Si Cupu Kesayangan Mr. Mafia

“Ini kenapa Alvin?” Calya melihat luka di tangan Alvin.

“Terjatuh, dan tak sengaja menjatuhkan botol.” Ucap Alvin mengada-ada, Calya melihat sekeliling di mana terdapat botol-botol yang pecah.

“Mari aku obati,” Tawar Calya, dia duduk di tepi ranjang dan mulai mengobati luka Alvin. Suasana hangat tercipta sejenak, keduanya dapat merasakan degupan luar biasa di dada mereka masing-masing.

Alvin kembali membukukan tangannya setelah di perban dengan baik oleh Calya, Calya menatap telapak tangan itu dengan sangat lekat. Perasaannya berubah gila, dia ingin tangan itu selalu ada untuknya. Melihat luka Alvin, membuat Calya tidak tega dan merasakan sakit yang lebih sakit dari apa yang di rasakan oleh Alvin.

Hingga akhirnya Calya menerima uluran tangan Alvin, sebuah senyum tulus di keduanya saling terukir, Calya mengeluarkan sesuatu dari tasnya. 

“Ini, untuk mu.” Calya menyerahkan sebuah undangan pada Alvin, Alvin tersenyum kecut, dia membuang muka seolah tak ingin menerima undangan itu.

“Aku mohon Alvin, ini adalah undangan pertama ku. Bila tanpa mu, aku tak akan ada pendamping di hari pernikahan.” Alvin menghela nafas berat dan pada akhirnya menerima undangan tersebut.

“Aku sudah mengambilnya,” Ucap Alvin, Calya mengangguk dan tersenyum lembut. Dia memeluk Alvin spontan dan tersenyum setelahnya.

“Terima kasih banyak, Alvin.” Ucap Calya, Alvin tak mengatakan apapun dan hanya membalas pelukan itu sekejap.

“Sebelum menikah, bisakah kamu menemani ku untuk memilih beberapa pakaian untuk menikah?” Tanya Calya lagi, Alvin menganggukkan kepalanya lemah. Jujur saja, dia ingin berkata 'Tidak' namun lidahnya kelu hingga menggeleng saja dia tidak tega.

“Baiklah, aku akan menunggu mu di hari minggu.” Ucap Calya lagi sebelum akhirnya berlalu dari tempat itu untuk kembali ke tempatnya yang baru. Sunyi kembali, hanya ada setup jantung Alvin yang terdengar keras dan jam yang berdetak kala itu.

Alvin menatap undangan di tangannya, dia tak berhak menerima undangan itu. Karena sosok yang harusnya menjadi pendamping pernikahan bukanlah dirinya, melainkan Tuan Khan, ayah Calya sendiri.

Alvin menghela nafas berat, dia akhirnya menuju ke lantai atas kediamannya. Nampak sunyi tak berpenghuni, Alvin menghela nafas berat dan kembali lagi ke kamarnya. Dia akan mencari cara untuk memberikan undangan itu pada Tuan Khan.

Keesokan harinya, Alvin menggila di sebuah tempat tertutup di markas besar A. Itu adalah aliansi yang di buat oleh Alvin sendiri, bukan sebagai polisi atau agen, di sana hanya sebuah aliansi kecil yang di pimpin oleh Alvin.

Tempat Alvin tersebut bersifat legal dan bekerja sama dengan pihak kepolisian setempat, dari markas itu juga para Mafia biasanya dapat di buru dan di bekuk. Namun Alvin dan teman-temannya tak pernah bisa stabil dalam misi yang di berikan, baik itu dari pihak Internasional ataupun pihak dalam Negri.

Itulah kenapa aliansi Alvin tidak pernah dapat di andalkan, meski kemampuan mereka memang luar biasa saat beraksi. Namun mereka bukan sosok yang patuh akan aturan.

Markas itu berada di Mumbai, sedangkan Calya tinggal di Delhi. Delhi memiliki satu tempat yang di ketahui banyak orang, bernama Agra. Agra memiliki satu keajaiban dunia yang sangat di ketahui orang ya itu Taj mahal.

Alvin melampiaskan kemarahannya sendiri pada berbagai hal, di mulai dengan melakukan adu pedang hingga menang telak. 

Alvin juga bermain tinju, taekwondo, dan silat. Semuanya di menangkan oleh Alvin hingga para anak buahnya sampai tepar dan tak sanggup lagi berdiri.

“Apa hanya ini kemampuan kalian hah!” Teriak Alvin yang masih berada di atas arena.

“Sudah Alvin. Lo gila ya!” Teriak seorang wanita, dia adalah Vanessa. 

“Sudahlah sayang, untung dia hanya ngamuk di markas. Bahaya bila dia keluar dari markas dan menghancurkan markas para preman.” Bisik Kodoi, Vanessa setuju dengan hal itu.

“Terserah deh, aku lapar.” Ucap Vanessa, Kodoi tersenyum dan keluar sejenak dan membeli banyak makanan untuk sang istri. Seperti pria yang kesetanan,  Alvin datang dan memakan semua makanan yang di bawa Kodoi. 

“Astaga Yank, asmara memang racun paling menakutkan.” Ucap Kodoi yang geleng-gelang kepala melihat tingkah bosnya sendiri.

“Kita makan di luar aja yo, biar dia ngamuk-ngamuk gak jelas.” Vanessa malas meladeni Alvin, dan memilih menghabiskan waktu bersama sang suami.

“Dasar gak ada akhlak lu!” Teriak Alvin dan mengambil sebuah alkohol. Sudah gila dan terlanjur gila, Alvin melampiaskan segalanya sesuai dengan keinginannya.

Waktu berlalu dengan sangat cepat, para mata-mata yang di siapkan Alvin untuk menjaga Calya memberikan informasi bila Calya akhir-akhir ini sering ke rumah sakit. Tentu Alvin merasa khawatir dengan kondisi Calya saat itu.

Alvin akhirnya menemui Calya sesuai dengan jadwal mereka beberapa hari lalu. Calya nampak duduk di sebuah cafe, tak ada raut kebahagiaan terpancar dari wajahnya. 

“Calya?” Alvin akhirnya duduk di hadapan Calya, nampak senyum terukir di wajah wanita itu. Ada perasaan yang mengganggu fikiran Alvin kala itu, entah mengapa dia merasa tak rela.

“Alvin, aku minta tolong ya? Aku sulit berinteraksi dengan baik dengan orang-orang dan juga sulit memilih barang bagus di luar. Hari pernikahan itu, aku ingin terlihat cantik.” Ucap Calya, Alvin tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

“Ayo, kita sebaiknya pergi sekarang!” Alvin berdiri yang di ikuti oleh Calya, mereka pergi ke beberapa toko Sari. Sebuah pakaian tradisonal India.

“Calya, kenapa dengan tangan mu?” Alvin sadar saat melihat adanya perban kecil menghiasi pergelangan tangan Calya.

“Tidak apa-apa, ini hanya bekas pemeriksaan dari rumah sakit saja. Sebelum menikah, memeriksakan kesehatan memang di haruskan.” Ucap Calya, Alvin akhirnya mengangguk faham. Karena di Indonesia juga sering di lakukan, meski tidak wajib namun tes kesehatan di anjurkan oleh pihak departemen.

Calya memilih beberapa Sari berwarna merah, hati Alvin menghangat saat melihat senyum di bibir Calya yang menawan. 

Dia juga nampak sangat cantik saat mencobanya, namun Calya langsung menangis tiba-tiba yang membuat Alvin sontak mendekat dan menatap Calya. Alvin mengusap air mata Calya yang mengalir dengan deras.

“Kenapa?” Tanya Alvin, Calya tak berucap, namun dia malah langsung menubrukkan dirinya di pelukan Alvin.

Alvin melihat ke depan, dia mana pandangan Calya semula berasal. Sebuah keluarga bahagia nampak tengah mencoba Sari untuk putrinya.

Mereka adalah keluarga Calya yang mencari Sari untuk Amita, Alvin sadar bila hati Calya tengah terluka saat ini, Alvin balik memeluk Calya dan memberikan ketenangan pada gadis itu.

“Jangan menangis Calya, kamu tak pantas menangisi mereka. Kamu lebih layak bahagia dan jangan pikirkan apapun, kamu mengerti?” Alvin menangkup pipi Calya, Calya merasakan dadanya bergejolak.

Dia akan segera menikah besok, namun hatinya tak pernah setuju untuk menikah. Dia malah sangat ingin bersama dengan Alvin, tak perduli dengan apa yang terjadi, saat ini dia sangat mencintai Alvin.

“Terima kasih,” Calya menggunkan bahasa Indonesia, Alvin tersenyum mendengarnya.

Keduanya akhirnya memilih Sari yang di gunakan terakhir kali oleh Calya, Alvin juga menghubungi Vanessa agar Calya dapat belajar tatakrama yang lain.

Sesuai dengan keinginan Alvin, wania itu mengajari Calya tatakrama. Namun kini matanya tertuju pada Alvin dan Calya yang seolah menyiratkan keinginan yang sama namun tak dapat di ungkapkan, ingin bicara saja rasanya Vanessa dan mengatakan segalanya. Namun, dia tak punya hak di tambah saat ini Calya telah memiliki calon suami yang merupakan cinta pertamanya.