"Aku mau kita bercerai mas!." ucap Gania kepada Desta dengan sangat lantang.
"Aku dan adikmu tidak mempunyai hubungan apa-apa Gania?." Desta mencoba ingin menjelaskan namun Gania menolak.
"Tidak ada apa-apa? tidur bersama tanpa sehelai kain apapun kamu bilang tidak ada hubungan apa-apa, apa kamu gila?."
"Bagaimana kita akan bercerai, kamu sedang hamil?."
"Aku akan menggugurkan anak ini!." Gania yang pergi begitu saja dari hadapan Desta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Malam hari, Gania memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuannya . Karena ia sangat malas jika bertemu dengan Desta suaminya di apartemen, apa lagi apartemen tersebut sudah menjadi tempat laknat untuk Desta dan juga Vania. Walaupun sebenarnya Gania juga malas untuk pulang ke rumah, karena ada Vania dan juga ibu tirinya yaitu nyonya Dewi.
Semenjak kematian sang ibu 10 tahun yang lalu saat Gania masih berusia 16 tahun. Tuan Maxim selaku ayah dari Gania memutuskan untuk menikahi janda beranak satu. Sebenarnya Gania tidak setuju jika ayahnya menikah lagi, karena sedari awal Gania merasa bahwa ibu tiri serta adik tirinya tersebut mempunyai tujuan lain untuk menikahi ayahnya. Bahkan ayahnya kerap sakit-sakitan setelah menikah dengan ibu tirinya. Padahal saat dulu belum menikah dengan ibu tirinya tersebut, sang ayah selalu sehat.
Gania berjalan masuk ke dalam rumah saat pintu rumah sudah di buka oleh dua penjaga rumah. Gania terus berjalan menatap ke arah isi ruangan, rumah tampak sepi hanya terdengar suara tv yang menyala. Gania melihat Vania wanita yang tadi sore tidur dengan suaminya kini sedang duduk santai sambil menikmati acara tv, seakan-akan dia tidak merasa bersalah akan kesalahan yang di lakukan nya bersama Desta.
Gania berjalan mendekat ke arah Vania, ingin rasanya Gania mencakar atau menjambak rambut wanita tersebut, namun Gania tidak perlu melakukan semua itu, menurutnya dia adalah wanita mahal, tidak perlu marah-marah, bahkan sampai kehilangan kendali, karena itu akan membuat mahkotanya jatuh.
"Di mana ayah?." tanya Gania berdiri di samping Vania.
Vania yang melihat ke hadiran Gania di rumah tersebut seketika terkejut."Kak Gania.." ucap Vania yabg sudah beranjak untuk duduk.
"Aku tanya di mana ayah!." tanya lagi Gania dengan sedikit membentak.
"Dia ada di dalam kamar." jawab Vania.
Gania tidak lagi menjawab ucapan Vania, dia langsung berjalan begitu saja ke arah kamar ayahnya. Vania yang melihat Gania langsung pergi begitu saja seketika langsung mengikutinya.
Gania sudah berada di depan pintu kamar, Gania bisa melihat nyonya Dewi yaitu ibu tiri nya sedang menyuapi obat untuk ayahnya, yang katanya itu adalah obat jantung untuk sang ayah, padahal Gania tahu, bahwa itu adalah obat agar ayahnya semakin sakit dan sekarat.
Gania seketika menepis tangan ayahnya begitu saja, hingga obat yang ada di telapak tangan sang ayah jatuh ke lantai.
"Gania.." ucap nyonya Dewi menatap ke arah Gania.
"Sampai kapan tante akan memberikan obat gila itu kepada ayah? sampai ayah sudah tidak berdaya lagi?." ucap Gania yang berdiri tidak jauh dari sang ayah dan juga ibu tirinya.
"Kamu ini apa-apaan sih Gania, itu obat ayah." ucap tuan Maxim.
"Obat itu bukan obat ayah, obat itu berbahaya yah.. obat ibu bukan membaut ayah sembuh. Melainkan membuat ayah semakin sakit." ucap Gania.
"Gania.. kamu berbicara apa? itu obat ayah yang sudah dokter berikan kepada mama untuk ayah, agar ayah cepat sembuh."
"Stop tante.. mungkin tante bisa membohongi ayah, namun tidak dengan ku, aku tidak bodoh." Gania yang menatap benci ke arah ibu tirinya.
"Gania.. jangan ucapanmu, tidak sopan kamu berbicara seperti itu kepada mamamu." ucap tuan Maxim yang masih berbaring di atas ranjang tempat tidur.
"Mama? dia bukan mamaku, dia adalah wanita yang licik, yang menikahi ayah hanya ingin menguasai harta ayah saja, bahkan ayah di buat tidak berdaya, karena itu adalah keinginan nya, dan tujuan mereka."
Vania yang mendengar ucapan Gania seketika terkejut, tidak biasanya Gania berani berbicara seperti itu di depan ayah serta ibunya. Pasalnya Gania adalah wanita yang lemah lembut, dan tidak pernah marah-marah, namun malam ini sangat berbeda. Tidak seperti biasanya, apakah faktor suaminya yang ketahuan selingkuh, hingga membuat Gania marah-marah. Pikir Vania di dalam hati.
"Kamu kenapa Gania? kenapa datang ke rumah tiba-tiba marah-marah?." nyonya Dewi yang mendekat ke arah Gania, dan mencoba menyentuh Gania, namun dengan cepat Gania menolaknya.
"Mulai sekarang, aku akan tinggal di rumah ini, dan menjaga ayah." ucap Gania.
Nyonya Dewi yang mendengar ucapan Gania seketika terkejut. Begitu pun tuan Maxim.
"Mau berapa hari kamu tinggal di sini Gania? mama akan menyiapkan kamar untukmu sekarang, apakah Desta juga ikut? di mana dia?." tanya nyonya Dewi.
"Aku akan tinggal di rumah ini selamanya, karena ini adalah rumah ku, aku berhak kembali ke rumah ku." jawab Gania dengan sangat dingin.
"Loh kenapa? lalu bagaimana apartemen mu dengan Desta?." tanya tuan Maxim.
"Aku akan menjualnya yah, karena aku dan Desta akan segera bercerai."
"Bercerai? kenapa Gania?." Tuan Maxim yang sangat terkejut saat mendengar ucapan putrinya.
"Loh kenapa, kalian bercerai? apakah ada masalah?." nyonya Dewi yang juga ikut berantusias karena mendengar Gania akan bercerai.
"Tanyakan pada anak ayah yang satu itu, itu perbuatan dia?." Gania yang menunjuk ke arah Vania yang masih berdiri di ambang pintu.
Seketika tuan Maxim dan nyonya Dewi menatap ke arah Vania. "Ada apa Vania?."
Vania yang mendengar ucapan Gania seketika mendekat ke arah tuan Maxim dan ibunya. "Maafkan Vania ayah, ibu.. tadi sore, kak Desta memaksa ku untuk tidur bersamanya, padahal aku tidak mau, namun kak Desta memaksaku, dan ternyata selama ini kak Desta mencintaiku, bukan kak Gania, ayah.. ibu.." ucap Vania bohong sambil mendekat ke arah orang tuannya.
Gania yang mendengar ucapan Vania seketika terkejut, padahal jelas-jelas saat di apartemen tadi Vania berbicara bahwa Vania lah yang mencintai suaminya.
"Apa? Desta meniduri mu? apa kamu tidak berbohong Vania?." tanya nyonya Dewi berpura-pura syok.
"Iya ibu.. bahkan kak Desta bilang ingin mempunyai anak dari ku, karena kak Gania tak kunjung memberikan anak untuknya, mungkin mandul kata kak Desta."
"Jaga ucapan mu, Vania!." bentak Gania. "Kamu ini benar-benar tidak punya malu ya, setelah kamu merebut suamiku, kamu berkata seperti itu kepadaku? berani sekali kamu!." Gania yang ingin memukul Vania, namun di cegah oleh tuan Maxim.
"Stop Gania.. apa-apaan ini, maksudnya bagaimana? ayah tidak paham dengan ucapan kalian."
"Mas.. Desta meniduri Vania, Vania sudah di sentuh oleh Desta, suami Gania, lalu bagaimana dengan Vania, kesuciannya sudah hilang di renggut oleh Desta, bukankah Desta harus bertanggung jawab." ucap nyonya Dewi.
"Desta memang bejat, dulu dia bilang tidak mencintai Vania, dan lebih memilih Gania, lalu kenapa sekarang meniduri Vania, apa yang dia inginkan?." ucap tuan Maxim.
"Mungkin cintanya sudah luntur mas dengan Gania, karena Gania tidak kunjung hamil." ucap nyonya Dewi lagi.
Gania yang mendengar ucapan ibu tiri serta adik tirinya tersebut semakin panas, dan rasanya ingin mencabik-cabik tubuh mereka berdua.
"Bukankah itu bukan salah Vania, yah.. mas Desta sendiri yang meniduri Vania." Vania yang terus membohongi tuan Maxim, bahwa dia tidak bersalah.
"Diam kamu Vania! itu pasti kamu sudah merayu mas Desta, hingga mas Desta mau tidur bersamamu." sahut Gania.