Si pincang Furya, Itulah julukannya di sekolah. Sejak tragedi berdarah yang menimpa ia dan keluarganya, Furya mengalami luka fatal dan kaki kirinya tidak berfungsi lagi.
Ia juga kehilangan ayah serta ibunya harus koma di rumah sakit. Saat ini Furya yang menjadi tulang punggung keluarga dan harus menghidupi kedua adik kecilnya sendirian.
Di masa-masa tersulit dalam hidupnya, Takdir berkata lain dan ia mendapatkan sistem misterius.
Dengan bantuan Perfection System, mampukah Furya mewujudkan semua impian dan keinginannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon haoyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perfection System
Sambil mengendarai Arthur, Furya langsung tancap gas ke sebuah kantor besar di pusat kota Jakarta.
Disana ia berencana menemui langsung pak Tomy yang merupakan penabrak keluarganya satu tahun yang lalu.
Meskipun dendam, tapi Furya yang tak mampu membayar semua biaya pengobatan sang ibu yang mahal di rumah sakit akhirnya memilih menemui langsung pak Tomy.
Sudah dua bulan pihak rumah sakit mengatakan kalau biaya bulanan sang ibu belum di bayarkan.
Menurut surat perjanjian yang waktu itu ia baca, Furya masih ingat kalau si penabrak alias pak Tomy akan membiayai semua pengobatan keluarganya sampai sembuh meskipun ia dinyatakan tak bersalah.
Tapi anehnya biaya rumah sakit sang ibu yang masih tak sadarkan diri justru sudah dua bulan ini belum dibayarkan.
Saat sampai di kantor besar itu, Furya langsung memarkirkan motor bututnya dan masuk.
Pak satpam yang melihat Furya sedikit kebingungan juga langsung mendatanginya.
“Siang dek, ada yang bisa saya bantu?”
“Pak, saya mau ketemu pak Tomy. Dia ada dikantor gak?”
“Adek siapa dan ada perlu apa sama pak Tomy?”
“Saya Furya, saya mau bahas masalah perjanjian kompensasi dari pak Tomy.”
“Heeemm, bentar ya saya tanyain sama Admin dulu.”
Furya yang di tinggal juga hanya bisa berdiri dan menunggu. Kantor yang bergerak dibidang perbankan itu terlihat sangat ramai.
Setelah menunggu sesaat, pak satpam kembali dan menemui Furya.
“Maaf dek, pak Tomy lagi gak ada di kantor.”
“Kemana dia pak?”
“Saya juga gak tau, dia lagi ke luar kota katanya.”
Seperti usahanya sia-sia, Furya yang tak bisa menemui pak Tomy bahkan chat dan panggilanya tak di angkat dan dibalas hanya bisa menghela nafas.
“Huuuf, oke pak makasih.”
Karena kesal, Furya langsung keluar dan berjalan kembali ke parkiran motor. Tapi belum jauh ia berjalan, Furya yang masih ingat dengan mobil Sport yang menabraknya dan keluarganya dulu langsung berhenti.
Mobil Ferrari merah mengkilap itu tak mungkin bisa ia lupakan.
“Inikan mobil pak Tomy...”
Furya yang sadar sudah ditipu langsung mendekati mobil itu. Dilihat dari plat nomor dan bentuknya yang sama membuat Furya makin kesal.
Ia akhirnya menunggu di sana dan berharap si pemilik mobil alias pak Tomy bisa ia temui.
Tomy Antony, pemilik bank Antony memang terkenal kaya raya di kota Jakarta, Indonesia.
Pengusaha kaya raya dan pemilik bank Antony itu memang memiliki banyak catatan kasus kriminal.
Tapi berkat uang dan koneksi yang dimilikinya, semua itu seperti tak terlihat dan dapat di manipulasi.
Kejahatanya yang paling baru yaitu sudah menabrak Furya dan keluarganya juga seperti hilang ditelan bumi.
Furya yang tau ada yang tak beres dengan orang itu memang selalu was-was dan waspada.
Tapi apalah daya, Furya hanyalah bocah 17 tahun miskin yang tak mungkin bisa berbuat banyak jika melawan seorang Tomy Antony.
Dipersidangan bahkan kesaksian Furya yang melihat dengan jelas plat nomor dan mobil si penabrak tak diakui dan itu hampir membuatnya gila.
Jika mengingat saat-saat itu darah Furya akan mendidih.
Ditambah pak Antony yang sok dermawan di depan orang dan memenangkan persidangan dengan bangga dan sombongnya mengatakan akan membayar semua biaya pengobatan meskipun buka ia yang menabrak.
Di saat-saat itu, Furya seperti sampah dan hanya bisa menerima takdir kejam yang menimpa keluarganya.
Parahnya lagi si penabrak justru sama sekali tak ditahan dan dinyatakan tak bersalah.
“Sialan ... mengingat wajah bajingan itu membuatku sangat marah.”
“Furya, tenangkan dirimu.”
Furya yang tau emosi dan kekerasan tak akan bisa melepaskannya dari masalah mencoba mengambil nafas panjang-panjang.
Ia mencoba menenangkan dirinya dan berfikiran positif. Sambil duduk dan bersembunyi, Furya menunggu si pemilik mobil keluar.
Bisa saja yang di katakan pak Satpam benar dan pak Tomy lagi di luar kota. Tapi karena Surya tau orang bernama Tomy Antony itu adalah seorang bajingan, ia tak percaya dan pikiran negatif mulai merasuki otaknya secara perlahan.
Sampai tak terasa siang berganti sore dan dikala senja, seorang pria muda berumur 30an keluar dari kantor besar itu.
Pakaian jas hitam rapi miliknya dan gaya rabut khas serta siulan yang masih Furya ingat langsung membuatnya berdiri.
Furya yang bersembunyi dibalik dinding dan menunggu lama juga langsung mendekati pak Tomy.
“Sore pak Tomy, kebetulan ya kita bertemu di sini.”
“Kamu...”
Pak Tomy yang melihat Furya berjalan pincang dan mendekatinya langsung terdiam.
Furya yang sudah lama menunggu dan akhirnya bisa bertemu langsung dengan si pembunuh ayahnya langsung berjalan makin mendekat dan berbicara kembali.
“Sepertinya bapak buru-buru sekali, apa kita bisa mengobrol sebentar, pak?”
“Huh ... apa maumu?”
Sambil bersiul dan menyalakan rokok, pak Tomy langsung to the poin dan menanyakan apa yang diinginakan Furya.
Furya yang mendengar itu juga langsung mengatakan kemauannya.
“Pak, saya menerima kabar kalau biaya rumah sakit ibu saya belum dibayarkan, menurut-”
“Stop ... sebelum kita bahas lebih lanjut, ayo ikut dengaku. Tak enak membahas hal itu di tempat umum dan ramai begini.”
Belum sempat Furya menyelesaikan perkataannya, pak Tomy langsung memotong dan tersenyum.
Senyuman penuh kemunafikan itu benar-benar membuat Furya jengkel. Tapi karena tak memiliki pilihan, Furya mengikuti pak Tomy dan pergi ke belakang gedung besar itu.
“Hari sudah mau malam dan saya ada janji makan malam penting hari ini, jadi langsung saja saya katakan.”
“Furya ... mulai sekarang surat kompensasi itu tak berlaku lagi, saya sudah membayar seluruh biaya rumah sakit keluargamu dan ibumu yang tak sadarkan diri itu selama satu tahun jadi menurutku itu sudah cukup.”
“Tapi pak, menurut-”
“Saya tau, tapi siapa yang peduli. Saya juga tak terbukti bersalah di persidangan dan itu hanya formalitas saya waktu itu untuk membersihkan nama. Kamu anak yang pintar, harusnya kamu mengerti, 'kan?”
Mendengar ucapan pak Tomy membuat Furya terdiam.
Di perjanjian kompensasi dan damai pak Tomy berjanji akan mengobati semua keluarga Furya sampai sembuh, bahkan ibunya yang tak sadarkan diri.
Tapi nyatanya sang ibu yang masih koma di rumah sakit kini sudah tak di biayai lagi.
Furya yang tak mungkin bisa membayar biaya rumah sakit yang teramat mahal mengepalkan tangannya dan terlihat sangat marah.
“Dasar pembohong ... anda sudah berjanji padaku waktu itu, kenapa kau berbohong, pak?”
Sambil berjalan mendekai Furya yang hampir menangis, pak Tomy memegang pundak bocah 17 tahun itu dan berbicara.
“Jangan nangis begitu bodoh, keluargamu sendiri yang salah karena berjalan malam itu di trotoar. Aku hanya sedikit mabuk dan tak sengaja menabrak mereka.” kata pak Tomy sambil tersenyum jahat.
Furya yang mendengar dan melihat senyuman pak Tomy menjadi sangat marah.
Semua tubuhnya panas dan semua emosi yang selama ini memenuhi dirinya akhirnya sudah tak tertahankan lagi dan iapun berteriak.
“DASAR PEMBUNUH ... TEPATI JANJIMU!”
“Bocah idiot, menyingkir dariku.”
“PEMBUNUH ... KAU HARUSNYA DI PENJARA BRENGSEK!!!”
Pak Tomy yang dicengkram erat oleh Furya dan diteriaki pembunuh menjadi sangat marah.
Dengan tenaga kuatnya, ia mendrong Furya sampai tersungkur di tanah. Furya yang di dorong kuat dan tubuhnya yang belum benar-benar pulih langsung terbaring di tanah.
“Huh dasar bocah idiot, berani-beraninya kau berteriak di hadapanku.”
“Rasakan ini bocah tengik.”
Pak Tomy yang sudah terlanjur kesal langsung menghajar Furya membabi buta.
Bamm
Bimm
Bumm
Tinju dan tendangan kuatnya membuat Furya tak berdaya dan terkapar bersimbah darah.
“Huh ... lumayan buat pemanasan. Aku peringatkan mulai hari ini jangan mendekatiku lagi atau aku akan membunuhmu dan kedua adikmu itu.”
"Apa kau mengerti bocah idiot!"
Sambil menyalakan rokok baru, pak Tomy dengan santainya meninggalkan Furya yang terkapar dibelakang gedung besar itu.
Entah karena tubuhnya yang masih belum polih total atau memang pak Tomy yang menghajarnya dengan brutal, Furya mulai kehilangan kesadarannya.
“Ayah ... maaf ... ibu.”
Furya yang tak kuat lagi akhirnya pingsan.
Di alam bawah sadar Furya, tiba-tiba saja ia terbangun di tempat gelap tak berujung.
“Apa ... di mana ini?”
Sesaat ia tersadar di kegelapan tanpa batas itu, sebuah layar hologram emas seperti di game yang pernah ia mainkan muncul dan suara aneh juga langsung mengagetkannya.
[Ding! Selamat pemilik baru sudah di temukan]
[Ding! Memulai proses penggabungan sistem dengan pemilik baru]
[10%]
[20%]
[40%]
[60%]
[80%]
[100%]
[Ding! Proses penggabungan selesai, apakah tuan ingin menerima keberadaan sistem seutuhnya pada tubuh tuan]
[Ding! Harap pilih Yes/No]
Furya yang tersadar kembali melihat sebuah hologram emas dan suara aneh di alam bawah sadarnya.
[Ding! Harap pilih opsi yang di sediakan, apakah tuan mau menerima kehadiran sistem seutuhnya di tubuh tuan]
[Ding! Silahkan pilih Yes/No]
Furya yang melihat hologram seperti game di hadapanya memberikan dua pilihan akhirnya memilih menekan tombol yes.
[Ding! Selamat tuan telah resmi menjadi pemilik baru Perfection System]