Namaku Kinanti Prayoga
Umur : 10 Tahun
Yatim-piatu.
Aku hidup dari hasil ladang warisan Ayahku, walau tidak besar, tap cukup untukku bertahan hidup.
Aku bertani sayur dan bumbu dapur, Kacang panjang dan terong itulah yang bisa ku tanam, serei, kemangi dan daun selasih itulah tanaman tambahan di kebun ku yang kecil.
Tapi walau kecil, aku bisa menghidupi diriku sendiri, 30 hingga 40 ribu bisa ku hasilkan, dan itu sudah sangat baik.
Di kebun ku juga ada pisang, singkong dan ubi jalar, itu bisa kupakai sebagai tambahan panganku selain beras.
Ayam yang kumiliki juga cukup banyak, jika aku ingin makan, tinggal ambil seekor, cukup aku makan seharian bahkan hingga esok juga.
Aku tak bisa mengeluh, tak ada yang lain warisan dari orangtuaku selain Cincin berwana Hitam.
Ibuku berkata sebelum dia meninggal, bahwa cincin itu warisan turun temurun, jadi aku pakai saja, kebetulan pas di jariku, saat aku mencobanya.
ikuti terus ceritaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jhon Dhoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.03. Melawan Paman
Jika ada yang ingin kamu sampaikan silahkan, ucap suara misterius itu.
"Dimanakah Ayah dan Ibuku? lalu bagaimana cara aku menggunakan harta ini, apalagi saya masih kecil, tidak akan ada orang yang percaya jika harta ini adalah milikku? Ucap ku bertanya.
"Ayah dan ibumu, adalah manusia terpilih karena ketulusan hati mereka, dan kesetiaan mereka kepadaku sebagai penciptanya.
Untuk masalah penggunaan harta ini, bisa kamu pelajari baik-baik, ambilah beberapa benda berharga dalam ukuran kecil, semisal emas, ambilah sekiranya saat di jual hasilnya bisa kamu gunakan sehari-hari.
Sebagai hadiah untukmu, aku berikan kamu 1 permintaan, asalkan jangan minta kembalikan orangtuamu saat ini, pikirkanlah waktumu hanya 1 menit, ucap suara misterius itu.
"Bisakah saya di berikan uang untuk bekal ku hidup hingga berusia 17 tahun, agar aku tak kesulitan menjualnya, karena aku harus memiliki rekening Bank untuk menyimpan uang, saat ini aku hanya memiliki rekening untuk anak-anak, saldonya sangat terbatas, tapi jika tidak bisa, aku akan mencari cara bagaimana menjualnya, saat aku pergi dari desa ini, Ucap Kinan.
"Baiklah, aku akan mengabulkan permohonan mu, Sekarang pejamkan matamu, saat aku bilang buka baru kamu membukanya, ucap suara misterius itu.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara misterius itu memintaku untuk membuka mata.
"Ambilah, jumlahnya cukup bagimu hidup sesuai keinginan mu, gunakan untuk beli Rumah dan biaya sekolahmu, hiduplah dengan sederhana, pindahlah ke kota dan carilah sekolah disana, belilah rumah kecil, agar kamu mampu merawatnya, katakan kepada siapapun, bahwa orangtuamu berada di luar negeri, saat libur kamu kembali ke sini lagi, agar tidak ada yang curiga dengan Kamu.
Sekarang sudah waktunya kamu kembali ke dunia nyata, aku tidak akan lagi menemuimu untuk saat ini, tapi kita pasti bertemu lagi, ucap suara itu.
Aku terbangun hari sudah pagi, aku melihat cincin ku, terlihat ada perubahan, warnanya kini sudah mengkilap, tapi tetap berwarna hitam, dan lingkaran emas menghiasai puncak cincinku.
Aku merasakan ada sesuatu di saku celana ku, ternyata ada 2 Kartu ATM, Mandiri Platinum dan Mandiri Gold.
Ternyata aku tidak bermimpi, terimakasih pencipta, ucapku bersyukur.
Aku memasak air dan membuat Teh, setelah cuci muka, aku nikmati sarapan singkong dan ubi jalar, serta ikan bakar dan udang.
Setelah melihat semua tanamanku, aku pulang kerumahku, aku mengingat pesan ayah agar menyimpan sertifikat rumah dan ladang.
Tiba dirumah hati sudah siang, aku langsung masuk kamar dan menyimpulkan seluruh dokumen yang ada.
Selesai itu aku mandi dan berganti pakaian, kemudian aku ke kota kecamatan, sekalian kepasar beli ikan dan daging, aku sangat ingin makan daging sapi.
Terlebih dahulu aku ke ATM, aku cek saldo di kedua kartuku, ternyata sangat banyak, ATM Platinum Terdapat 200 milyar, sedangkan yang gold, terdapat 50 milyar.
Terlintas di kepalaku, untuk melanjutkan sekolah, tapi sudah tanggung, lebih baik aku masuk SMP saja, aku belajar pelajaran SD dari internet saja.
Aku putuskan akan pergi dari sini saat teman-teman SD ku lulus, aku masih belum bisa meninggalkan kebunku, kecuali Paman dan sepupuku datang mengganggu.
Tiba dirumah aku langsung masak, karena di pasar aku hanya makan bakso.
Singkat cerita, setelah selesai masak dan mandi, aku langsung menyantap masakan ku, hingga perutku kenyang, akhirnya aku bisa makan daging Sapi.
Beberapa hari kemudian, saat aku hendak berangkat ke kebun, Paman dan beserta istri dan anak-anaknya datang.
"Kinan, seperti kamu ketahui, bahwa kedua orangtuamu sudah meninggal, kami datang menawarkan bantuan kepadamu, Yaitu, kami hendak menjual kebunmu, sedangkan rumahmu biar kita pakai sama-sama untuk uang hasil penjualan kebun biar kami yang pegang, dan kami akan melanjutkan sekolah kamu hingga SMA, bagaimana? tanya Pamanku
"Maaf Paman, rumah dan Kebun itu adalah warisan kedua orangtuaku, sudah cukup warisan Kakek saya di rebut Paman, padahal itu bukan punya keluarga ibu tapi keluarga ayahku, sedangkan uangnya hingga saat ini paman tidak memberikan aku sepeserpun, dan sertifikat tanah itu, paman ambil saat ayahku di rumah sakit, dengan alasan mau menjualnya untuk biaya ayahku di RS, hingga saat ini paman tidak memberikannya padaku sebagai anaknya.
Bahkan hingga saat ini, paman juga tidak pernah membantuku, aku tidak akan tertipu dengan Paman lagi, rumah dan ladang juga milik ayahku bukan milik saudara ibuku, ucap Kinanti tegas.
"Tapi tinggal kami saudaramu, jadi kami berhak membantuku dalam mengelola keuangan kamu, ucap istri pamanku.
"Lalu, kemana hasil penjualan tanah terdahulu, apa kalian pernah memberiku 1 rupiah dari hasil penjualan tanah itu? Tugas Kinanti.
"Uangnya masih kami simpan, ucap sang Paman yang dia pikir Kinanti bisa di bodohi lagi.
"Kalau masih ada, berarti untuk apa menjual tanah lagi untuk keperluan ku sekolah, pakai saja itu, jawab Kinanti hingga membuat pamannya sadar akan kebodohan nya.
"Biar tabungan kamu jadi banyak, jadi lebih baik di jual saja, mereka katanya mau bayar tanah kamu 150 juta, ucap Pamannya terus merayu.
Dua gak tahu, jika saat Kinanti memiliki uang dan harta melimpah, bila perlu satu desa mereka dia bisa beli.
"Pokoknya aku tidak akan menjual tanah ku, mau harga 1 triliun juga, aku tidak akan menjualnya, sana rumah saya ini, tetap aku pakai sendiri, dan paman tidak berhak mengatur hidupku, cukup sudah kalian menipu ayahku, ucap Kinanti.
"Kinanti...! Kami ini Paman dan bibimu, kami berusaha memberikan kamu hidup yang lebih baik, tapi kamu berbicara kasar pada kami, tanpa kamu setuju pun tanah itu akan tetap kami jual, dan jangan harap kamu akan dapat bagiannya", lantang Pamannya Kinanti.
"Coba saja, jika kalian berani menjualnya, aku akan laporkan ke Polisi, dasar paman tidak diri, pergi kalian dari rumah saya, usir Kinanti.
"Kamu berani mengusir kami, teriak Paman Kinanti.
"Refly, masuk kamarnya Kinanti dan cari sertifikat nya, perintah paman ke anaknya.
Refly dengan Cepat memasuki kamar Kinanti dan membingkai odi lemari, hingga kasur di jungkir balik, tapi yang di cari tidak ada.
" Tidak ada ayah, lapor Refly.
"Eh yatim piatu, dimana kamu menyimpan sertifikat nya? tanya pamannya.
"Memangnya itu milik kalian yang ku curi? Dan apa hak kamu mau menjual tanah ayah saya, kamu itu hanya sepupu ibuku, jika pun ladang saya milik ibuku, kamu tidak berhak mengambilnya dari saya, apalagi ini milik ayahku, apa hubungan kamu dengan ayahku? Bentak Kinanti.
Warga akhirnya datang, mereka setuju jika, pamannya Kinanti yang mengurus semuanya apalagi Kinanti masih kecil.
Tanggapan dari warga, membuat pamannya makin merasa menang, tapi Kinanti tidak menyerah.
"Kinanti, saya yang akan membeli tanah mu, nanti uangnya saya langsung data berikan kepadamu, ucap seorang warga yang ingin membeli tanah Kinanti.
"Maaf, saya tidak akan menjual tanah saya, ucap Kinanti dengan tegas.
"Apakah kamu tidak capek setiap hari ke ladang, kan lebih baik paman kamu yang mengurus mu agar bisa sekolah lagi, rayu calon pembeli itu.
"Aku masih bisa hidup tanpa harus sekolah, dan juga tanpa bantuan pamanku.
Setahun ini buktinya aku bisa hidup, tanpa bantuan pamanku, uang penjualan tanah kami sebelumnya tidak dia serahkan ke saya, bahkan sepeserpun aku tidak merasakan uang itu, bukankah kamu juga yang membeli tanah itu, dan ingat baik-baik aku akan menggugat nya di kemudian hari, dan menuntut adanya persekongkolan diantara kalian.