rega."
"Tentang?"
"Aku sayang Kak Rega sedari lama."
Tak ada basa-basi. Reyn langsung bicara ke inti. Rega pun terdiam untuk beberapa detik saking syoknya.
"Aku ingin Kak Rega jadi pacar aku."
Hembusan napas kasar keluar dari mulut Rega. Dia pun mulai menjawab.
"Masih kecil gak boleh pacaran."
"Kak Rega!" rengek Reyn.
"AKU SAYANG KAK REGA!!"
Mulai mencintai ugal-ugalan. Bahkan blak-blakan kepada ibunda Rega. Reyn benar-benar berubah. Dia menjadi cegil sungguhan yang mengejar cinta Regara Bumintara.
"I love you."
Kalimat itu yang akan Reyn ucapkan jikalau bertemu dengan Rega. Lelaki itu hanya menggeleng karena dia sudah mulai terbiasa dengan kalimat tersebut.
"Capek tahu bilang cinta, tapi gak pernah dibalas."
Rega mulai menatap Reyn yang memasang wajah sendu. Ada secercah harapan dari sorot matanya..
"Belajar yang bener! Matematika aja masih dapet tiga puluh."
"Kan aku udah bilang kalau aku gak suka sama Matematika." Dia menatap tajam ke arah Rega.
"Aku kan sukanya sama kamu."
Reyn menunjukkan heart finger ke arah Rega dengan senyum yang begitu cantik.
Rega tetaplah Rega. Dia sama sekali tak menghiraukan ucapan Reyn. Mungkin jika lelaki lain digoda seperti itu akan baper, tapi beda dengan Rega. Itu bukanlah kalimat yang penuh makna, melainkan kalimat biasa. Sudah hampir dua tahun Reyn tak kenal lelah mengatakan cinta pada Rega yang selalu membisu.
.
Rega menatap ponselnya dengan senyum tipis. Jamal, Dafa juga Joni saling tatap. Pasalnya semenjak Rega menceritakan murid lesnya, senyum itu sering mereka lihat.
"Penasaran deh gua sama murid lu," ucap Jamal.
"Tahu ih! Kenalin Napa?"
"Enggak!" jawab Rega dengan begitu tegas.
Ketiga sahabatnya itu terus memaksa untuk dikenalkan kepada Reyn. Namun, Rega terus menolak.
"Ada ye guru les posesif sama murid," cibir Joni.
.
Masa ujian telah tiba dan tinggal menunggu hasilnya. Sudah seminggu ini Rega tak bertemu dengan Reyn. Ponselnya pun bak kuburan cina. Ada rasa sepi hingga jarinya mulai menari-nari di atas benda pipih.
Hembusan napas kasar keluar dari bibir Rega ketika membaca balasan chat terakhir Reyn. Dia sudah meletakkan ponsel di atas meja dan wajahnya kembali datar.
.
"Gak selamanya perjuangan itu membuahkan hasil indah," ujar sang Abang yang ada di sampingnya sekarang.
"Apalagi sampai sekarang gak ada kemajuan," tambahnya.
Reyn bisa ugal-ugalan karena sudah ada lampu hijau darinya. Namun, masih dalam pengawasannya. Sekarang ini dia melihat wajah Reyn yang mendadak sendu setelah membalas pesan.
"Apapun risikonya akan Reyn terima, Bang." Senyum indah Reyn ukirkan.
"Sekiranya nanti Reyn yang kalah. Jangan pernah menyalahkan Kak Rega. Dia tak tahu apa-apa. Salahkan Reyn saja yang memang keras kepala."
Hati Abang Er seperti disayat silet. Perih sekali mendengar jawaban dari adiknya. Dia mendekat ke arah sang adik yang begitu pucat. Menatapnya dengan begitu dalam.
"Kalau sudah lelah, gak apa-apa menyerah." Reyn terdiam dengan mata yang sudah nanar
"Datanglah ke gua. Kedua tangan gua akan terbuka lebar untuk menyambut lu ke dalam pelukan gua."
...*** B E R S A M B U N G ***...
Jangan makin kendor dong komennya ..